Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
MINGGU, 8 Desember 2024 dini hari, pasukan oposisi Suriah mengumumkan bahwa mereka telah berhasil merebut Damaskus, ibu kota Suriah, sekaligus menggulingkan kekuasaan Bashar al Assad. Kejatuhan Bashar al Assad digambarkan sebagai momen bersejarah setelah 13 tahun negara tersebut dilanda perang saudara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada 2011, bersamaan dengan protes massa di berbagai negara Arab—dikenal pula sebagai Musim Semi Arab—warga Suriah turut melakukan protes damai terhadap pemerintah. Unjuk rasa itu kemudian dibalas dengan kekerasan yang lantas bereskalasi menjadi konflik berdarah selama puluhan tahun yang turut menarik kekuatan regional maupun global seperti Rusia, AS, Iran, Turki, dan kelompok Hizbullah. Perang saudara tersebut memakan korban ratusan ribu jiwa dan memaksa jutaan warga Suriah mengungsi ke luar negeri. Perang saudara tersebut memunculkan berbagai faksi, termasuk kelompok ISIS yang kemudian menyebar ke seluruh dunia dan melancarkan aksi teror di berbagai negara pada dekade 2010-an.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Encyclopedia Britannica pun menobatkan perang saudara di Suriah sebagai salah satu perang paling berdarah di abad ke-21. Organisasi Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) menyebut bahwa perang sipil di Suriah telah menewaskan hingga 617,910 jiwa per 15 Maret 2024. Sebanyak 300 ribu lebih jiwa di antaranya merupakan penduduk sipil.
Masih menurut Encyclopedia Britannica, perang saudara paling mematikan di abad adalah Perang Kongo Kedua. Diperkirakan ada sekitar tiga juta orang, sebagian besar adalah penduduk sipil, yang mati terbunuh akibat konflik ataupun penyakit dan kelaparan yang ditimbulkan konflik tersebut.