Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejumlah "Heavy Dump Truck" membawa muatan batu bara di kawasan tambang airlaya milik PT Bukit Asam Tbk di Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa, 16 November 2021. KTT Iklim COP26 di Glasgow akhirnya membuahkan draf (rancangan) kesepakatan ketiga terkait penghapusan batu bara secara bertahap dan mengakhiri subsidi untuk bahan bakar fosil. ANTARA/Nova Wahyudi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Krisis iklim yang ditimbulkan oleh tingkat emisi global yang tinggi telah memunculkan wacana untuk meninggalkan bahan bakar fosil. Sekitar dua tahun lalu, pada Konferensi Iklim ke-26 (COP26) telah disepakati poin untuk mempercepat upaya menuju bebas pembangkit listrik tenaga batu bara dengan penurunan bertahap (phasing down) alih-alih penghentian total (phasing out).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Poin tersebut muncul usai protes dari negara-negara berkembang seperti India dan Cina. Dua negara tersebut memang sangat bergantung pada batu bara, seperti tampak pada visualisasi di bawah. Bersama dengan Afrika Selatan, konsumsi energi di tiga negara tadi sekitar lebih dari 50 persennya disuplai oleh batu bara.
Indonesia juga termasuk negara pengguna batu bara terbesar di dunia. Sekitar 45 persen energi yang dihasilkan di Indonesia berasal dari pembakaran mutiara hitam tersebut. Secara keseluruhan, 90 persen konsumsi energi di Indonesia disokong oleh baha bakar fosil, sisanya diperoleh dari tenaga air dan energi terbarukan lainnya.
Sebagian besar negara di dunia masih menggunakan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Selain batu bara, energi fosil juga berasal dari minyak bumi dan gas alam. Bahan bakar fosil dinilai sebagai sumber energi yang murah dan berlimpah, terutama bagi negara-negara berkembang.
Namun tentu bahan bakar fosil juga menghasilkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Dalam sebuah riset yang dirilis di situs Our World in Data, disebutkan bahwa bahan bakar fosil menghasilkan emisi global serta tingkat kematian yang lebih tinggi dibanding energi terbarukan.