Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat mengambil contoh air Sungai Citarum terkait program Citarum Harum di Baleendah, Kabupaten Bandung, Minggu, 19 Mei 2024. Walhi Jawa Barat menyatakan program Citarum Harum tak layak dijadikan contoh keberhasilan pengendalian dan penanganan pencemaran sungai di World Water Forum. TEMPO/Prima mulia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada pembukaan pertemuan tingkat tinggi World Water Forum ke-10 di Nusa Dua, Bali, Senin 20 Mei 2024, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan potensi kelangkaan air yang dapat memicu perang dan bencana alam. Ia juga mengutip perkiraan Bank Dunia bahwa kekurangan air dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi sampai 6 persen hingga tahun 2050.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan World Resources Institute (WRI), sebanyak 48 negara di dunia berada pada level risiko tinggi hingga sangat tinggi terhadap potensi kekurangan air (water stress) di 2030. Seperti terlihat pada peta interaktif di atas, skor potensi kekurangan air tertinggi dapat ditemukan pada negara-negara dengan warna jingga hingga merah pada wilayahnya, yang sebagian besar berada pada berbagai negara berkembang di wilayah Asia Selatan, Jazirah Arab, dan Afrika Utara.
Namun, sebagian negara yang tergolong maju juga memiliki risiko yang sama dengan negara-negara berkembang di kawasan tersebut. Berbagai negara di kawasan Eropa Selatan seperti Portugal, Spanyol, Italia, dan Yunani juga memiliki level risiko kekurangan air yang tinggi hingga sangat tinggi.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam situs UN Stats menyebut bahwa efisiensi penggunaan air telah meningkat sebesar 9 persen, namun kekurangan air dan kelangkaan air masih menjadi kekhawatiran di banyak belahan dunia. Pada 2020, terdapat 2,4 miliar orang tinggal di sejumlah negara yang kekurangan air. Tantangan-tantangan ini diperburuk oleh konflik dan perubahan iklim.