Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi Meksiko ikut program Polisi Sehat untuk mengurangi obesitas di jajaran kepolisian.[AsiaOne]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis hasil penelitian Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Riset tersebut memetakan berbagai indikator kesehatan pada masyarakat, salah satunya adalah prevalensi obesitas. Kemenkes menggunakan dua indikator terkait obesitas, yakni pengukuran indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar perut, yang dikenal juga sebagai obesitas sentral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan indikator Kemenkes, seseorang dikatakan obesitas apabila memiliki IMT sama dengan atau lebih dari 27. Kemudian orang yang memiliki nilai IMT pada rentang 25 hingga kurang dari 27 berstatus kelebihan berat badan. IMT didapatkan dengan membagi antara berat badan dalam satuan kilogram dan tinggi badan dalam satuan meter dikuadratkan.
Riset tersebut menemukan bahwa prevalensi atau proporsi jumlah penduduk usia di atas 18 tahun yang memiliki IMT dengan status kelebihan berat badan dan obesitas mengalami kenaikan dari 35,4 persen di tahun 2018 menjadi 37,8 persen. Sebanyak 23,4 persen penduduk dewasa memiliki status IMT obesitas, dan 14,4 persen berstatus kelebihan berat badan.
Profesi PNS/TNI/Polri/Karyawan BUMN/Karyawan BUMD tercatat menjadi profesi dengan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas terbesar. Apabila dijumlahkan, prevalensinya mencapai 51,4 persen, melebihi prevalensi status gizi normal, atau dengan IMT 18,5 hingga kurang dari 25,0.
Dilansir dari Antara, Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr Dicky L. Tahapary, menyarankan agar ambang batas IMT untuk menentukan status gizi obesitas pada orang dewasa di Indonesia direvisi menjadi di atas 25. Menurutnya, ambang batas tersebut lebih tepat untuk mendefinisikan status obesitas pada populasi orang dewasa di Indonesia.
Namun, penentuan status gizi berdasarkan IMT juga memiliki kekurangan. Menurut lembaga kesehatan publik Amerika Serikat, Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC), orang-orang berotot ataupun atlet profesional juga dapat memiliki nilai BMI yang tinggi karena massa otot yang besar. Hal ini karena IMT hanya mengukur kelebihan massa tubuh, bukan massa lemak dalam tubuh.