Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KELSEY Ransick hanya mahasiswi baru jurusan sejarah yang biasa-biasa saja untuk urusan teknologi. Ia bukan pencandu peranti canggih. Telepon selulernya tidak masuk kategori telepon pintar. Tapi, hanya satu semester kuliah pengantar ilmu komputer di kampusnya, Universitas San Francisco, ia sudah bisa membuat sebuah program untuk ponsel.
Dengan program buatan Ransick, sebuah ponsel—yang menggunakan sistem operasi Android—bisa merekomendasikan tempat makan. Cukup canggih program itu. Apalagi, menilik satu semester sebelumnya, mahasiswi berusia 20 tahun itu tidak tahu apa-apa soal membuat aplikasi komputer atau ponsel. ”Saya tidak tahu apa nanti akan ada yang menggunakan program saya,” katanya. ”Tapi keren juga membayangkan jika ada orang yang ingin aplikasi, saya bisa membuatkannya.”
Keajaiban yang mengubah Ransick bukan karena dosen pengantar komputer adalah tukang sihir, yang mampu membuat mahasiswi gaptek atau gagap teknologi bisa membuat program dalam sekejap. Tapi, karena dosennya dilengkapi ”senjata” untuk membuat program sederhana. Senjata ini memungkinkan orang seperti Ransick membuat aplikasi untuk Android tanpa harus mengetahui bahasa pemrograman yang susah dicerna itu.
Senjata ini resmi diluncurkan Google, perusahaan pengembang sistem operasi Android, beberapa waktu lalu, dengan nama App Inventor. Sistem operasi Android dipakai di banyak merek ponsel cerdas dengan harga, di Indonesia, mulai Rp 1,5 juta. Di Amerika Serikat penjualan ponsel pintar berbasis Android dari berbagai merek sudah menyalip BlackBerry dari Research in Motion dan iPhone dari Apple mulai triwulan kedua 2010.
Karena masih versi beta, App Inventor baru bisa diakses segelintir orang yang beruntung. Kita yang ingin mencoba App Inventor hanya bisa mendaftar dan berdoa agar Google berbaik hati menganugerahi akses. Proses menunggu bisa tiga hari, tiga minggu, dan banyak yang tetap menunggu meski sudah lewat sebulan.
Ransick menggunakan App Inventor karena Universitas San Francisco menjadi salah satu tempat uji coba sejak Maret 2009, setahun sebelum diperkenalkan kepada publik. Google berniat membuat ponsel Android semakin menyenangkan bagi pengguna awam. ”Tujuannya memungkinkan orang menjadi pencipta, tidak hanya konsumen, di dunia seluler ini,” kata Harold Abelson, yang cuti dari pekerjaannya sebagai profesor komputer Institut Teknologi Massachusetts untuk mengurusi proyek App Inventor di Google.
Bagi orang awam komputer seperti Ransick, membuat program dengan App Inventor memang jauh lebih mudah. Dalam kelas pengantar ilmu komputer, Ransick tidak mempelajari bahasa program itu. Tapi ia mempelajari blok warna-warni sebagai pengganti perintah komputer yang njelimet. Jika ingin memindahkan posisi perintah, blok itu tinggal digeser ke sini atau ke sana. Bisa dengan cepat dihapus atau diganti.
Kemudahan ini bisa diperbandingkan dengan cara kita membuat catatan di Facebook, misalnya. Tadinya, saat akan membuat huruf tebal, kita harus memasang kode ”<b>” sebelumnya dan ”</b>” sesudahnya. Tapi sekarang catatan di Facebook lebih sederhana. Untuk membuat huruf tebal, cukup dengan memblok kata yang akan dibesarkan hurufnya dan klik ”B” di deretan ikon di atasnya. Pengguna Facebook tidak perlu lagi menghafal dan mengetikkan kode ”<b>” atau ”<i>” dan seterusnya.
Bisa dibayangkan jika untuk membuat huruf tebal saja mesti menuliskan ”<b>”, apalagi untuk membuat aplikasi. Kodenya bisa jauh lebih panjang dan kompleks. Kode ini yang diganti dengan blok warna-warni di App Inventor.
Untuk membuat ikon tombol di ponsel sentuh Android, misalnya. Dengan App Inventor, cukup mengaktifkan blok tombol ke layar. Setelah aktif, bisa dipilih dan ditentukan tampilan tombol seperti ukurannya. Nah, agar tombol berfungsi, pengguna tinggal mengaktifkan ikon fungsi sehingga, jika tombol itu disentuh, bisa mengeluarkan bunyi atau menyambungkan telepon ke nomor tertentu, misalnya.
Google sangat ambisius dengan proyek ini. Mereka berharap, nantinya, anak sekolah dasar pun bisa membuat aplikasi untuk ponsel Android mereka. Tapi beberapa orang yang sudah mencoba mengatakan bahwa meski sudah dipermudah dengan App Inventor, yang namanya membuat program tetap sulit. ”Anda tidak bisa membuatnya kecuali Anda programer atau ada programer di dekat Anda,” tutur David Pouge, seorang wartawan yang mencobanya.
Nur Khoiri (San Francisco Chronicle, CNET, New York Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo