Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Tjut Rifameutia Umar Ali menyatakan para pemain judi online harus diobati kecanduannya lewat terapi dan dukungan orang sekitar untuk mau mengubah dirinya. Dekan Fakultas Psikologi UI 2017-2021 ini menilai aktivitas judi online termasuk tindakan merugikan yang dilakukan oleh seseorang akibat tidak adanya benteng diri dan keyakinan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judi online, menurut Tia, disebabkan oleh lingkungan dan pergaulan yang dekat dengan aktivitas ini. Tia menyarankan sangat penting untuk dihindari tongkrongan yang di dalamnya berisikan kelompok pemain judi, supaya pengaruh dan dorongan untuk ikut bermain judi bisa dikurangi dampaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Judi ini kan sesuatu yang salah, orang yang melakukannya juga tidak terang-terangan dan cenderung lebih sering berbohong. Jadi efek dari kecanduan judi ini akan sangat banyak dan merembes ke mana-mana. Menurut saya pemain judi itu perlu diterapi supaya bisa pulih dari kecanduannya," ucap Tia, saat dihubungi Tempo, Rabu, 17 Juli 2024.
Terapi kecanduan judi online, kata Tia, tidak memiliki durasi atau batasan waktu yang pasti akan keberhasilannya. Terapi ini harus didasari pada keinginan yang kuat dari pemain judi online supaya keluar dari jeratan aktivitas tersebut. Selain itu, peran keluarga dan dukungan orang terdekat sangat diperlukan ketika menjalani terapi ini.
Tia bahkan menyebut kalau kecanduan judi online tidak bisa diatasi dengan mencari kesibukan atau beralih ke hiburan yang lain. Dia agak skeptis para pemain ini akan bisa benar-benar terbebas dari jeratan judi online, sebab keinginan untuk mencoba dan hasrat serasa akan menang pasti selalu terbayang oleh mereka. Untuk itu, Tia menilai diperlukan keinginan yang kuat dan dukungan dari banyak pihak untuk saling mengingatkan.
"Kesepakatan di dalam rumah tangga juga diperlukan dalam kasus judi online ini. Orang yang kuat iman dan rasa percaya dirinya bakal sangat sulit untuk ditembus atau tergoda judi online. Jadi diperlukan sikap saling terbuka antar sesama keluarga, kalau dirasa mulai terjerumus, maka ajak bicara orang terdekat untuk antisipasi tenggelam lebih dalam," ucap Tia.
Terapi judi online, kata Tia, juga harus dilakukan dengan menyelesaikan beban-beban eksternal terlebih dahulu, misalnya utang akibat kekalahan judi online harus dilunasi supaya pikiran dan tekanan dari dalam diri tidak terlalu banyak. Ketika satu per satu beban sudah mulai dikurangi, terapi akan berjalan lebih lancar dan mudah untuk diterima.
"Terapi judi online ini tidak ada batasan dan durasi kapan akan selesainya, yang perlu itu dukungan bersama. Beban-beban yang sebelumnya memberatkan pikiran dan diri pemain judi harus dikurangi, supaya tidak stres dan depresi. Kalau stres, ujung-ujungnya bisa fatal, misalnya kekerasan dan semacamnya," ujar Tia.
Judi Online Pemicu Perceraian
Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan peningkatan kasus perceraian yang terjadi di Kabupaten Gresik. Data dari Pengadilan Agama setempat mencatat sedikitnya ada 842 pasangan suami-istri yang mengakhiri hubungan rumah tangga sejak Januari-Juli 2024. Variabel dari penyebab perceraian ini beragam, namun yang paling dominan disebabkan oleh aktivitas judi online
Tia mengakui bahwa judi online menjadi indikator penyebab perceraian dan rusaknya hubungan rumah tangga. Kondisi ini disebabkan oleh dampak judi online yang berujung pada sifat suka berbohong dan emosi tidak stabil akibat stres akan kekalahan.
"Seseorang melakukan judi, terus menerus berlangsung, disebut adiksi atau kecanduan. Ada goals yang dia tuju. Dia pikir akan memperoleh keberuntungan tetapi gagal. Lalu uang yang dipunya habis akhirnya sering marah dan berbohong kepada keluarga," ujar Tia.