Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CHRISYE seperti tidak pergi.
...
Walau kini kujauh darimu
Ku 'kan selalu 'tuk tetap bernyanyi
Kau dengar alunan melodiku
Persembahan ini untukmu
...
Bait itu dinyanyikan almarhum Chrismansyah Rahadi dalam konser "Kidung Abadi" di Jakarta, awal April lalu. Pada mulanya adalah bayangan hitam yang perlahan-lahan menyembur di layar 8 x 4 meter. Dari sanalah muncul Chrisye, berjas hitam. Ribuan penonton tersihir.
Ketika maestro pop yang berpulang pada 30 Maret lima tahun lalu itu mengajak penonton berdiri, mereka berdiri. "Ayo, kita bernyanyi sama-sama," ujar Chrisye.
Empat menit Chrisye menyanyikan lagu yang bertajuk seperti konsernya. Ia orisinal dan, seperti dalam setiap konsernya, tampil sempurna menembangkan Kidung Abadi, yang belum pernah dia nyanyikan semasa masih hidup.
Menurut pemimpin perhelatan itu, Erwin Gutawa, konser untuk mengenang Sang Maestro kali ini memang sengaja dibikin lain. "Kami ingin Chrisye muncul di konser," ujar Erwin kepada Tempo, Senin pekan lalu. Maka, di lagu lainnya, Chrisye dibuat berduet dengan Sophia Latjuba. Tentu saja Chrisye dalam versi digital, sementara Sophia masih berujud wanita molek.
Namun masterpiece pada pergelaran ini tetap saja Kidung Abadi. Lagu ini dinyanyikan Chrisye setelah ia pergi. "Kami membuatnya dengan menyusun ulang 246 suku kata dari lagu-lagu Chrisye terdahulu," ujar Erwin.
"Saya tahu ini sulit dan membutuhkan ketekunan," kata pria yang sudah 32 tahun bergelut di dunia musik ini. Namun Erwin punya motif pribadi yang menyemangatinya. Ia mengaku merasa berutang kepada Chrisye, karena belum pernah membuat lagu untuknya. Karakter suara penembang Pergilah Kasih itu juga layak diawetkan karena, ujar dia, "Unik, belum ada padanannya."
Selama dua bulan, di studionya di kawasan Antasari, Jakarta Selatan, Erwin dan sepuluh rekannya membedah nyaris semua lagu Chrisye. Mula-mula mereka mengumpulkan master suara aslinya. Rupanya tak semua pita tembang Chrisye dalam kondisi baik.
"Ada yang sudah berjamur," kata Teddy Riadi, anggota tim di bagian Audio Library. Apa boleh buat, setiap pagi Teddy jadi punya kewajiban baru: menjemur pita yang berjamur itu, sebelum mengubahnya ke dalam bentuk digital. "Total lagu yang bisa kami kumpulkan berukuran 50 gigabita."
Pada saat yang sama, Erwin menggubah Kidung Abadi bersama putrinya, Gita Gutawa. Gadis 18 tahun ini kebagian membuat lirik dan Erwin menyusun melodinya. "Ini merupakan tanggung jawab besar, tapi juga menantang," kata dara yang sedang belajar ekonomi di Universitas Birmingham, Inggris, itu.
Ada pula yang bertugas mendokumentasikan lirik semua lagu Chrisye. Mereka berhasil mengumpulkan 179 halaman lagu. Tapi bagian tersulit baru dimulai.
Erwin dan timnya kemudian mencari kata yang sesuai dengan lirik Kidung Abadi dari bank data lagu. Celaka dua belas! Ketika mencari suku kata "ku" untuk mengisi kata "kusadari" di baris pertama lagu tersebut, mereka menemukan di bank data ada 1.056 suku kata "ku". Untuk mencari yang paling cocok, semuanya harus diperiksa.
Ada kalanya suku kata yang perlu diperiksa cuma berjumlah beberapa buah. Suku kata "dung" untuk kata "kidung", misalnya. Tanpa perlu susah payah, suku kata "dung" diputuskan diambil dari kalimat "membendung Asmara" pada lagu Smaradhana.
Ada kalanya suku kata itu tak ada di bank naskah. Ini artinya tak semua lirik bisa diproduksi. "Empat kata terpaksa diganti," ujar Gita. Kata itu: izinkan, mengiringi, lirik, dan terus menemani. Diganti dengan ku kan selalu, menerangi, kata, dan selalu ada.
Langkah selanjutnya adalah menyesuaikan nada yang dibutuhkan dengan yang ada di perpustakaan audio. "Ini masuk tahap editing," kata Erwin.
Apabila tidak menemukan notasi yang pas, tim audio editor mengutak-atik suara yang paling mendekati menggunakan berbagai software, di antaranya Pro Tools HD + LE, Melodyne, Auto-Tune, dan Avox Throat.
Suku kata "ku", misalnya, harus dimainkan pada nada F#. Dari seribu suku kata "ku" yang ada di gudang data, hanya satu yang mendekati, yakni yang bernada G. "Maka kami turunkan setengah not," kata Erwin.
"Perubahannya tak boleh terlalu besar karena suara bisa berubah," ujarnya. Jika nadanya dinaikkan terlalu tinggi, kata Erwin, yang muncul adalah suara gepeng atau chipmunk—merujuk pada tokoh animasi bersuara nyaring.
Tapi kesulitan terbesar, menurut Head Digital Audio Editor Ricky Bennytho Siahaan, adalah ketika yang dibutuhkan atau dibuang cuma satu huruf. Contohnya suku kata "hat", yang diambil dari kata "hati" di lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Sesudah itu, tinggal menghaluskan panjang-pendek nada, pengambilan napas, vibrasi, cengkok, equalizer, dan legato atau nada panjang yang tak terputus. "Pokoknya kami mencoba memanusiakannya," kata Erwin.
Untunglah Erwin mengenal Sang Maestro cukup dekat. Setelah selama sepuluh tahun bekerja sama dengan Chrisye, ia bisa mengenali kapan penyanyi itu diperkirakan mengambil napas panjang atau napas "colongan". "Tidak mungkin bukan orang bernyanyi tanpa ambil napas. Itu robot namanya," ujar Erwin.
Untuk vibrasi, Erwin dan tim pengedit digital audio menggambar kurvanya, kemudian menandai tinggi-rendah nada. Sedangkan legato dibuat dengan menduplikasi suara-suara yang perlu dilantunkan panjang tanpa putus.
Kini tinggal menghadirkan sosoknya. Ini tanggung jawab Jay Subyakto dan kelima rekannya. Mula-mula dia mencoba memakai model.
"Cara ini gagal," kata Jay. Wajah Chrisye ternyata jarang ada di pasaran—seperti juga suaranya. Dari 20 peserta audisi mirip Chrisye, tak satu pun yang punya struktur tulang wajah mirip Sang Maestro. Apa boleh buat, ia dan teman-temannya memakai cara lain: membuat sketsa wajah yang disarikan dari 20 klip video, 3 konser terdahulu, dan 200-an foto.
Sketsa wajah dan tubuh bagian atas Chrisye dibuat dalam berbagai versi karena perlu dibuat tiga dimensi. "Ada yang dari depan dan samping kiri-kanan," kata Jay.
Setelah sketsa selesai, mereka kembali mencari model. Kali ini untuk mendapatkan orang yang bisa menirukan gerakan Chrisye, khususnya mulut, mata, kepala, dan bahu. "Ini untuk memberi efek motion capture," kata Acho Omar, Director Visual Effect Konser Kidung Abadi.
Acho mengatakan ada empat peranti lunak yang dipakai dalam merekayasa gambar Chrisye. Aplikasi itu adalah Mudbox untuk membuat tekstur wajah, Houdini untuk memberi efek tiga dimensi, After Effect untuk pewarnaan dan pencahayaan/gelap-terang, serta Watch Out untuk sinkronisasi visual dengan audio.
Wajah digital Chrisye kemudian ditembakkan proyektor dari belakang layar transparan. Menurut Acho, pembuatan sketsa dan cara menembak gambar itu merupakan perpaduan antara teknik di konser "menghidupkan kembali" Tupac Shakur (Coachella Festival, 15 April lalu) dan animasi panggung Miku Hatsune. Namun, kata Jay, upaya membangkitkan suara Chrisye merupakan yang pertama di dunia. Benarkah?
Erwin bersikap merendah. "Mungkin saja," ujar dia.
Malam itu Chrisye sempat berganti kostum. Saat berduet dengan Sophia menyanyikan Anggrek Bulan, ia berbaju putih. Lalu ketika membawakan lagu penutup, Kidung Abadi, ia berjas hitam. Sesudah itu, Chrisye memudar dan melesat ke langit. Ia hilang di balik awan.
Penonton seperti merasa Chrisye cuma ke belakang panggung.
Rini Kustiani
Tiga Tahap yang Njelimet
BEBERAPA bulan setelah Chrisye berpulang pada 30 Maret 2007, Erwin Gutawa mendapat gagasan untuk membuat lagu baru yang dinyanyikan Chrisye. Suara almarhum didulang dari tembang-tembang sebelumnya.
Tapi, "Dulu belum ada software yang mampu membuatnya dengan bagus," ujar Erwin. Baru lima tahun kemudian gagasan itu bisa diwujudkan, setelah istri Chrisye, Yanti Noor, meminta ia menggelar konser kolosal untuk mengenang suaminya. "Kini software-nya sudah ada," katanya.
Pembuatan lagu berjudul Kidung Abadi itu terdiri atas tiga langkah. "Tiga tahap tapi njelimet," Erwin mengenang.
Membangun bank data suara Chrisye
Erwin dkk mengumpulkan master suara asli lagu Chrisye setelah tahun 1990 dan liriknya. Master sebelum masa itu tak dipakai karena terlalu tua dan teknik perekamannya berbeda.
Menggubah lagu untuk Chrisye, Kidung Abadi
Gita, anak Erwin, menulis syairnya, Erwin menyusun melodinya.
Mixing
Penyuntingan
Kidung Abadi
Ciptaan: Erwin Gutawa
Lirik: Gita Gutawa
Kusadari waktu telah berlalu
Dunia pun tak seperti dulu
Lihatlah masa berganti semua
Ku di sini dan kau di sana
Andai ku bisa mengulang kembali
Tapi sayang oh tak mungkin
Walau begitu rindu hati ini
Biarkan semua jadi mimpi
Reff: Walau kini ku jauh darimu
Ku ’kan selalu ’tuk’ tetap bernyanyi
Kau dengar alunan melodiku
Persembahan ini untukmu
Biarkan nadaku menerangi langkahmu
Bisikkan kata menemani hatimu
Rasakan aku ada di dekatmu
Kidungku selalu bersamamu
Selamanya
Mungkin kini ku telah tiada
Tapi swaraku kan selalu ada
Malammu tak kan sunyi
Di sini ku berjanji
Satu hari nanti
Kita kan bersama lagi
Bernyanyi bersama lagi
Reff: Walau kini ku jauh darimu
Ku ’kan slalu ’tuk tetap bernyanyi
Kau dengar alunan melodiku
Persembahan ini untukmu
Biarkan nadaku menerangi langkahmu
Bisikkan kata menemani hatimu
Rasakan aku ada di dekatmu
Kidungku selalu bersamamu 3x
Selamanya
Keterangan:
- Lihatlah
Suku kata "hat" diambil dari kalimat "hati kami" pada lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata - Ku di sini
Suku kata "si" ditarik dari kalimat "sirna kan rasa" pada lagu Dimana. - Ku jauh
Suku kata "ja" diambil dari kalimat "dari jauh" pada lagu Pasar Gambir. - Kidungku
Suku kata "dung" diambil dari kalimat "membendung asmara" pada lagu Smaradhana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo