Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Srettha Dipecat karena Langgar Etika, Siapa PM Baru Thailand?

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Srettha Dipecat karena Langgar Etika, Siapa PM Baru Thailand?
Iklan

Partai Pheu Thai sebagai partai terbesar di parlemen Thailand mengadakan pertemuan pada hari Kamis (15/08) untuk memilih pengganti Srettha Thavisin, yang baru saja diberhentikan dari jabatannya sebagai perdana menteri, di tengah gejolak politik yang berkepanjangan.

Pemecatan Srettha Thavisin oleh Mahkamah Konstitusi Thailand menjadi pukulan keras terbaru bagi Pheu Thai, partai politik milik keluarga miliarder Shinawatra yang telah berseteru dengan kalangan elit berpengaruh dan militer sebagai loyalis kerajaan selama dua dekade.

Baca juga:

Pheu Thai harus memilih satu dari dua kandidat yang memenuhi syarat yakni Chaikasem Nitisiri, mantan Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman, atau pemimpin muda mereka yang belum berpengalaman, Paetongtarn Shinawatra, putri berusia 37 tahun dari tokoh politik kontroversial, Thaksin Shinawatra.

MK: Serttha melanggar etika

Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan pada hari Rabu (14/08) bahwa Perdana Menteri Srettha Thavisin diberhentikan dari jabatannya setelah menjabat kurang dari setahun.

Sebanyak 40 senator, yang ditunjuk oleh pemerintahan militer sebelumnya, mengajukan gugatan terhadap Srettha.

Baca juga:

Hakim Punya Udchachon mengatakan bahwa pengadilan memutuskan dengan suara lima banding empat untuk memberhentikan Srettha karena pengangkatan seorang menteri yang memiliki catatan kriminal. Srettha disebut melanggar "standar etika secara serius" setelah menunjuk Pichit Chuenban sebagai menteri.

Setelah Srettha diberhentikan, parlemen Thailand yang memiliki 500 kursi harus segera bersidang untuk memilih perdana menteri baru, yang kemungkinan akan semakin memperdalam ketidakpastian politik di negara tersebut.

Srettha adalah perdana menteri keempat yang diberhentikan melalui putusan pengadilan. Kejatuhannya dapat mengindikasikan babak baru dari konflik Thaksin dan musuh-musuhnya di kalangan elit konservatif dan militer.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Siapa pengganti Srettha?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan diberhentikannya Srettha, kabinet akan berfungsi dalam kapasitas sementara dengan Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai, yang juga menjabat sebagai Menteri Perdagangan, menjadi pelaksana tugas perdana menteri.

Tanggal untuk pemilihan perdana menteri baru masih belum ditentukan. Pemilihan ini akan didasarkan pada daftar kandidat yang telah diajukan sebelum pemilu 2023.

Untuk menjadi perdana menteri, seorang kandidat perlu mendapatkan dukungan lebih dari setengah dari 493 anggota parlemen saat ini, yaitu 247 suara. Jika tidak ada yang terpilih, parlemen harus bersidang kembali untuk mengulang proses pemungutan suara.

Di antara kandidat yang mungkin untuk posisi ini adalah anggota senior Pheu Thai, Chaikasem Nitisiri, mantan Menteri Kehakiman atau memberikan kesempatan kepada pendatang baru Paetongtarn sebagai bagian dari keluarga Shinawatra.

Namun, langkah Paetongtarn untuk menjadi Perdana Menteri tidak mudah. Ia harus menghadapi musuh-musuh politik yang telah berhasil menggulingkan ayahnya Thaksin Shinawatra dan bibinya Yingluck Shinawatra melalui kudeta

"Jika Paetongtarn yang dipilih, ia akan rentan terhadap serangan... Jika Anda bertanya kepada Thaksin, mungkin ia ingin putrinya menjadi perdana menteri," kata Titipol Phakdeewanich, ilmuwan politik di Universitas Ubon Ratchathani.

"Risiko bagi Paetongtarn lebih tinggi. Jika Pheu Thai tidak dapat memenuhi janji, maka ini bisa menjadi akhir dari dinasti politik keluarga Shinawatra."

rs/ha (AFP, Reuters)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada