Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Eijkman: Temuan Strain Mutasi Virus Corona yang Lebih Menular Tak Mempengaruhi Vaksinasi

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Eijkman: Temuan Strain Mutasi Virus Corona yang Lebih Menular Tak Mempengaruhi Vaksinasi
Iklan

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, membeberkan adanya temuan strain mutasi virus corona D614G di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium, strain mutasi ini diyakini jauh lebih cepat menginfeksi sel dan menular sepuluh kali lebih cepat. Disebutkan bahwa mutasi D614G ditemukan di kota-kota besar Indonesia antara lain Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya.

Kepada DW Indonesia, Amin menjelaskan bahwa mutasi D614G pertama kali dideteksi pada bulan Mei lalu dari isolat yang diperoleh pada bulan April. “Mutasi terjadi secara random,” ungkapnya, saat dihubungi DW Indonesia, Senin (31/08).

Baca Juga:

Amin menyampaikan bahwa strain mutasi virus yang ditemukan di Indonesia serupa dengan yang dideteksi negara-negara lain, seperti Malaysia dan Filipina.

Namun, yang menjadi perhatian kini adalah, apakah mutasi D614G termasuk di dalam virus-virus yang WGS-nya (whole genom sequencing) telah dilaporkan ke GISAID atau tidak. Terkait hal ini, Amin menjelaskan bahwa mutasi D614G memiliki clade (turunan) yang berbeda dari yang sudah dilaporkan ke GISAID.

Virus corona COVID-19 disebutkan memiliki tujuh clade, di antaranya adalah S, V, L, G, GH, GR dan O. Jenis virus corona yang telah diurutkan Eijkman sebelumnya "masuk dalam Clade L dan O."

Baca Juga:

“Dari 10 WGS pertama yang disubmit oleh LBM Eijkman ke GISAID, belum ditemukan mutasi ini," papar Amin.

"Mutasi D614G terdapat pada Clade G, GH, atau GR,“ sambungnya.

Tingkatkan kewaspadaan

Menanggapi adanya temuan ini, epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengimbau masyarakat agar lebih waspada, terlebih saat ini kasus baru di Indonesia terus mengalami peningkatan.

“Itu menunjukkan mutasi cepat, jadi ada potensi penularannya lebih cepat. Indonesia harus hati-hati, jangan-jangan peningkatan lebih banyak ini disebabkan karena strain baru,“ tutur Miko.

Kepala Departemen Epidemiologi Faklutas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini pun menyerukan agar pemerintah kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah-wilayah zona merah. Ia berpendapat pelonggaran PSBB yang saat ini dilakukan berpotensi meningkatkan laju penyebaran virus corona.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Nah, harusnya pada saat merah diberlakukan PSBB, artinya pembatasan sosial yang berskala besar apakah areanya RW atau kelurahan. Jangan PSBB transisi, enggak jelas,“ tegas Miko.

“Tidak berefek karena pembatasan sosial sekaligus pelonggaran sosial. Dibuka macam-macam,“ sambungnya.

Perkembangan vaksin telah sampai 50 persen

Meski mutasi D614G ditemukan di Indonesia, Kepala LBM Eijkman Prof. Amin Soebandrio mengimbau masyarakat tidak perlu panik dan meyakinkan bahwa mutasi tidak berpengaruh kepada proses vaksinasi. Ia meminta masyarakat mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

“Mutasi ini belum terbukti terkait dengan keparahan penyakit, serta tidak mempengaruhi kinerja vaksin yang ditujukan kepada RBD (Receptor Binding Domain),“ jelasnya.

Amin pun menyampaikan saat ini LBM Eijkman terus melakukan pengembangan vaksin virus corona agar secepatnya bisa diproduksi dan diberikan kepada masyarakat Indonesia.

“Perkembangan vaksin sudah mencapai sekitar 50% dari seluruh rangkaian pengembangan bibit vaksin. Saat ini sudah masuk proses sistem ekspresi protein rekombinan,“ pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, kasus positif di Indonesia telah mencapai lebih dari 170 ribu kasus. Dari angka tersebut, sedikitnya 7.400 kasus meninggal dunia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus kematian COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara dan nomor tiga di Asia setelah India dan Iran.

rap/gtp

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada