Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Tradisi Toko Tutup Hari Minggu di Jerman Segera Berakhir Usai Pandemi?

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Tradisi Toko Tutup Hari Minggu di Jerman Segera Berakhir Usai Pandemi?
Iklan

Perekonomian dan konsumsi rumah tangga adalah raja perdagangan di Jerman. Kecuali pada hari Minggu. Berbeda dengan di Indonesia, hari Minggu suasana pusat kota dan pusat perbelanjaan di Jerman akan terlihat sepi. Banyak pengunjung ke Jerman yang kaget dan kecewa dengan aturan itu.

Itu semua diatur dalam Ladenschlussgesetz atau "UU Penutupan Toko". Undang-undang itu diberlakukan sejak 1956 dan melarang semua jenis toko ritel beroperasi pada hari Minggu dan hari libur, dengan sedikit pengecualian.

Baca Juga:

Memang, masing-masing negara bagian diberi keleluasaan untuk membuat beberapa pelonggaran. Namun secara umum, toko-toko di Jerman tidak dibuka hari Minggu. Hanya ada beberapa hari Minggu sebagai pengecualian, biasanya 4 hari Minggu dalam setahun, toko-toko dibolehkan buka.

Tradisi libur hari Minggu dimulai 1.700 tahun lalu, ketika Konstantin Agung mengeluarkan dekrit pada tahun 321 Masehi.

Tradisi toko tutup hari Minggu dibela gereja dan serikat buruh

Sudah banyak seruan untuk melonggarkan larangan toko buka hari Minggu. Menurut Gerrit Heinemann, profesor untuk ritel dan perdagangan di Niederrhein University for Applied Sciences, ada tiga alasan utama mengapa aturan itu tetap bertahan, yaitu penentangan dari gereja, pengaruh serikat pekerja, dan penentangan parlemen kota.

Baca Juga:

Dia menyatakan yakin, pengaruh gereja sebagai kelompok lobi sangat kuat. "Itu posisi yang sangat penting ketika gereja menolak. Terutama ketika partai politik utama menggunakan kata 'Kristen' dalam namanya," kata Gerrit Heinemann kepada DW.

Di luar alasan agama, banyak yang mengasosiasikan hari Minggu sebagai waktu untuk keluarga, dan karena itu ingin mempertahankan larangan toko buka hari Minggu. Michael Lind, direktur tiga waralaba supermarket di Berlin mengatakan kepada DW, memang bahwa karyawannya punya hari Minggu sebagai hari libur.

"Hari Minggu masih penting sebagai hari di mana Anda melakukan sedikit hal bersama keluarga," katanya. "Jika toko sekarang buka setiap hari, ya, katakanlah suami seorang pegawai dan libur hari Minggu, tapi istrinya pramuniaga dan harus bekerja, maka kehidupan keluarga terganggu."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tetapi dia tidak menolak jika larangan toko buka hari Minggu dilonggarkan. "Ketika saya mulai berdagang lebih dari 20 tahun lalu, kami harus tutup pukul 3 sore pada hari Sabtu. Tahun 1997, ada aturan baru 'Kamis panjang', boleh buka sampai pukul 20.30. Waktu itu juga banyak keluhan. Tapi seiring waktu, semuanya berubah. Jadi, pembukaan hari Minggu juga akan berhasil."

Peluang baru bagi peritel setelah lockdown panjang?

Mengizinkan toko buka pada hari Minggu akan menjadi peluang bagi ritel untuk mendapat pemasukan setelah masa pandemi yang sangat merugikan, kata sebagian pengamat. Tuntutan itu memang belakangan makin santer.

Michael Lind yakin ini akan sangat berharga bagi para pengecer mode, furnitur, dan barang-barang listrik, terutama karena tekanan dari pesaing online, yang praktis bisa menjual barang setiap saat.

"Ini sudah menjadi masalah bagi banyak perusahaan,” ujarnya. "Dan Anda tidak boleh lupa bahwa para pengecer juga membayar pajak mereka di lokasi toko, sedangkan banyak pengecer online hanya mengirim barang dan tidak membayar pajak mereka di kotanya."

Tapi ada juga kelompok Allianz für den freien Sonntag (Aliansi Hari Minggu Libur), yang tetap menentang pembukaan toko pada hari Minggu, Kelompok ini juga didukung oleh asosiasi gereja dan serikat buruh. "Hari Minggu bukanlah hari untuk berbelanja dan bekerja keras. Itu milik keluarga, waktu untuk ibadah, budaya, olahraga, sosialisasi, dan rekreasi. Dan itu harus tetap dipertahankan!" kata kelompok itu dalam situsnya.

hp/ae

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada