Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Greenpeace: Penegakan Hukum di Bidang Lingkungan Hidup Sulit Karena Keterlibatan Elite

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Greenpeace: Penegakan Hukum di Bidang Lingkungan Hidup Sulit Karena Keterlibatan Elite
Iklan

Lembaga pemerhati lingkungan hidup Greenpeace Indonesia menandaskan, debat calon presiden putaran kedua pada Minggu (17/2) malam yang membahas tema: isu energi, infrastruktur, pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup tidak menjawab sejumlah persoalan utama lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia saat ini.

Menurut Greenpeace Indonesia, kedua capres juga mengabaikan potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar, yang bisa menekan porsi energi fosil pada bauran energi nasional. Yang memprihatinkan, bahkan kedua calon mengedepankan energi yang bersumber dari kelapa sawit, yang berpotensi menambah angka deforestasi.

Baca Juga:

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menegaskan, "Capres Jokowi dan Prabowo sama-sama mendukung biodiesel ataupun biofuel dari B20 hingga ke B100. Terkait hal ini, kedua capres tidak memberikan jaminan program biofuel tanpa menggerus keberadaan hutan alam, lahan gambut dan mangrove.”

Berdasarkan riset Greenpeace terbaru, sejak tahun 2015 terdapat 130.000 hektar deforestasi yang berasal dari konsesi perusahaan sawit (25 grup) di mana 41 persennya (51.600 hektar) berada di wilayah Papua. Menurut analisis data Hansen, University of Maryland 2000-2017, laju penggundulan hutan yang terjadi sepanjang 2015-2017 tercatat masih mencapai 650.000 hektar.

Dikutip dari Greenpeace, berdasarkan kajian Cerulogy, kebijakan biofuel telah menciptakan permintaan minyak sawit sebesar 10,7 juta ton. Pada tahun 2030, permintaan biofuel diprediksi mencapai 67 juta ton, dan membuka peluang deforestasi baru sebesar 4,5 juta hektar serta hilangnya hampir tiga juta lahan gambut.

Kembangkan energi hijau alternatif yang bersumber dari tenaga surya dan angin

Baca Juga:

Greenpeace berpandangan pemenuhan kebutuhan energi yang dijawab hanya dengan pengembangan biofuel secara masif tidaklah tepat. Padahal potensi energi terbarukan yang bersumber dari tenaga surya dan angin jauh lebih besar. Potensi tenaga angin sebesar 60.647 MW dan tenaga surya sebesar 207.898 MW, atau jauh lebih besar dibandingkan potensi bioenergi 32.654 MW. Kapasitas terpasang energi surya dan angin pun masih jauh di bawah bioenergi.

Selain itu, Greenpeace juga menilai kedua calon presiden juga tidak memiliki sikap yang tegas terhadap lubang-lubang tambang yang dibiarkan tanpa penegakan hukum. Padahal, di Kalimantan Timur, menurut Greenpeace, lubang-lubang tambang batu bara telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran sungai yang akhirnya berdampak serius pada penghidupan warga.

Dilansir dari Greenpeace, hingga akhir 2018, terdapat 31 korban meninggal akibat lubang-lubang tambang batu bara di Kalimantan Timur. Penegakan hukum sulit dilakukan karena adanya keterlibatan elite politik dan pengambil kebijakan dalam bisnis tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Batu bara melalui keberadaan PLTU ditambah dengan kebakaran hutan menurut lembaga pemerhati lingkungan hidup itu juga telah merusak kualitas udara Indonesia. Polusi udara mengancam kesehatan dan mengganggu produktivitas masyarakat. Ditambahkan Greenpeace, sedikitnya 6.500 kematian dini diprediksi terjadi setiap tahunnya di Indonesia, akibat mengidap penyakit pernapasan yang disebabkan oleh polusi udara.

Greenpeace juga menyoroti soal percepatan infrastruktur yang seringkali mengabaikan hak-hak masyarakat lokal, seperti petani dan nelayan. Greenpeace memaparkan beberapa contoh, di antaranya perencanaan pembangunan PLTU Batang yang menggusur petani dan nelayan, kriminalisasi aktivis penolak PLTU di Cirebon/Indramayu, tambang emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi, dan juga di Surokonto, Jawa Tengah dengan tuduhan yang sama sekali tidak masuk akal.

Mengupas penanganan sampah plastik

Persoalan sampah plastik yang sudah menyentuh titik krisis menurut Greenpeace juga luput dari perhatian kedua calon presiden. Pemerintah sudah menyatakan komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada 2025, tapi rincian aksi konkret belum terlihat, demikian klaim Greenpeace.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kalah jauh dengan sejumlah pemerintah daerah yang sudah menerapkan kebijakan larangan kantong plastik. Perlu langkah nyata demi menyelamatkan daratan dan lautan dari invasi sampah plastik. Demikian dikutip dari keterangan pers yang dirilis Greenpeace.

Menurut pengamatan Greenpeace, pengendalian jumlah plastik sekali pakai dengan fokus pada pengurangan sampah plastik belum menjadi langkah utama yang diambil. Produsen kebutuhan sehari-hari khususnya harus didorong untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, beralih ke model bisnis yang lebih berkelanjutan, serta bertanggung jawab atas sampah dari produk-produk yang mereka hasilkan seperti yang tertuang pada UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Greenpeace menyimpulkan, secara keseluruhan, komitmen untuk mengatasi perubahan iklim di kedua kubu paslon tidak terlihat. Padahal Indonesia meratifikasi Kesepakatan Paris, dan berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29%. "Komitmen penurunan emisi tidak akan tercapai, jika arah pembangunan masih berbasis pada energi fosil dan rencana ekspansi biofuel yang berdampak pada pembukaan lahan besar-besaran. Kedua kandidat masih punya PR yang besar untuk memperbaiki janji-janji program kerja mereka jika ingin memenangkan bumi dan masa depan lingkungan Indonesia.” tandas Leonard.

ap/ml(Sumber:Greenpeace)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada