Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Manipulasi "Deepfake" Semakin Sulit Diungkap

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Manipulasi
Iklan

Zaman sekarang, sebuah foto sudah cukup untuk membuat video palsu. Itu sebenarnya mengesankan. Karena dengan inteligensia artifisial, program khusus dalam tiga menit bisa membuat foto manapun tampak hidup seperti video, dan mengontrolnya dari jarak jauh.

Video palsu bahkan ada yang bisa dibuat dalam waktu kurang dari tiga menit. Itu menunjukkan apa yang sudah bisa dicapai teknologi ini, di zaman sekarang.

Baca Juga:

Ahli teknologi media Touradj Ebrahimi dan timnya yang terdiri dari sejumlah spesialis terutama berusaha mendeteksi "deepfake", atau kepalsuan mendalam semacam ini, secara otomatis. Ini sangat penting bagi masa depan.

"Detektor 'deepfake' tidak akan sempurna. Tapi akan bisa mengungkap kepalsuan dalam sebagian besar video palsu. Kerap itu sudah cukup,“ demikian diungkap Touradj Ebrahimi dari Multi Signal Processing Group, EPFL.

Detektor harus makin canggih

Ia menambahkan, yang penting, detektor ini harus mampu terus mengembangkan diri selangkah dengan perkembangan teknologi "deepfake." Jadi terus-menerus membandingkan dan memperbaiki diri.

Baca Juga:

"Deepfake" juga jadi masalah bagi perekonomian. Tepatnya, mengungkap gambar palsu sekarang semakin penting. Apalagi dalam urusan seperti penipuan asuransi. Oleh sebab itu, para ahli gambar mencari jalan untuk bisa melacak tanda-tanda tertentu dalam sebuah gambar, yang bisa mengatakan dengan jelas, bahwa sebuah gambar palsu.

Piranti lunak cerdas yang bisa mengungkap kepalsuan mendapat sejumlah besar gambar dan video palsu, dan belajar untuk mengenali anomali. Begitu sebuah tanda kepalsuan terdeteksi, sebuah kotak berwarna merah menunjukkan, pada gambar itu ada yang dimanipulasi.

Ebrahimi menjelaskan juga, "Sekitar enam bulan lalu, video 'deepfake' masih bisa dideteksi dengan mudah. Gambarnya agak terganggu, jadi bisa dilihat dengan mudah, ada yang tidak benar.“

Tapi sekarang, video-video itu sudah hampir sempurna. “Hanya dalam waktu 3 sampai 9 bulan, 99,9% orang tidak akan sadar lagi, jika mereka melihat video palsu" ditegaskan Ebrahimi.

Informasi palsu tersebar lewat media sosial

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi ini masa-masa kelam bagi para pengecek fakta. Di layanan pengecekan fakta Mimikama, "deepfake" belum jadi bagian pekerjaan sehari-hari. Tapi jika tidak ada program baru untuk mengenali video-video palsu tentu akan sulit, begitu dikatakan pakar media André Wolf.

"Harapan saya, kami juga akan memperoleh alat kerja lebih baik di masa depan, jika teknik semakin mudah dan tambah baik, supaya kami bisa mengenali kepalsuan dengan mudah."

Karena begitu banyak informasi palsu menyebar cepat lewat media sosial, sebagai pengguna, orang harus kenal beberapa aturan penting.

Pengguna harus kritis

Awalnya, selalu tergantung setiap orang, kata André Wolf dari Mimikama. “Saya harus kenal diri saya dan bagaimana saya mengkonsumsi media. Karena kita tertipu terutama dalam topik-topik yang kita suka. Juga pada media-media tertentu, yang kita percaya.“

Hal ke dua adalah, kita harus meneliti, siapa penulisnya, jadi dari mana asalnya. Orang juga harus mampu menggunakan mesin pencari di internet, sehingga bisa mengadakan perbandingan. Ini tentu juga terkait pencarian gambar. Yang juga penting adalah konsumsi infomasi. “Jika suatu kabar rasanya terlalu dramatis, coba tanyakan dulu orang yang lebih mengerti bidang itu," saran André Wolf.

Tapi bukan itu saja. Lebih banyak penyuluhan juga diperlukan. "Tentu saja kita ingin, agar di sekolah-sekolah ada penyuluhan. Namun ada masalah lain lagi. Kita kerap mengatakan, di Facebook banyak berita palsu yang seliweran. Tapi itu letak masalahnya. Kaum remaja tidak menggunakan Facebook.“

Yang menggunakan Facebook adalah orang yang berusia antara 35 dan 55. Sekarang kita lihat masalahnya. Kita kurang mengadakan penyuluhan bagi orang dewasa." Sayangnya, salah duga hanya kelihatan setelah sesuatu terjadi. (ml)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada