Kebakaran hutan dan lahan semakin merajalela seiring kekeringan ekstrem di berbagai penjuru dunia. Api saat ini berkobar di Cile dan Australia di tengah teriknya musim panas di belahan selatan. Dikhawatirkan, kebakaran hutan akan semakin mencuatkan pencemaran gas rumah kaca oleh aktivitas manusia.
Dalam sebuah riset tentang kebakaran hutan yang dirilis Januari 2022 silam, peneliti di University of Melbourne memperingatkan betapa "perubahan iklim melampaui kapasitas sistem sosial dan ekologis kita untuk beradaptasi," dan bahwa kemampuan manajemen api berada "di persimpangan."
Berikut adalah sejumlah solusi pencegahan yang mulai diakui di seluruh dunia.
Melawan api dengan api
Pembakaran vegetasi hutan secara terukur di musim dingin atau musim hujan bisa mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan di musim panas. Metode ini mengurangi sebanyak mungkin elemen organik yang bisa menjadi bahan bakar. Pembakaran terukur sudah sejak lama dipraktekkan di AS, Australia, Portugal, Spanyol, Kanada, Prancis, dan Afrika Selatan.
"Strategi ini sangat efektif mengurangi intensitas dan daya rusak api," menurut Victor Resco de Dios, guru besar manajemen kehutanan di Univerisity of Lleida, Spanyol. "Namun, pembakaran terukur hanya akan ampuh jika dilakukan dalam skala spasial yang luas untuk bisa efektif," imbuhnya.
Dia memperkirakan, Eropa harus membersihkan lahan seluas 1,5 juta hektar untuk "bisa mengurangi risiko bencana secara substansial."
Cara ini bukan tanpa risiko, terutama ketika kekeringan juga melanda di musim dingin atau musim penghujan. Pada Mei 2022, operasi pembakaran terukur oleh Dinas Kehutanan AS menyebabkan kebakaran hutan terparah dalam sejarah negara bagian New Mexico. Akibatnya, pemerintah mengumumkan "masa jeda" untuk program tersebut.
Teknologi drone atasi ketiadaan akses
Salah satu kesulitan terbesar mencegah karhutla adalah minimnya akses untuk pemantauan secara efisien di dalam hutan. Untuk menanggulanginya, dinas pemadam mulai menggunakan drone untuk mendeteksi kemunculan api sejak dini. Proyeknya sudah dimulai di Finlandia, di mana hutan menutupi 75 persen wilayah negara.
"Kami mengembangkan teknologi drone berbasis kecerdasan buatan untuk mendeteksi dini dan memperkuat kesadaran ruang ketika memadamkan kebakaran," kata Professor Eija Honkavaara dari Institut Riset Geospasial Finlandia, NLS, salah satu kelompok periset yang dilibatkan dalam proyek tersebut.
"Drone bisa membantu kita menyediakan informasi secara cepat tentang bagaimana medan api bergerak dan seberapa tinggi atau panas api berkobar," imbuhnya. Selain kamera optik, drone juga bisa dilengkapi dengan sensor dan laser yang bisa menembus kabut asap di tengah kebakaran hutan.
Pengelolaan hutan yang ramah iklim
Untuk reboisasi dan industrialisasi hutan, pakar lingkungan kini menganjurkan untuk mendahulukan spesies pohon dan tanaman yang lebih tahan kering untuk meminimalisir risiko kebakaran. Kemampuan regenerasi ekosistem Bumi tidak lagi bisa dijamin dengan maraknya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
"Kita harus menanam dengan spesies yang berasal dari kawasan kering," kata Resco de Dios dari Univerisity of Lleida. "Kita tidak lagi bisa menanam spesies lokal, tapi dengan yang tumbuh di lokasi kering, agar mereka bisa beradaptasi dengan iklim di masa depan."
Menurut riset tentang kebakaran hutan 2019 yang dikenal dengan sebutan "musim panas gelap" di Australia, sebanyak lebih dari 250 spesies tanaman lokal menghadapi kepunahan, karena tidak lagi mampu beregenerasi secepat datangnya kebakaran hutan.
"Kita harus berpikir bahwa iklim di masa depan tidak lagi cocok untuk sebagian spesies yang tumbuh saat ini dan mulai menyiapkan rencana untuk menanggulanginya," kata Resco de Dios. "Jika kita hanya menanam pohon dan lalu mengabaikannya, kita hanya membibit kebakaran hutan di masa depan."
(rzn/as)