Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EMPAT ahli dari Institut Teknologi Bandung sampai harus didatangkan ke Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu pekan lalu. Di ruang Angling Darmo, kantor pemerintah daerah Bojonegoro, pengetahuan mereka tentang pengolahan air dan kelautan dibutuhkan PT Meranggi Energy buat meyakinkan para pejabat Bojonegoro agar menerima proyek yang ditawarkan perusahaan itu.
Siang itu, di depan Bupati Bojonegoro Su yoto, kontraktor yang bergerak di bidang industri minyak dan gas ini punya gawean pen ting. Mereka mempresentasikan proyek penyu lingan air laut buat memasok kebutuhan air di lapangan minyak Banyu Urip, Blok Cepu. Dimulai pukul sepuluh pagi, Su yoto menjadi moderator dalam persamuhan itu. "Meski cuma presentasi, acara ini pen ting," kata politikus Partai Amanat Nasional ini.
Maklum, hingga detik ini, kepastian sumber pasokan air buat Blok Cepu masih menggantung. Sudah enam bulan, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi belum memutuskan urusan ini. Gara-gara tarik-ulur ini, proses tender buat rekayasa, peng adaan, dan konstruksi infrastruktur Blok Cepu urung dilaksanakan.
Rencana semula, kebutuhan air buat Lapangan Banyu Urip akan diambil dari Bengawan Solo. Mobil Cepu Limited-anak usaha ExxonMobil Indonesia yang menjadi operator Blok Cepu-akan membuat waduk untuk menampung air itu. Proyek ini sesuai dengan rencana pengembangan Blok Cepu yang sudah disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Darwin Zahedy Saleh, Desember tahun lalu.
Suplai air dibutuhkan buat diinjeksikan ke reservoir. Tujuannya buat meningkatkan tekanan di dalam sumur, sehingga bisa memicu produksi minyak. Setelah rencana pengembangan disetujui, proyek rekayasa, pengadaan, dan konstruksi infrastruktur di Banyu Urip semestinya ditenderkan pada awal tahun ini.
Namun Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi urung memberikan lampu hijau karena belakangan muncul usul baru. Didukung Meranggi Energy, Perusahaan Daerah Air Minum Bojonegoro menawarkan agar pasokan air diambil dari air laut. "Pemerintah daerah memaksa agar mereka yang mengerjakan proyek ini," kata sumber Tempo. Rencana ini ditentang banyak pihak, termasuk Mobil Cepu Limited.
Itu sebabnya, Meranggi minta waktu memaparkan proyek itu di depan pejabat Bojonegoro. Hampir semua pejabat daerah itu, termasuk beberapa anggota Dewan, hadir dalam pertemuan pada Rabu siang itu. Di deretan depan duduk External Relations Manager Mobil Cepu Limited Deddy Affidick, Komisaris Meranggi Arif Nur S., serta Hadi Ismoyo, Ketua Badan Kerja Sama Badan Usaha Milik Daerah pengelola Blok Cepu. Sugeng Suparwoto, Direktur PT Surya Energi Raya-mitra yang merapat ke PT Asri Darma Sentosa, perusahaan daerah Bojonegoro yang terlibat proyek Cepu-juga hadir.
Sesaat setelah pertemuan dimulai, Bagus Budi Warsito, ahli water treatment dari ITB, menyampaikan aspek teknis dari proyek yang ditawarkan Meranggi. Pertemuan diselingi dialog alot. Sebagian besar menolak usul Meranggi. "Proyek ini melenceng dari rencana pengembangan," kata Hadi Ismoyo. Dia berpendapat, penyediaan air buat Blok Cepu tetap berasal dari Bengawan Solo. Tanpa jeda istirahat, pertemuan itu baru bubar empat jam kemudian.
Hadi hadir mewakili empat badan usaha milik daerah dari dua kabupaten dan dua provinsi, yakni PT Asri Darma Sentosa (Bojonegoro), PT Blora Patra Gas (Blora), PT Jatim Utama Cendana (Jawa Timur), dan PT Sarana Pembangunan (Jawa Tengah). Empat perusahaan daerah itu menggenggam 10 persen saham di blok itu. ExxonMobil, sebagai operator, punya 45 persen. Pertamina EP Cepu kebagian 45 persen.
Sejumlah angota Dewan juga menolak proyek yang diusung Meranggi. Dari hitungan mereka, biaya proyek penyaringan air laut bisa lebih mahal. Apalagi panjang pipa yang dibutuhkan buat mengalirkan air laut berubah. Semula, untuk mengalirkan air laut dari Tuban ke Bojonegoro dibutuhkan pipa 73 kilometer. Rupanya, air laut hendak dialirkan dari Rembang, yang jaraknya 95 kilometer dari Bojonegoro.
Arif Nur S., Komisaris Meranggi, mengaku tidak mau ambil pusing atas penolakan itu. "Kami tidak menawarkan, apalagi sampai memaksa agar proyek ini dipakai di Blok Cepu," ujarnya.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan Meranggi gencar sowan kiri-kanan. Dua hari sebelum pertemuan Bojonegoro, perusahaan yang belum berusia dua tahun ini datang ke Surabaya. Di kota itu, Meranggi memaparkan proyek penyulingan air laut buat Blok Cepu di depan Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Panglima Kodam Brawijaya Mayor Jenderal TNI Suwarno.
Kemunculan Meranggi menarik perhatian lingkungan BP Migas. Di institusi itu berembus kabar, perusahaan tersebut ada hubungannya dengan politikus di Senayan. "Terkait dengan Setya Novanto," kata sejumlah sumber di institusi itu. Keberadaan Setya di balik Meranggi juga dibenarkan salah seorang yang dekat dengan lingkaran Istana.
Arif Nur menepis kabar itu. Begitu pula Setya Novanto. Meski Nova Group-salah satu perusahaannya-bergerak di industri minyak dan gas, Setya membantah bahwa Meranggi anak usaha Nova. "Saya tidak punya perusahaan tersebut," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR itu, Jumat sore pekan lalu, kepada Fery Firmasyah dari Tempo. Alamat Meranggi juga misterius. Dalam akta pendiriannya, per usahaan ini cuma mencantumkan domisili di Jakarta Selatan, tanpa alamat jelas. Setelah ditelusuri, juga tidak ditemukan nama direksi, seperti yang tertera pada alamat di akta.
Sumber lain mengatakan, gara-gara ada sosok politikus di belakang Meranggi, Priyono mendapat tekanan politik. Soal pengaruh politik ini, Priyono mengaku tidak jadi masalah. "Selama membawa kebaikan buat rakyat," katanya, "dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan."
Pada Kamis sore pekan lalu, Meranggi datang ke gedung Patra Jasa, bertemu petinggi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perwakilan Mobil Cepu hadir dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua setengah jam itu. Rudi Ru biandini, dosen perminyakan dari Institut Teknologi Bandung, diundang sebagai ahli. "Saya diminta oleh BP Migas mengkaji dua opsi tersebut," katanya.
Menurut hitungan Rudi, biaya yang dikeluarkan untuk memakai air Be ngawan Solo justru lebih mahal. Sebab, kata Rudi, air itu harus digarami terlebih dulu agar memiliki kualitas yang sama dengan air yang ada di reservoir. Tidak boleh diinjeksikan langsung. Biaya operasional itu belum termasuk dana membuat waduk buatan yang, menurut perkiraannya, bisa menghabiskan US$ 90 juta.
Sedangkan bila memakai air laut dibutuhkan dana Rp 1,1 triliun buat memasang pipa sepanjang 95 kilometer. Tapi biaya operasionalnya lebih murah. Sebab, menurunkan kadar garam air laut melalui metode reverse osmosis adalah teknologi yang paling murah saat ini. "Tapi Meranggi tidak mau membuka berapa biaya yang mereka tawarkan," kata sumber yang ikut dalam pertemuan itu.
Rudi lalu mengusulkan agar skema pemakaian air sungai dan air laut digabungkan. "Tidak aman bila bersandar pada satu sumber saja," ujarnya. Harus ada cadangan, misalnya bila musim kemarau datang. Bila skema ini yang dipakai, mau tidak mau harus dibangun waduk buatan untuk menampung air sungai sekaligus alat desalinasi, serta pipa buat mengalirkan air.
Biaya kapital yang dibutuhkan untuk menjalankan dua opsi ini, kata dia, masih lebih murah ketimbang memakai air sungai. Estimasinya sekitar Rp 1,3 triliun. Dengan skema ini, pemakaian air laut akan memakan porsi terbesar sehingga air sungai yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. "Jadi biaya operasional untuk menggarami air tidak terlalu besar," ujarnya.
Di sisi lain, air laut yang sudah didesalinasi bisa dipakai buat masyarakat di tiga kabupaten yang dilalui oleh pipa tersebut. "Dari biaya bukan paling minimum, tapi dari aspek sosial memperoleh hasil optimum," ujar Rudi. Perusahaan Daerah Air Minum Bojonegoro memang punya proyek menyediakan air bersih buat warga di sana.
Sumber Tempo mengatakan, bila proyek ini disetujui, Mobil Cepu-sebagai operator-diharuskan membeli air yang diambil dari laut itu. "Kalau akhirnya kami harus membeli, uang yang kami keluarkan buat membeli air per meter kaki kubik itu tetap masuk dalam skema cost recovery," kata Maman Budiman, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia.
ExxonMobil bukannya tidak punya hitung-hitungan. Menurut Maman, sejak sembilan tahun lalu, perusahaan mi nyak dan gas asal Amerika Serikat ini sudah mengkaji kemungkinan penggu naan air laut buat kebutuhan proyek Cepu. "Tapi jatuhnya lebih mahal," kata nya.
Argumen ExxonMobil, untuk menyediakan kebutuhan air buat diinjeksikan ke reservoir, air yang diambil dari Benga wan Solo tidak perlu didesalinasi lagi, sehingga tidak menelan biaya operasional yang mahal. Tapi asumsi Meranggi dan Rudi, air dari Bengawan Solo masih memerlukan penggaraman, sehingga jatuhnya lebih mahal.
Asumsi Rudi, bila tidak digarami, air yang diinjeksikan akan menutup pori-pori batuan. Sedangkan versi Exxon, struktur batuan di sana tidak mengandung tanah liat, sehingga tidak memerlukan air yang mengandung garam.
Dalam pertemuan pada Kamis sore itu, Kepala BP Migas Raden Priyono mengingatkan agar Mobil Cepu hati-hati. "Bila ternyata suatu hari membutuhkan penggaraman, itu suatu kebohongan," ujar Priyono. Badan Pelaksana ini meminta semua pihak legawa menerima apa pun hasil keputusan nanti.
Yang jelas, dari lima proyek konstruksi, baru tiga yang disetujui, yakni proyek fasilitas pengolahan produksi, jalur pipa darat, dan pipa lepas pantai. Rencananya, awal Januari nanti, pemenang kontrak diumumkan. Targetnya, 36 bulan setelah itu, dari lapangan itu mengalir minyak mentah 165 ribu barel per hari.
Dengan catatan, pada bulan ke-25 setelah Januari tahun depan, harus ada pasokan air buat menguji sistem yang sudah terpasang di fasilitas produksi. Bila tidak, proyek rekayasa, peng adaan, dan konstruksi fasilitas peng olahan produksi bisa terhambat. Buntutnya, jadwal produksi bisa meleset. Potensi kerugian akibat keterlambatan produksi US$ 2 juta per hari.
Apalagi, bukan tidak mungkin, rencana pengembangan Cepu harus diubah lagi bila sumber pasokan air berubah. Kalau sudah begini, pemerintah harus sigap mengambil sikap agar produksi Cepu bisa ditingkatkan.
Yandhrie Arvian, Sujatmiko (Bojonegoro)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo