Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalin kemitraan dengan Konservasi Indonesia (KI) dalam pelaksanaan program Blue Halo S. Kesepakatan ini diresmikan pada side event Konferensi Tingkat Tinggi COP28 UNFCCC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Blue Halo S, yang diluncurkan pada tahun lalu, bertujuan untuk menjaga dan mengelola Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572, meliputi wilayah barat Sumatra dan sebagian Selat Sunda. Kemitraan ini melibatkan OceanX, sebuah organisasi global untuk eksplorasi laut, sebagai mitra utama dalam penelitian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui program Blue Halo S, Indonesia ingin mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan ketahanan iklim, dan merancang strategi investasi serta ekonomi biru yang berkelanjutan.
Senior Vice President dan Eksekutif Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany, mengatakan pentingnya pengetahuan melalui eksplorasi dalam menjaga ekosistem laut. "Menyadari status Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia, kami mengakui keberadaan banyak wilayah laut dalam yang belum dipetakan dan dijelajahi," Meizani menuturkan, dikutip melalui keterangan tertulis pada Jumat, 15 Desember 2023.
Proyek percontohan Blue Halo S akan difokuskan di pesisir barat enam provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, dan Banten, mencakup 125 ribu hektar terumbu karang. Wilayah ini merupakan empat dari 50 ekosistem terumbu prioritas dunia dan menjadi tempat tinggal bagi 15,4 juta warga pesisir.
OceanX berencana membawa kapal eksplorasi canggih, OceanXplorer, ke Indonesia pada tahun mendatang, dilengkapi dengan teknologi terbaru untuk penelitian aset bawah air, analisis eDNA, pemetaan akustik, dan kegiatan ilmiah di atas kapal.
Upaya kolaborasi ini tidak hanya melibatkan KKP, KI, dan OceanX, tetapi juga melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Fokus strategi adalah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga pemerintah, akademisi, dan komunitas lokal.