Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Gibran Ingin Lebur Ditjen Pajak dan Bea Cukai, Pengamat Sebut Belum Pasti Genjot Penerimaan Negara tapi...

Gibran Rakabuming mengungkapkan niatnya untuk melebur Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai menjadi Badan Penerimaan Negara.

24 Desember 2023 | 04.12 WIB

 Gibran Ingin Lebur Ditjen Pajak dan Bea Cukai, Pengamat Sebut Belum Pasti Genjot Penerimaan Negara tapi...
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Cawapres nomor dua, Gibran Rakabuming, mengungkapkan niatnya untuk melebur Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai menjadi Badan Penerimaan Negara (BPN) jika terpilih dalam Pilpres 2024. Sejumlah pengamat pajak buka suara soal ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pengamat pajak dari Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, mengatakan pembuat kebijakan akan mencari model kebijakan lain jika berbagai kebijakan pajak telah dicanangkan untuk meningkatkan tax ratio tapi hasilnya belum sesuai ekspektasi. Oleh sebab itu, kata dia, paslon nomor urut satu maupun dua mengagas pembentukan Badan Penerimaan Negara.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kebijakan tersebut berdasarkan beberapa riset empirik memang feasible dan realistis untuk dilakukan," ucap Prianto kepada Tempo, Sabtu, 23 Desember 2023. 

Dia menuturkan berdasarkan riset dan fakta empirik di banyak negara model, Badan Penerimaan Negara berkaitan dengan konsep kelembagaan semi-autonomous revenue authority alias SARA. Adapun salah satu tujuan adalah untuk meningkatkan tax ratio.

"Tidak semua riset menunjukkan SARA pasti menggenjot penerimaan negara, tapi ada sisi efisiensi dan keefektifan yang dapat dijalankan ketika dibentuk BPN karena tugasnya lebih fokus ke revenue productivity," ujar Prianto.

Dia menuturkan, fokus dari Badan Penerimaan Negara berfokus adalah revenue productivity sehingga fokusnya lebih kepada sisi penerimaan pajak. Selain itu, BPN bertanggung jawab langsung kepada presiden.

"Sementara itu, Kemenkeu yang membawahi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai saat ini concern juga dengan sisi pengeluaran," ujar Prianto. 

Dengan begitu, kedua direktorat jenderal tersebut bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan. "Jadi dengan pembentukan BPN sesuai model SARA, ada peningkatan kewenangan karena status kelembagaannya lebih tinggi," ujar Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) ini.

Sementara itu, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan isu pembentukan Badan Penerimaan Negara adalah isu lama yang diputar terus. Wacana pembentukan BPN bukan ide baru.

"Apakah akan mampu menggenjot penerimaan negara? Dahulu isu BPN muncul karena DJP (Direktorat Jenderal Pajak) sulit melakukan rekruitmen pegawai jadi ada isu keterbatasan pegawai," ujar Fajry pada Tempo, Senin, 23 Oktober lalu.

Namun sekarang, kata dia, teknologi terus berkembang. Ditjen Pajak juga telah memiliki pembaruan sistem inti perpajakan atau PSIAP untuk mengurangi kebutuhan penggunaan pegawai. 

"Jadi, isu pembentukan BPN kini menjadi kurang relevan ya," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, Gibran Rakabuming Raka meyatakan dirinya dan Prabowo Subianto akan meningkatkan rasio dan penerimaan pajak jika terpilih di Pilpres 2024. Ini dilakukan dengan membentuk Badan Penerimaan Pajak yang langsung dikomandoi oleh presiden.

"Jadi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai akan dilebur jadi satu, sehingga fokus pada penerimaan negara saja, tidak akan mengurusi lagi masalah pengeluaran," kata Gibran dalam Debat Cawapres di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat pada Jumat, 22 Desember 2023.

Dalam dokumen visi-misi Prabowo - Gibran, tercantum poin yang menyatakan keduanya akan mendirikan Badan Penerimaan Negara. Dengan pembentukan BPN, Prabowo dan Gibran menargetkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 23 persen.

“Sebagian pembangunan ekonomi perlu dibiayai sebagian dari anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah perlu ditingkatkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak,” begitu bunyi salah satu poin dalam dokumen tersebut.

AMELIA RAHIMA | YOHANES MAHARSO

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus