Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Industri Keuangan Non-Bank Jadi Sorotan

OJK gagal mengawasi asuransi, dana pensiun, dan pinjol. Akibatnya muncul banyak kasus kejahatan di ketiga sektor tersebut.  

30 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kehadiran Badan Supervisi OJK diharapkan dapat memulihkan citra OJK dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

  • OJK gagal mendeteksi dini kejahatan di industri jasa keuangan.

  • Sebanyak 70 persen dana pensiun BUMN tidak sehat dan berpotensi merugikan negara.

JAKARTA — Kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi tiga sektor utama industri keuangan non-bank, yaitu asuransi, dana pensiun, dan teknologi finansial (fintech), dinilai rendah. Akibatnya, muncul banyak kasus kejahatan di ketiga sektor tersebut yang merugikan masyarakat.

“Berbagai kasus, seperti fraud Asuransi Jiwasraya, Bumiputera, dana pensiun BUMN, hingga jeratan pinjaman online, menimbulkan kerugian yang masif,” ujar Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah kepada Tempo, kemarin.

Kasus penyelewengan yang menimpa Jiwasraya bermula dari gagal bayar serta kelalaian pengelolaan investasi yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 16,8 triliun. Sedangkan asuransi AJB Bumiputera mengalami defisit keuangan sejak 1997, diikuti dengan gagal bayar klaim, sebelum akhirnya diselamatkan OJK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun dana pensiun pelat merah diterpa persoalan likuiditas hingga dugaan tindak pidana korupsi. Kementerian Badan Usaha Milik Negara bahkan mengungkapkan 70 persen entitas dana pensiun BUMN dalam kondisi sakit dan berpotensi merugikan negara. 


Terakhir adalah industri fintech lending atau pinjaman online yang mengenakan suku bunga pinjaman tinggi, penagihan yang mengancam konsumen, serta maraknya platform pinjol ilegal yang menipu masyarakat.

Tidak Mampu Mendeteksi Dini

Suasana kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, 2 Maret 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Said, OJK sering kecolongan saat melakukan deteksi dini dan antisipasi. Hal tersebut melatarbelakangi pembentukan Badan Supervisi OJK yang beranggotakan tujuh pakar dari lingkup akademikus, masyarakat, dan pemerintah.

Said berharap Badan Supervisi dapat menjalankan perannya dengan optimal, memperkuat pengawasan OJK, serta membantu DPR mengidentifikasi kinerja OJK. “Harapannya, ke depan, tidak ada lagi skandal-skandal besar di sektor keuangan serta peran OJK semakin baik, profesional, mitigatif, dan antisipatif.”

Anggota Komisi Keuangan DPR Hendrawan Supratikno mengimbuhkan setumpuk pekerjaan rumah menanti Badan Supervisi untuk memastikan pengawasan industri jasa keuangan berjalan baik. “Masalah-masalah yang dicermati DPR adalah kasus-kasus aji mumpung di industri jasa keuangan. Jangan sampai fraud berjalan lama tanpa terdeteksi,” katanya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan berbagai kasus yang terjadi di industri jasa keuangan, seperti kasus pada industri asuransi dan pinjol, telah menurunkan kepercayaan publik terhadap OJK. Karena itu, dia meminta Badan Supervisi memastikan OJK bekerja profesional. 

"Restrukturisasi dan pembenahan pengawasan OJK perlu segera direalisasi dengan menempatkan aspek pelindungan konsumen sebagai prioritas," ucap Bhima. 

Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo berujar keberadaan lembaga pengawas semacam Badan Supervisi OJK bukanlah hal baru. Lembaga serupa, tutur dia, ditemukan pula di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Selain untuk menambal celah kelemahan pengawasan, Badan Supervisi dibutuhkan untuk memastikan transparansi, kepatuhan, dan keseimbangan dalam pengambilan keputusan.

Dengan adanya pengawasan yang ketat, risiko kegagalan institusi keuangan pun dapat diminimalkan. Di samping itu, kepatuhan terhadap peraturan dan standar industri keuangan dapat meningkatkan kepercayaaan masyarakat terhadap industri keuangan digital, industri asuransi, perbankan, serta lembaga pembiayaan lainnya. 

“Pengawasan yang dilakukan pada akhirnya menciptakan industri keuangan yang stabil serta memberikan manfaat bagi perusahaan ataupun konsumen,” ucap Arianto.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus