Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gelombang penolakan dari pelaku usaha masih berlanjut.
Eksportir yang bandel terancam sanksi penangguhan pelayanan ekspor.
Insentif pajak dan suku bunga menanti eksportir yang patuh.
JAKARTA — Pemerintah bakal memberlakukan kewajiban menahan devisa hasil ekspor (DHE) milik eksportir selama minimal tiga bulan mulai 1 Agustus 2023. Hal itu sejalan dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019.
Pemerintah tak ingin membiarkan celah bagi eksportir untuk tidak mematuhi ketentuan DHE tersebut, dengan menyiapkan aturan main ketat dari berbagai aspek pelaksanaan kebijakan ini. Sebagai aturan turunan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di antaranya telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73 Tahun 2023 tentang Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif atas Pelanggaran DHE SDA.
“Jika tidak memenuhi aturan DHE, akan dijatuhi sanksi berupa penangguhan pelayanan ekspor atau penundaan ekspor sampai dengan eksportir mengikuti aturan DHE yang berlaku,” ujarnya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Ketar-ketir Devisa Hasil Ekspor Dicabut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mekanisme pengenaan dan pencabutan sanksi dilakukan dengan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi untuk penyampaian dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil pengawasan tersebut kemudian diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Ditjen Bea dan Cukai nantinya menyampaikan pengenaan maupun pencabutan sanksi kepada eksportir serta kementerian/lembaga terkait.
Adapun eksportir yang memiliki kewajiban memarkir DHE di dalam negeri adalah eksportir dengan nilai ekspor lebih dari US$ 250 ribu per dokumen Pemberitahuan Pabeanan Ekspor (PPE). DHE ditempatkan dalam instrumen deposito valuta asing berjangka dengan tenor paling sedikit tiga bulan dengan nilai minimal 30 persen dari total ekspor.
Eksportir harus memasukkan dan menempatkan DHE itu ke dalam sistem keuangan Indonesia melalui rekening khusus di rekanan perbankan nasional atau lembaga jasa keuangan yang telah ditunjuk Bank Indonesia. Rekening tersebut harus tercakup dalam Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Adapun pada umumnya DHE SDA digunakan untuk pembayaran bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, keuntungan atau dividen, serta keperluan lainnya.
Jika pembayaran dilakukan menggunakan escrow account atau rekening bersama, eksportir wajib membuka akun tersebut pada LPEI maupun bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Jika eksportir sudah memiliki escrow account di luar negeri, diwajibkan untuk memindahkannya ke instrumen keuangan di dalam negeri.
Baca juga: Ikhtiar Menambah Cadangan
Insentif bagi Eksportir yang Patuh
Menkeu Sri Mulyani memberikan keterangan disaksikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers tentang Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alamdi Jakarta, 28 Juli 2023. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Di sisi lain, pemerintah juga menyiapkan skema insentif bagi eksportir yang mematuhi kebijakan penempatan DHE. “Ada fasilitas tambahan, yaitu insentif perpajakan, lalu pemberian status eksportir sebagai eksportir bereputasi baik dan insentif lain yang dapat dikeluarkan kementerian/lembaga lain,” ucapnya.
Besaran insentif pajak nantinya beragam dan bergantung pada tenor penempatan DHE yang dipilih eksportir. Adapun tenor yang tersedia dalam penempatan DHE mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan lebih dari 6 bulan. Sebagai contoh, jika eksportir memilih tenor 1 bulan, pemerintah akan memberikan diskon pajak penghasilan (PPh) atas bunga deposito hingga setengahnya, yaitu dari semula 20 persen menjadi 10 persen.
Berikutnya, untuk tenor 3 bulan, insentif pajak yang diberikan lebih besar, yaitu PPh atas bunga deposito menjadi 7,5 persen. Jika eksportir mengkonversi dolar yang dimiliki ke dalam rupiah, PPh atas bunga depositonya menjadi 5 persen. Sedangkan untuk tenor 6 bulan, insentif yang diberikan lebih besar lagi, yaitu PPh yang dikenakan hanya sebesar 2,5 persen. Bagi eksportir yang mengkonversi dolar menjadi rupiah, PPh atas bunga deposito menjadi nol persen. Terakhir, untuk tenor di atas 6 bulan, tidak dikenakan PPh bunga deposito. “Insentif ini tentu agar eksportir merasa ini mekanisme yang adil,” kata Sri Mulyani.
Terakhir, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah telah menambahkan 260 pos tarif untuk jenis barang yang diatur dalam kewajiban DHE. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2023 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Sumber Daya Alam dengan Kewajiban Memasukkan Devisa Hasil Ekspor ke Dalam Sistem Keuangan Indonesia. Dengan demikian, total pos tarif yang masuk dalam DHE meningkat menjadi 1.545 pos tarif. Adapun secara garis besar, empat sektor komoditas wajib itu adalah sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
“Penetapan ini telah melalui koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang memiliki kewenangan pada sektor-sektor tersebut,” ucap Sri Mulyani. Dia merinci, untuk sektor pertambangan mengalami penambahan 29 pos tarif menjadi 209 pos tarif. Sektor perkebunan ditambahkan 67 pos tarif menjadi 567 pos tarif, selanjutnya sektor kehutanan ditambahkan 44 pos tarif menjadi 263 pos tarif. Terakhir, sektor perikanan ditambahkan 120 pos tarif menjadi 506 pos tarif.
Gelombang Penolakan Eksportir
Sementara itu, regulasi ketat mengenai kewajiban menahan DHE terus bergulir di tengah gelombang penolakan dari para pelaku usaha dan eksportir. Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri Indonesia Indonesia, Shinta W. Kamdani, mengatakan bahwa kebijakan DHE selama ini minim koordinasi dan sosialisasi dengan pelaku usaha.
“Kami belum mendapatkan daftar 1.545 barang yang akan diatur apa saja karena belum disebutkan dan disosialisasikan apa saja HS Code barang yang diatur,” kata Shinta. Di sisi lain, pelaku usaha juga mempertanyakan kebijakan sanksi administratif yang akan diberlakukan karena belum dilengkapi aturan turunan yang detail. “Kami kebingungan karena akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2023, sedangkan petunjuk teknis untuk penerapannya belum dikeluarkan.”
Di sisi lain, insentif yang diberikan pemerintah berupa diskon PPh menurut pelaku usaha tak sebanding dengan dampak negatif yang dialami jika menahan DHE. “Walau ada pengurangan PPh ataupun insentif lainnya, tetap saja arus kas akan terganggu,” ujar Shinta.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia Toto Dirgantoro mengimbuhkan, pemerintah tak bisa serta-merta mengabaikan kondisi eksportir, khususnya terkait dengan manajemen arus kas dan biaya selisih kurs yang harus ditanggung. “Kalau (devisa) masuk, kami kena kurs jual dan kurs beli. Seharusnya pemerintah dan Bank Indonesia memberikan solusi kurs tengah bagi para eksportir agar tidak kena kurs dobel,” ucapnya.
Belum lagi bagi eksportir yang mendapatkan fasilitas pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga jasa keuangan di luar Indonesia juga harus memperhitungkan efisiensi dari operasional dan perpindahan arus kas yang dimiliki. “Misalkan dana cair di luar karena kebutuhan bahan baku harus buka letter of credit di sana, ini kan supaya memudahkan dan menghemat biaya bagi pelaku usaha.”
Toto berharap pemerintah mempertimbangkan kendala yang dihadapi para eksportir dan membantu memberikan solusi yang sepadan. “Kalau insentif perpajakan yang disebutkan itu biasa saja, masih bisa diperhitungkan, tidak begitu signifikan.”
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo