Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia atau PSI, Sigit Widodo, curhat soal hal yang tidak mengenakkan saat melakukan perjalanan mudik Lebaran 2023. Dia menjadi korban yang dithuthuk atau dipaksa membayar dengan harga mahal saat makan di salah satu rumah makan di rest area KM 86A Tol Cipali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Buat yang sedang istirahat di rest area KM 86A Cipali dan ingin ngirit, saya sarankan jangan makan di sini,” cuit Sigit melalui akun Twitter pribadinya @sigitwid, sambil mengunggah gambar papan nama RM Hadea pada Sabtu, 22 April 2023 lalu. Tempo diizinkan mengutip cuitan yang berkembang viral tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sigit mengatakan bahwa dia membeli dua porsi nasi ayam dan teh dalam kemasan dengan harga Rp 155 ribu. “Dan penjualnya ngotot dibayar setelah makan.” Namun, dia berujar, jika pelanggan sedang ingin beramal, boleh saja untuk makan di tempat makan tersebut.
Dari hitungan Sigit, kalaupun pengelola tempat makan mematok harga lebih mahal dari standar ayam goreng yang dijual oleh pebisnis franchise, total harga yang dikenakan ke pelanggan seharusnya hanya sekitar Rp 116 ribu. Bila harga jual ditambah dengan PPN 11 persen, maka total harga yang harus dibayar pelanggan maksimal menjadi Rp 118,2 ribu.
Belakangan, orang yang diduga salah satu pekerja atau pemilik RM Hadea itu menanggapi cuitan Sigit. Akun bernama @devinur098 itu menyampaikan permohonan maaf.
Harga makanan di restoran adalah flat rate
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusra buka suara menanggapi cerita Sigit yang harus membayar mahal pesanan makanannya di salah satu rumah makan di Rest Area KM 86A Tol Cipali akhir pekan lalu. Maulana menjelaskan, ketentuan harga makanan di restoran berbeda dengan tiket pesawat atau memesan kamar hotel.
“Sebenarnya begini, jika di restoran itu kita kan tahu harga itu adalah flat rate. Jadi enggak mungkin ada terjadi perubahan apapun kecuali tax and service-nya saja,” ujar Maulana ketika dihubungi, pada Senin, 24 April 2023.
Menurut dia, harga makanan di restoran berbeda dengan tiket pesawat dan kamar hotel yang menggunakan dynamic rate, harga bisa berubah dengan cepat. Peningkatan harga tiket pesawat dan kamar hotel itu menuju ke publish rate, dan bisa jadi harganya berubah tiap hari.
“Jadi kalau yang seperti ini (kejadian restoran di rest area), memang murni kesalahannya ada di pihak restoran itu pasti,” kata Maulana.
Restoran tidak boleh menaikkan harga karena momen lebaran
Dia menuturkan bahwa restoran tidak boleh menaikan harga secara semena-mena ketika permintaan pelanggan tinggi seperti momen mudik Lebaran. Karena, Maulana berujar, hal itu sudah pasti merugikan konsumen.
“Kalau restoran kan enggak punya itu (dynamic rate seperti tiket pesawat). Enggak boleh, konsep harganya enggak bisa seperti itu,” tutur Maulana.
Menurut Maulana, restoran tidak boleh memanfaat demand atau permintaan yang tinggi pada momen Lebaran 2023. “Enggak bisa dong (memanfaatkan demand). Kalau yang namanya restoran kan beda,” ujar Maulana saat dihubungi pada Senin, 24 April 2023.
Dia mencontohkan, jika seseorang ingin makan di restoran hotel dan restoran di luar hotel, itu sudah jelas berbeda. Masing-masing sudah melihat bagaimana konsumennya. Sementara di rest area, juga berbeda dengan restoran yang ada di dalam kota. Karena yang di rest area hanya ada di sepanjang jalan yang jaraknya jauh dan menjadi kebutuhan.
Ditambah lagi, kata Maulana, dengan momentum Lebaran 2023, di mana kemungkinan antara satu rest area dengan rest area lain terjadi trafik yang meningkat. “Ya tentu demand-nya bertambah. Cuma soal harga, sekali lagi saya bilang restoran itu kan enggak boleh punya harga (tinggi sekali), enggak ada tuh yang saya kenal restoran memiliki dynamic rate,” ucap dia.
Maulana melanjutkan, ketika harga makanannya sudah lebih tinggi dari hari-hari biasa, itu tidak boleh lagi dinaikan. Lain hal, menurut dia, jika harga dasarnya memang sudah tinggi dari sebelumnya. “Ini ceritanya berbeda. Kalau memang bener menaikan karena ada demand, ya kalau restoran yang dikelola secara profesional menurut saya enggak tepat,” tutur Maulana.
Maulana menuturkan, biasanya hal itu hanya terjadi pada pedagang-pedagang kecil yang memang memanfaatkan kunjungan dan kebutuhan orang di suatu destinasi wisata. Tujuan mereka, disebut Maulana, untuk mendapatkan income tambahan.
Harga nuthuk biasanya dilakukan pedagang kecil atau PKL
Menurut Maulana, peristiwa yang dialami Sigit itu biasanya terjadi pada kelompok pedagang kecil atau pedagang kaki lima (PKL) di daerah-daerah dengan destinasi wisata yang ramai. Seharusnya, jika restoran tersebut betul-betul dikelola secara profesional, kenaikan harga jual mendadak tak dilakukan.
“Itu yang sering menaikkan harga, minuman, makanan, karena orang lagi ramai. Tapi kalau yang diprofesionalkan itu mereka punya brand, ya harus mereka jaga,” kata Maulana.
MOH. KHORY ALFARIZI