Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian atau Menperin Airlangga Hartarto menanggapi adanya fenomena 9 pabrik tekstil yang kini tutup dalam kurun waktu 2018-2019 akibat serbuan impor. Dia mengatakan sejumlah pabrik yang tutup tersebut terjadi karena pabrik tekstil tak melakukan revitalisasi alat-alat mesin pabrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebagian pabrik kalah karena teknologinya lama sekali, dia tidak melakukan revitalisasi permesinan. Tetapi kalau yang revitalisasi permesinan dia cukup bagus," kata Airlangga ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta Pusat, Selasa 10 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Airlangga menjelaskan sebanyak 9 pabrik yang tutup tersebut terjadi untuk pabrik di industri tengah tekstil. Industri ini biasanya yang banyak memproduksi barang-barang seperti kain, benang dan produk printing. Tiga industri itulah yang kini tengah didorong untuk dilakukan revitalisasi.
Airlangga juga membenarkan bahwa pemerintah telah membuka impor tekstil. Impor dibuka khususnya terhadap importir umum. Dia mengatakan untuk melindungi produsen tekstil dalam negeri pemerintah akan melakukan harmonisasi antara impor dengan produksi dalam negeri.
"Untuk melindungi dari serbuan impor kami akan lakukan harmonisasi tarif. Itu yang kami jaga karena itu kan jadi bagian juga dari industri garmen," kata Airlangga.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat menyebutkan ada sembilan perusahaan tekstil terpaksa menutup usahanya dalam kurun 2018-2019 karena produk kain impor yang membanjir. Besarnya volume produk impor kain membuat industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri sulit bersaing karena harga kain impor yang lebih murah.
"Tidak ada pilihan lain selain menutup industrinya. Sekarang yang sudah tutup kami catat ada sembilan perusahaan yang hampir mendekati 2.000 orang (pekerja)," kata dia pada diskusi di Menara Kadin, Jakarta, Senin, 9 September 2019.
Akibat tutupnya perusahaan tekstil ini tentunya berdampak pada pemutusan hubungan kerja PHK) dan pengurangan lapangan kerja. Menurut Ade, industri tekstil saat ini lebih banyak berorientasi domestik, daripada ekspor. Produk dari industri yang berorientasi domestik ini memiliki kualitas barang yang belum memenuhi syarat ekspor, sehingga tidak ada pilihan untuk memasarkan di dalam negeri.
ANTARA