Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Achmad Zaky Mundur, Ini Kontroversi Bukalapak 10 Tahun Terakhir

Selama perjalanan 10 tahun ini tak hanya keberhasilan dicapai tapi ada sejumlah kontroversi terkait Bukalapak yang membetot perhatian publik.

10 Desember 2019 | 10.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Per 6 Januari 2020 mendatang Achmad Zaky efektif tak lagi menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Bukalapak. Ia digantikan oleh mantan Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin Muhammad Rachmat Kaimuddin.

Selama satu dekade membangun Bukalapak, Achmad Zaky mengaku sangat bangga karena bisa membawa perusahaan rintisan itu hingga dikenal di dunia. "Sekarang, kami mengajak Rachmat bergabung dengan Bukalapak karena kepemimpinannya bisa mengarahkan Bukalapak ke tingkat yang lebih hebat lagi," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin, 9 Desember 2019.

Selama perjalanan sepuluh tahun terakhir tak hanya keberhasilan dicapai tapi juga ada sejumlah kontroversi terkait Bukalapak yang membetot perhatian publik.

1. Kisah Sukses Bangun Bukalapak

Achmad Zaky saat membangun Bukalapak terilhami dari kehidupan konsumtif masyarakat Indonesia. Ia ingin menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang karena sebelumnya kesal dengan aktivitas warga di dunia maya yang hanya bermain di sosial media.

Terlebih semua aktivitas itu hanya konsumtif belaka. Apalagi dia melihat kalau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah saat itu belum melek pemasaran, manajemen, dan teknologi.

Oleh karena itu pada akhir 2009 bersama teman lamanya, Nugroho Herucahyono, ia merintis perusahaan rintisan atau startup Bukalapak.com. Saat itu ia mengaku sempat melihat daftar website e-commerce di Indonesia, tapi ternyata tidak ada satu pun perusahaan e-commerce yang besar.

Singkatnya pada awal 2010, orang yang telah bergabung ke Bukalapak.com mencapai 10 ribu pelaku UMKM. Usahanya pun berkembang, sehingga membuat beberapa investor datang guna menawarkan modalnya, seperti Softbank Corp dari Jepang dan Sequoia dari Amerika Serikat. Para investor itu pun masuk ya dalam putaran pendanaan pertama Bukalapak.

Dalam lima tahun kenaikannya pun mencapai 100 kali lipat dengan total anggota mencapai 500 ribu UMKM dari seluruh Indonesia. Pada saat itu setiap hari ada 1 juta pengunjung di lamannya dengan nilai transaksi mencapai Rp 4-5 miliar per hari.

Lalu pada tahun 2018, Bukalapak secara resmi mengumumkan menjadi salah satu perusahaan rintisan yang meraih status unicorn dengan valuasi US$ 1 miliar, dan membuatnya menjadi yang keempat di Indonesia selain Gojek, Traveloka, dan Tokopedia.

2. Tagar Uninstall Bukalapak

Nama Bukalapak menjadi perbincangan publik ketika 14 Februari 2019 lalu. Saat itu Achmad Zaky mengkritik minimnya dana riset dan pengembangan dalam negeri untuk menyongsong industri 4.0.

Dalam cuitannya melalui akun Twitter-nya saat itu, Achmad Zaky membandingkan data dana riset Indonesia dengan negara-negara lain.

Dari data itu diketahui dana riset dan pengembangan di Amerika sebesar US$ 511 miliar, Cina US$ 451 miliar, Jepang US$ 165 miliar, Jerman US$ 118 miliar, Korea US$ 91 miliar, Taiwan US$ 33 miliar, Australia US$ 23 miliar, Malaysia US$ 10 miliar, Singapura US$ 10 miliar, dan Indonesia US$ 2 miliar. "Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin," tulis akun @achmadzaky.

Cuitannya pun menimbulkan polemik dan beberapa jam viral terkait tagar  #uninstallbukalapak. Para warganet berbondong-bondong kampanyekan berhenti gunakan aplikasi Bukalapak.

Tak lama setelah itu Achmad Zaky menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menjelaskan cuitannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan Zaky, Jokowi mengajak publik untuk menyetop kampanye uninstall Bukalapak. "Stop," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu, 16 Februari 2019.

3. Isu Bukalapak Danai Organinasi Radikalisme

Nama Bukalapak kembali ramai dibicarakan karena diduga berafiliasi dengan kelompok radikal semacam ISIS dan HTI lantaran menyalurkan donasi melalui ACT. Narasi yang berkembang menyebutkan Bukalapak diduga telah menyalurkan bantuan ke Kota Allepo, di tengah markas ISIS, melalui sayap kanan ACT yang mendukung kelompok radikal.

Hal itu pun langsung dibantah oleh Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono memastikan kabar tersebut hoaks alias kabar bohong. "Informasi itu tidak benar dan dapat menyesatkan masyarakat," ujar Intan melalui pernyataan tertulis dalam pesan pendek, Selasa, 23 Juli 2019.

Menurut Intan, saat ini Bukalapak hanya bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan yang tersertifikasi pemerintah. Di antaranya Aksi Cepat Tanggap atau ACT, BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Kitabisa. Penyaluran donasi dilakukan melalui aplikasi.

4. Hilangnya Aplikasi Bukalapak dari Playstore

Aplikasi Bukalapak sempat hilang dari perbendaharaan Google Playstore pada Kamis, 19  September 2019, dan hanya terlihat aplikasi Mitra Bukalapak, yaitu digunakan khusus untuk para penjual. Sementara di Apple App Store, pengguna tetap bisa mengaksesnya dengan normal. Topik ini sempat hangat diperbincangkan netizen, terutama di media sosial Twitter. 

Head of Corporate Communications Bukalapak, Intan Wibisono meminta maaf dan menjelaskan bahwa hilangnya aplikasi Bukalapak dari Google Play Store tidak mempengaruhi kegiatan jual beli.

"Aplikasi Bukalapak saat ini sedang mengalami kendala untuk diunduh melalui Google Playstore namun tidak mempengaruhi kegiatan layanan jual beli di Bukalapak maupun operasional BukaBantuan yang dapat diakses dengan normal," kata Intan dalam pernyataan tertulis, Kamis, 19 September 2019. Lebih lanjut, Bukalapak telah bisa diunduh kembali oleh pengguna, dan tetap berjalan dengan normal.

5. PHK Karyawan Bukalapak

Pada akhir tahun 2019 nama Bukalapak tak sepi dari perbincangan. Terlebih perusahaan itu dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada beberapa karyawannya demi terus bisa bertahan dalam persaingan bisnis perusahaan e-commerce.

Hal itu dibenarkan Head of Corporate Communications Bukalapak, Intan Wibisono membenarkan ada sekitar 10 persen dari total karyawannya atau sekitar 250 orang yang dirumahkan. "Kecil sekali hanya sekitar 10 persen dari total karyawan 2500 orang yang kita punya.  Jadi, memang terbatas dan selektif sekali dan kita juga memang produk atau program yang kami lihat tidak menjadi prioritas atau menjadi fokus kami," kata Intan saat dihubungi, Selasa, 10 September 2019.

Bukalapak melakukan kebijakan untuk merumahkan karyawan secara bertahap dan terencana. Intan mengungkapkan, pihaknya juga telah mempertimbangkan keputusan tersebut demi kembali kepada strategi bisnis untuk bisa berjalan dan berkelanjutan.

Walaupun sedang melakukan pemutusan kerja kepada beberapa karyawannya, Intan menuturkan tetap melalukan rekrutmen pegawai baru untuk Bukalapak, dan membantah adanya kebangkrutan pada perusahaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus