Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
JAKARTA – PT Adhi Karya (Persero) Tbk menambah entitas anak perusahaan dengan melepas Departemen Transit Oriented Development (TOD) dan Hotel. Direktur Operasi II Adhi Karya, Pundjung Setya Brata, mengatakan kini Departemen TOD dan Hotel telah menjadi PT Adhi Commuter Properti (ACP). “Per 2 Juli sudah menjadi anak usaha,” ujar dia, kemarin.
Langkah pelepasan atau spin-off dilakukan agar perusahaan bisa berfokus mengembangkan hunian vertikal atau apartemen yang ada di kawasan stasiun kereta api ringan (light rail transit/LRT). Menurut Pundjung, perusahaan melihat ada potensi besar dalam pengembangan hunian yang terhubung dengan sarana transportasi massal. “Ini bisa menjadi tren utama karena transportasi massal ke depan akan jadi tumpuan masyarakat,” kata dia.
Adhi Karya bersama PT Kereta Api Indonesia (Persero) mendapat penugasan dari pemerintah untuk mengerjakan pembangunan prasarana kereta ringan di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Proyek yang menelan investasi sebesar Rp29,9 triliun itu terbagi menjadi dua tahap dengan panjang total 83,6 kilometer.
Tahap pertama meliputi rute Cibubur–Cawang, Bekasi Timur–Cawang, Cawang–Dukuh Atas dengan melalui 18 stasiun dan panjang 42,1 kilometer. Tahap kedua rutenya adalah Cibubur–Bogor, Dukuh Atas–Palmerah–Senayan, dan Palmerah–Grogol dengan panjang 41,5 kilometer.
Demi mendukung anak usahanya mengembangkan hunian apartemen, kata Pundjung lagi, Adhi Karya mengalihkan asetnya sebesar Rp 2,1 triliun. Sementara itu, liabilitas total mencapai Rp 995 juta. Saat ini, ACP sudah mempunyai 37 hektare lahan yang siap dikembangkan menjadi apartemen.
Dia menyatakan, dalam lima tahun ke depan, perusahaan dijadwalkan mengerjakan sembilan proyek hunian. “Kami ingin ACP bisa menjadi blue chip bagi induk usaha,” kata dia.
Direktur Utama Adhi Commuter Properti Amrozi Hamidi menambahkan, saat ini perusahaan sedang mengembangkan hunian di tiga kawasan, yaitu Bekasi Timur, Sentul, dan Jaticempaka. Dalam waktu dekat, kata dia, akan ada empat proyek lainnya yang segera dibangun. Amrozi menyebutkan hingga akhir 2018 perusahaan menetapkan target penjualan sebesar Rp 1 triliun. “Sampai Juni lalu penjualannya sudah Rp 153 miliar,” ucap dia.
Hunian TOD, Amrozi menambahkan, terbilang baru diterapkan di Indonesia. Dia mengatakan negara seperti Jepang dan Singapura sudah lebih dulu mengembangkan properti di kawasan yang tidak jauh dari titik transportasi massal. Amrozi optimistis konsep TOD bisa diterima pasar, apalagi Indonesia masih kekurangan hunian. “Harga properti kami masih relatif ringan, mulai dari Rp 260 juta hingga Rp 565 juta.”
ACP mempunyai lahan seluas 436 ribu meter persegi yang tersebar di tujuh lokasi. Amrozi menyebutkan nantinya akan ada tujuh proyek yang dikembangkan, tidak hanya di titik LRT, tapi juga di lokasi transportasi massal lainnya. Menurut dia, nilai total investasinya mencapai Rp 12 triliun.
Wakil Ketua Real Estate Indonesia, Mualim Wijoyo, menilai hunian berbasis vertikal atau apartemen akan menjadi tren ke depannya. Kendati konsep TOD masih baru, dia yakin pengembangan kawasan hunian yang memanfaatkan titik transportasi massal akan digemari. Menurut dia, Indonesia sudah tertinggal dalam pengembangan hunian TOD bila dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
Saat ini, kata dia, perusahaan milik negara tengah gencar mengembangkan konsep TOD. Namun Mualim memperkirakan tak lama lagi pengembang swasta pun akan ikut terlibat. “Kalangan generasi milenial yang akan menjadi targetnya,” ujar dia.
ADITYA BUDIMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo