Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasi II PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Pundjung Setya Brata, menanggapi kritik Wakil Presiden Jusuf Kalla soal biaya pembangunan Light Rail Transit Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi alias LRT Jabodebek yang dianggap kemahalan.
Baca juga: Adhi Karya Uji Coba LRT Cibubur - Cawang April 2019
"Kami sudah lakukan kajian, inilah yang paling optimum," kata Pundjung di Pabrik Precast LRT Jabodebek di Jakarta, Senin, 14 Januari 2019.
Menurut dia, perhitungan proyek LRT sudah mempertimbangkan banyak hal, mulai dari perimbangan antara capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex) model elevated yang dianggap paling efisien, kapasitas kereta, hingga teknologi yang digunakan.
Selain dianggap kemahalan lantaran per kilometer menelan biaya Rp 500 miliar, ada beberapa hal yang dipertanyakan oleh JK. Di antaranya alasan pembangunan LRT dilakukan di pinggir jalan tol. JK menilai khusus untuk konstruksi LRT di luar Jakarta bisa dibangun menapak di atas tanah saja agar tidak perlu seluruhnya dibangun secara layang atau elevated.
JK menilai biaya pembangunan yang sangat besar ini sangat tidak efisien dan bakal membuat biaya balik modal oleh Adhi Karya bakal berat. Dalam pembangunan LRT ini Adhi Karya memperoleh sindikasi pembiayaan dari 12 perbankan milik negara, swasta, dan asing sebesar senilai Rp 19,25 triliun. Pinjaman tersebut berjangka waktu 15 tahun dengan opsi bisa diperpanjang untuk tiga tahun tambahan.
Tapi Pundjung menjelaskan bahwa biaya Rp 500 miliar per kilometer adalah biaya yang paling efisien dari hasil kajian Adhi Karya. Biaya ini lebih murah ketimbang Mass Rapid Transit atau MRT Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia fase I yang mencapai Rp 1 triliun per kilometer. Bagaimanapun, kata dia, model pembangunan layang tetap jauh lebih murah ketimbang underground atau bawah tanah, maupun menapak di atas tanah yang bakal memakan biaya pembebasan lahan yang besar.
Pundjung juga menyebut biaya Rp 500 miliar per kilometer merupakan pembagian dari seluruh nilai operasi dengan panjang rel LRT yang mencapai 44,43 kilometer. Tapi di dalam angka tersebut itu, sudah termasuk biaya pembangunan stasiun hingga depo LRT. Di Depo ini, kata dia, dibangun banyak lintasan rel untuk menampung 31 rangkaian kereta nantinya. "Depo itu ga murah," ujarnya.
Terakhir, Pundjung mengatakan Adhi Karya melakukan perimbangan antara capex dan opex dalam pembangunan ini. Bisa saja capex terlihat besar, tapi itu digunakan agar biaya operasional nanti bisa lebih murah dan pelayanan pun bisa lebih optimum. Sebagai contoh, kata dia, LRT Adhi Karya nanti bakal menggunakan sistem persinyalan moving block yang memungkinkan waktu jeda kedatangan kereta atau headway bisa dalam hitungan menit saja.
Untuk itu, Pundjung yakin hitungan dari Adhi Karya dalam proyek ini cukup matang dan paling efisien di antara semua opsi. "Boleh juga dicek (dibandingkan) dengan LRT Kelapa Gading ke sana, kalau emang di sini kemahalan, ya katakan saja ke saya kalau kemahalan," ujarnya menanggapi kritik Jusuf Kalla.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini