Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Agar Pejabat Tak Selingkuh

Gaji pegawai Bapepam diperkirakan naik 400 persen. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyusul. Program reformasi akan terus berlanjut.

13 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARAS 49 pejabat baru eselon dua Departemen Keuangan, yang dilantik Jumat pekan lalu, tampak sumringah. Promosi jabatan jelas bakal mendongkrak pendapatan dan fasilitas. Makin berbunga-bunga pulalah kebahagiaan sebagian dari mereka karena, pada 31 Oktober lalu, seberkas surat penting telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Isinya meliputi kenaikan berlipat atas tunjangan kegiatan tambahan bagi pegawai di sejumlah lembaga, seperti Badan Pengawas Pasar Modal dan Lem-baga Keuangan, Direktorat Surat Berharga Negara, Biro Hukum, Peradilan Pajak, serta Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai.

Tunjangan itu menyangkut anggaran tambahan bagi pegawai dan pejabat untuk biaya transportasi, perumahan, kesehatan, uang makan, hingga pendidikan anak. Dengan tunjangan tambahan itu, menurut sumber Tempo, pendapatan seorang pejabat eselon satu bahkan bakal naik sekitar 400 persen. Dari semula hanya Rp 6 juta-7 juta, menjadi Rp 25 juta-30 juta per bulan.

Kebijakan remunerasi atau pemberian kompensasi atas hasil kerja ini merupakan kelanjutan program reformasi birokrasi di Departemen Keuangan. Sistem penggajian yang berlaku saat ini dianggap tidak memadai. Dengan gaji rendah, seorang pejabat eselon satu harus merangkap sebagai komisaris di beberapa perusahaan negara. ”Atau, dia mengepalai beberapa proyek pemerintah,” ujar seorang pejabat negara.

Rendahnya tingkat gaji ini menimbulkan kerawanan terjadinya ”selingkuh” antara pejabat yang bertugas meng-awasi pasar (saham dan uang) dan pengusaha. ”Di lembaga itu ada peluang korupsi atau penyogokan,” ujar Sri Mulyani suatu ketika. Karena itulah, reformasi birokrasi dan sistem penggajian harus dimulai dari lembaga yang berhubungan langsung dengan dunia bisnis dan pasar.

Perombakan paling awal dilakukan terhadap Direktorat Jenderal Pajak, sejak 2002. Berbarengan dengan itu, direktorat ini telah berhasil memodernisasi puluhan kantor, mencakup kantor pajak besar, menengah, dan kecil, untuk meningkatkan pelayanan kepada para wajib pajak.

Melalui program itu, setiap aparat yang bekerja di kantor pajak modern diperlakukan berbeda dengan kantor biasa. Mereka mendapat tunjangan tambahan, sekaligus sanksi jauh lebih berat jika melanggar, seperti tertuang dalam kontrak kerja yang mereka teken. Seorang kepala kantor pajak modern menerima pendapatan sekitar Rp 25 juta per bulan. ”Itu kisaran untuk take-home pay,” ujar Heri Sumarjito, Kepala Kantor Wilayah Pajak Jawa Barat I.

Tapi, Heri mengingatkan, pendapat-an yang tinggi itu harus diimbangi kinerja yang bagus. ”Kalau kinerja buruk dan menyimpang, kami dipecat.” Dan faktanya, rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak dari kantor pajak modern mencapai 40 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan penerimaan pajak secara nasional dalam lima tahun terakhir hanya 18,2 persen.

Kini reformasi berlanjut ke lembaga nonpajak, khususnya yang berhubungan dengan pasar, seperti Bapepam dan Direktorat Surat Berharga Negara. Aparat di lembaga-lembaga itu dipaksa memperbaiki kinerja dan profesionalismenya. ”Langkah ini juga untuk menekan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujar Ketua Bapepam, Fuad Rahmany, kepada Tempo pekan lalu.

Menurut Dirjen Pengelolaan Utang, Rahmat Waluyanto, reformasi ini mewajibkan pejabat tak hanya memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengimbangi pasar yang berkembang sangat cepat, tetapi juga disiplin dan integritas. Apalagi yang dihadapi adalah para pengusaha berduit dan transaksi berjumlah aduhai. ”Dengan gaji minim, godaannya tentu besar,” ujarnya.

Meski begitu, Fuad dan Rahmat enggan memastikan apakah kenaikan pendapatan itu sebesar 400 persen. Yang jelas, menurut mereka, angkanya cukup wajar untuk pegawai negeri yang memikul beban tanggung jawab seperti itu. ”Jumlahnya masih jauh di bawah pendapatan pegawai Bank Indonesia dan profesional swasta,” kata Fuad.

Buat Bapepam, godaan selama ini jelas tak kecil. Tugasnya mengawasi ratusan perusahaan yang masuk bursa dan industri jasa keuangan nonbank, seperti asuransi dan lembaga pembiayaan, bisa membuka peluang terjadinya korupsi dan praktek suap. Itu sebabnya, seorang investor berbisik, tak sedikit aparat Bapepam yang integritasnya perlu diragukan. Apalagi jika yang ditangani menyangkut penyelidikan atas kasus-kasus kakap para pemain di bursa saham yang melanggar aturan pasar modal.

Selain lembaga-lembaga itu, tahun depan reformasi akan berlanjut ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat ini juga dianggap rawan korupsi dan penyelundupan karena berkaitan dengan pelayanan ekspor-impor. Proposal reformasi sudah dipaparkan oleh Dirjen Bea dan Cukai Anwar Supriyadi kepada Menteri Keuangan, beberapa waktu lalu.

Salah satu bagian dari reformasi Bea dan Cukai adalah pembentukan kantor pelayanan utama di Batam dan Tanjung Priok. Kantor ini akan menjalankan fungsi pelayanan secara modern, efektif, dan cepat, seperti halnya kantor pajak modern yang sudah banyak dipuji para wajib pajak. Besaran gaji dan sanksi juga mirip yang berlaku di kantor pajak modern.

Sebagai langkah awal, tim independen dari Universitas Indonesia kini mulai menyeleksi para calon pegawai yang akan ditempatkan di kantor pelayanan utama. Pengumuman sudah dibuka ke-pada ribuan aparat Bea dan Cukai yang berminat bekerja di kantor utama. ”Kalau tidak lulus, harus legowo,” kata Anwar. Ketua Tim Reformasi Bea dan Cukai, Thomas Sugijata, menambahkan, akan dipilih 1.800 orang terbaik untuk ditempatkan di Tanjung Priok dan Batam.

Persoalannya kemudian, langkah reformasi secara bertahap ini telah menyulut kecemburuan di kalangan pegawai sejumlah lembaga lain di Departemen Keuangan yang belum tersentuh nikmatnya tunjangan tambahan. Beberapa pegawai yang ditemui Tempo menyatakan keresahannya atas keputusan Menteri Keuangan soal Tunjangan Kegiatan Tambahan yang tidak mampir ke tangan mereka.

”Kalau soal pulang malam, kami juga pulang malam,” ujar pegawai tersebut. Jika pertimbangan remunerasi dikaitkan dengan pasar, dia mengaku lembaganya memang tidak berhubungan langsung dengan pasar. Namun, dia mempertanyakan mengapa Biro Hukum di bawah sekretaris jenderal, yang tak terkait pasar, juga mendapatkan tunjangan serupa. ”Itu tidak adil,” ujarnya.

Fuad membenarkan Biro Hukum memang mendapat tunjangan serupa. Namun, dia menekankan Biro Hukum memiliki tanggung jawab berat dan menjadi tulang punggung Departemen Keuangan. Sebab, seperti juga kata Sri Mulyani, sekitar 80 persen pro-duk hukum departemen ini ditanggung oleh Biro Hukum. Meski begitu, Sri menjamin program reformasi akan terus berlanjut. ”Birokrasi yang bersih kunci masuknya investasi ke Indonesia,” katanya.

Heri Susanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus