Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menghabiskan masa kecil di Jambi membuat Hendra Kwik sadar akan kesenjangan antara layanan keuangan di desa dan di perkotaan. Berbeda dengan masyarakat kota yang akrab dengan layanan perbankan digital, warga desa masih berkutat dengan pembukuan manual karena keterbatasan akses teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hendra, yang berstatus sarjana teknik kimia Institut Teknologi Bandung, kemudian tergerak untuk menyediakan layanan keuangan digital di desa. Pada 2016, dia mendirikan Payfazz, jasa finansial berbasis keagenan alias payment point online banking (PPOB). “Misi kami adalah menyediakan akses keuangan digital bagi masyarakat perdesaan,” kata dia, seperti dikutip KRAsia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah merampungkan pendidikan di Indonesia, Hendra lantas merantau ke Brasil dan Amerika Serikat karena mendapat pekerjaan dari sebuah perusahaan energi. Di sana, dia belajar banyak mengenai industri teknologi, khususnya saat berkeliling ke Silicon Valley dan Massachusetts Institute of Technology di Boston. Nyatanya, negara-negara berkembang di sana pun sedang aktif mengembangkan bisnis rintisan digital untuk bersaing dengan negara maju.
Konsep pengembangan Payfazz muncul jauh setelah Hendra pulang ke Indonesia dan bekerja di Kudo, entitas digital pemberdayaan usaha kecil-menengah yang didirikan seniornya dari ITB. Posisinya sebagai penanggung jawab pengembangan bisnis di sana mengharuskan Hendra berkeliling ke banyak desa di Jawa. “Orang desa nyaris tak punya koneksi ke layanan keuangan, sehingga tidak dapat meningkatkan taraf hidupnya.”
Menggandeng Ricky Winata dan Jefriyanto Guang, Hendra pun membangun platform Payfazz yang memungkinkan transasksi online dari berbagai lokasi, bahkan dari desa terpencil. Manajemen membentuk jaringan agen di seluruh negeri untuk membantu transaksi konsumen, entah itu soal tagihan listrik, kredit telepon, ataupun transfer uang.
Para agen bak rekening bank berjalan yang dititipi dana tunai untuk transaksi melalui sistem mandiri Payfazz. Pendapatan mereka berasal dari persentase biaya jasa. Saat ini, manajemen Payfazz sudah merekrut lebih dari 250 ribu mitra agen untuk sekitar 10 juta pengguna. Agen bertugas dari berbagai lokasi, mulai dari warung, toko, hingga dari rumah.
“Saya pastikan semuanya dapat dipercaya, walau ada beberapa insiden penipuan menggunakan metode manipulasi psikologis,” ujarnya. “Risiko ini selalu ada pada start-up yang berfokus pada komunitas perdesaan karena literasi keuangan mereka cenderung lebih rendah dibanding orang kota.”
Payfazz didukung sejumlah bank, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Central Asia Tbk. Payfazz pun menawarkan layanan kasir atau point-of-sales bagi pedagang yang ingin mengelola inventarisisasi dan pembukuan. Ada juga kolaborasi dengan perusahaan multifinance untuk menyediakan pinjaman bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Tim penjualan Payfazz juga melatih agen agar lebih andal memakai platform serta membangun jaringan dengan berbagai komunitas perdesaan.
Dari bisnis inti PPOB, perusahaan mengambil komisi 0,5-1 persen untuk setiap transaksi. Sedangkan agen dapat menetapkan margin sendiri untuk mengenakan biaya kepada pengguna. “Biasanya antara 5 dan 9 persen,” ujar Hendra. Adapun untuk layanan pinjaman, Payfazz menjadi jembatan kreditor dan debitor, dengan komisi berkisar 4-10 persen per tahun dari mitra pemberi pinjaman. Meski masa pandemi ini ikut memukul kegiatan ekonomi perdesaan, Hendra menyebutkan volume transaksi Payfazz masih stabil. Pertumbuhan transaksi itu mencapai tiga hingga empat kali per tahun, dengan nilai rata-rata Rp 1 triliun per bulan.
Hendra mengakui pelatihan sumber daya dan pengembangan teknologi keamanan pun butuh sokongan dana. Pada awal Juni lalu, Payfazz mengantongi US$ 53 juta dari sejumlah pemodal, seperti B Capital Group, Insignia Ventures Partners, dan BRI Ventures. Hingga Agustus lalu, melansir dari Crunchbase, Payfazz mengumpulkan total US$ 74,1 juta dalam empat putaran pendanaan. “Kami berharap dapat meningkatkan agen dan basis pengguna hingga 20 kali,” ucapnya.
YOHANES PASKALIS
Profil Payfazz
Nama: PT Payfazz Teknologi Nusantara
Berdiri: 2016
Sektor: teknologi finansial
Co-Founder: Hendra Kwik (Chief Executive Officer), Jefriyanto Guang (Chief Product Offier), Ricky Winata (Chief Technology Officer)
Pendanaan: Y-Combinator, MDI Ventures, Insignia Ventures Partners, Vertex Ventures, Convergence Ventures, dan lain-lain.
Alamat: Menara Prima Lantai 6, Jalan Dr Ide Anak Agung Gede, Distrik Setiabudi, Kuningan Timur, Jakarta Pusat.
KRASIA | PITCHBOOK
Tulisan ini merupakan kerja sama Koran Tempo dengan KRAsia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo