Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Proyek Odin Pak Menteri 

Rencana akuisisi perusahaan mobil listrik asal Jerman ditengarai melatarbelakangi perombakan direksi Mind Id. Banyak nama bermasalah di belakang proyek sarat risiko ini.

20 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Berburu pabrik mobil listrik hingga ke Jerman.

  • Rencana akusisi diusulkan peternak perusahaan rintisan kendaraan listrik.

  • Direktur BUMN yang mengingatkan bahaya transaksi justru terdepak.

KE pabrik kereta api milik Talbot Services GmbH, Aachen, Jerman, tiga pejabat Indonesia pernah berkunjung pada awal Oktober lalu. Mereka, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Komisaris Utama PT Indonesia Asahan Aluminium alias Mind Id Doni Monardo, dan Direktur Hubungan Kelembagaan Mind Id Dany Amrul Ichdan, datang untuk menengok fasilitas perakitan mobil listrik StreetScooter GmbH.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

StreetScooter, anak perusahaan Deutsche Post AG, yang lebih dikenal sebagai Deutsche Post DHL Group, sejak awal menumpang berproduksi di fasilitas Talbot. Kantor kedua perusahaan bersebelahan di kawasan industri Jülicher Straße—sekitar enam setengah jam perjalanan dengan mobil dari Berlin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kunjungan itu sedianya agenda Doni dan Dany. Bahlil ikut ke Aachen di sela safarinya ke Jerman untuk menarik investasi produsen otomotif Volkswagen Group dan raksasa industri kimia BASF SE ke Indonesia. Mind Id berkepentingan menilik pabrik StreetScooter. PT Industri Baterai Indonesia alias Indonesia Battery Corporation (IBC), perusahaan hasil patungan Mind Id dan PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), serta PT Aneka Tambang Tbk, berencana mengakuisisi StreetScooter.

Pada Kamis, 18 November lalu, Tempo juga melawat ke Jülicher Straße. Gedung tua di sisi selatan kawasan industri yang menjadi markas StreetScooter seakan-akan tak berpenghuni. Beberapa lampu ruangan di gedung tiga tingkat itu menyala. Namun tak seorang pun terlihat di dalamnya.

Di halaman parkir, dua unit Work L—salah satu varian mobil boks produk StreetScooter—berjejer di antara mobil konvensional. Satu unit berkelir putih polos, biasanya untuk pameran atau pasar komersial. Satu unit lain dicat kuning, warna armada pengiriman paket Deutsche Post DHL. Diluncurkan pada September 2016, Work L memiliki sasis lebih panjang dengan daya angkut lebih besar ketimbang tipe Work. Sekali isi daya, mobil listrik ini dapat menempuh jarak 187 kilometer—bisa lebih pendek, tergantung pengoperasian.

Tempo memencet bel gedung itu, tapi tak ada jawaban. Seorang perempuan sempat menerima panggilan telepon. Namun dia menyarankan semua pertanyaan dilayangkan via surat elektronik. Gara-gara pandemi Covid-19, kata dia, semua pegawai bekerja dari rumah. “Kami tetap berproduksi,” tutur perempuan itu tanpa menjelaskan lebih rinci. “Saya hanya penerima telepon.”

Surat elektronik ke alamat yang diberikan oleh perempuan itu tak kunjung berbalas. Adapun manajemen Talbot menyatakan tak bisa menunjukkan fasilitas produksinya tanpa izin StreetScooter.

Kantor Street Scooter di Aachen, Jerman, 18 November 2021. TEMPO/Luky Setyarini

Di Jakarta, nama StreetScooter sedang ramai menjadi bahan pergunjingan di lingkungan badan usaha milik negara. Dua bulan terakhir, rencana akuisisi IBC terhadap perusahaan Jerman itu dikabarkan memanas. Orias Petrus Moedak, yang dicopot dari kursi Direktur Utama Mind Id pada 29 Oktober lalu, ditengarai menjadi salah satu korbannya. Sejumlah pejabat BUMN yang mengetahui proses akuisisi itu mengungkapkan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mencongkel Orias lantaran ia tak kunjung menyetujui pembelian StreetScooter.

Digagas sejak Juni lalu, rencana investasi IBC ini sedianya dilakukan bertahap senilai total US$ 170 juta—sekitar Rp 2,42 triliun dengan kurs Rp 14.264 per dolar Amerika Serikat—untuk 68,6 persen saham StreetScooter. Gelontoran dana IBC tak berakhir di situ. Kelak, hingga 2026, proyek investasi ini diproyeksikan membutuhkan belanja modal US$ 492 juta atau sekitar Rp 7 triliun apabila ingin memproduksi mobil listrik ala StreetScooter di Indonesia.

Rencana investasi sebesar itu menjadi pertanyaan di jajaran manajemen lama Mind Id, pemegang 25 persen saham IBC, lantaran mereka tahu akuisisi itu tidak dilakukan terhadap pabrik otomotif lengkap dengan segala fasilitas produksinya. Selama ini, selain bertempat di pabrik Talbot, produksi StreetScooter menumpang di fasilitas milik Ford di Kota Köln dan Neapco di Kota Düren, Jerman. Adapun akuisisi hanya akan mengalihkan hak atas kekayaan intelektual, perangkat lunak, dan sumber daya manusia.

Dany Amrul Ichdan, satu-satunya direktur lama Mind Id yang tak turut dicopot, membenarkan informasi tentang ruang lingkup rencana akuisisi tersebut. “Kami ke sana melihat pabrik dan supply chain StreetScooter,” ucap Dany di Jakarta, Jumat, 19 November lalu. “Apakah pabrik ini yang akan kami beli? Kami sudah di-briefing, bukan pabrik yang dibeli, tapi ekosistemnya.”

Sebenarnya, alotnya pembahasan akuisisi ini tak hanya dipantik pernyataan Deutsche Post DHL pada 2020 bahwa operasi bisnis StreetScooter bakal dihentikan lantaran merugi. Transaksi ini, jika terealisasi, akan dilakukan secara bertingkat melalui perusahaan cangkang yang muncul secara misterius di Luksemburg.

•••

RENCANA Indonesia Battery Corporation membeli produsen mobil listrik dari Jerman muncul pada awal Juni lalu. Sebutannya Proyek Odin. Belakangan diketahui nama proyek ini merujuk pada Odin Automotive SARL, perusahaan berbasis di Luksemburg, yang mencuat sebagai calon kuat pembeli StreetScooter dari tangan Deutsche Post DHL.  

Badan kartel Jerman (Bundes­kar­tellamt) yang mengabarkan rencana tersebut pada 6 Oktober lalu. Odin mengajukan permohonan izin akuisisi kepada Bun­des­kartellamt pada 23 September 2021, hingga akhirnya mengantongi status freigabe alias lampu hijau per 13 Oktober 2021.

Deutsche Post DHL jauh-jauh hari telah mengumumkan rencana penghentian operasi StreetScooter. Sejak 2019, penjajakan terhadap sejumlah calon pembeli potensial dilakukan. Deutsche Post DHL menyerah mengembangkan StreetScooter, yang diakuisisi pada 2014 sebagai bagian dari dekarbonisasi bisnis kargo DHL.

Enam tahun terakhir, produksi massal produk StreetScooter digeber hingga jumlahnya diperkirakan telah mencapai 22 ribu unit. Namun sukses memproduksi massal tak berarti bisnis StreetScooter berhasil secara komersial. Sebagian besar produk StreetScooter dibeli oleh perusahaan induknya, yang kini wira-wiri di jalanan seantero Jerman sebagai kendaraan pengirim paket DHL. Sepanjang tahun ini bahkan tak ada penjualan baru produk StreetScooter kepada pihak ketiga.

DHL sadar bahwa mereka bukanlah produsen mobil, melainkan perusahaan logistik. Di tengah penjajakan pelepasan saham StreetScooter, Deutsche Post DHL kini menyiapkan strategi lain untuk menyokong komitmen perusahaan terhadap pengurangan emisi karbon.

Adapun informasi publik tentang Odin, calon pembeli StreetScooter, tak banyak. Akta pendaftaran Odin Automotive SARL yang bertanggal 4 Oktober 2021 pada Registrasi Perusahaan dan Perdagangan Luksemburg (LBR) mencatat perusahaan ini baru didirikan pada 17 September 2021. Pemegang saham awalnya adalah Stefan Krause, Djamal Attamimi, dan Matthew Paul Richards.

Orias Petrus Moedak, mantan Direktur Utama Mind Id, saat mengikuti rapat di Gedung DPR, Jakarta, 30 Juni 2020. ANTARA/Galih Pradipta

Nama pertama, Stefan Krause, tidak asing di industri otomotif. Krause pernah menjabat Presiden Direktur BMW Financial Service, Chairman Rolls-Royce, dan Direktur Keuangan BMW Group. Pria berkewarganegaraan Kolombia itu juga pernah menjadi Direktur Keuangan Deutsche Bank. Setelah melepas status sebagai pekerja otomotif dan perbankan, Krause mulai aktif menggarap sejumlah perusahaan rintisan mobil listrik, seperti Faraday Future, Canoo, dan Moov, sampai sekarang. Belum ada satu pun perusahaan rintisan itu yang telah memproduksi mobil listrik.

Adapun nama kedua dan ketiga tak dikenal di industri otomotif, tapi familier di ekosistem keuangan di Indonesia. Djamal Attamimi adalah Managing Partner Lynx Asia Capital yang berbasis di Singapura dan menjabat komisaris PT TBS Energi Utama Tbk—dulu bernama PT Toba Bara Sejahtra Tbk—sejak Mei 2017 sampai sekarang. Sedangkan Matthew Paul Richards adalah pendiri dan Direktur Pelaksana Watiga Trust, perusahaan pengelola dana investasi yang juga mengelola Highland Strategic Holdings Pte Ltd. Perusahaan terakhir, yang berkedudukan di Singapura, juga merupakan pemegang saham mayoritas TBS Energi setelah pada Januari 2017 memborong sebagian besar saham milik Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

Belakangan, dalam pendaftaran kembali perusahaan di LBR pada 14 Oktober 2021, ketiga nama tersebut dihapus. Sebagai penggantinya, muncul MDEV SARL, perusahaan yang juga berbasis di Luksemburg, sebagai pemegang semua saham Odin.

Nama-nama itu pula yang tercatat pada “Proposal Pengajuan Investasi IBC dalam Proyek Odin”. Diteken Direktur Utama IBC Toto Nugroho, dokumen bertanggal 24 September 2021 itu menggambarkan skema rencana akuisisi terhadap StreetScooter. Odin, perusahaan yang dibentuk dengan modal dasar US$ 20 ribu, akan menjadi kendaraan akuisisi IBC senilai jutaan dolar Amerika Serikat. Aksi korporasi ini akan dilakukan bersama MDEV, yang dalam dokumen tersebut dinyatakan sebagai perusahaan milik Toucan SARL, Padhie Holdings Pte Ltd, Neapco Holdings, dan Chery Automotive Co.

Dokumen proposal permintaan investasi dalam Proyek Odin oleh IBC itu menyebutkan, pada 6 Juni 2021, Menteri BUMN Erick Thohir memberikan arahan kepada Mind Id, PT Pertamina Power Indonesia, dan IBC untuk menjajaki potensi Proyek Odin. Erick meminta Mind Id memimpin transaksi, tapi tetap menjadikan IBC sebagai kendaraan akuisisi.

Baru sehari setelahnya IBC mendapat surat penawaran investasi resmi dari Royale EV, perusahaan mobil boks listrik berbasis langganan (fleet-as-a-service) di California, Amerika Serikat, yang didirikan Ian Gardner. Tawaran proyek ini disodorkan Royale EV bersama Moov Holdings yang dipimpin Stefan Krause.

Ian Gardner adalah mantan Presiden Chanje, perusahaan rintisan mobil listrik lain. Chanje digugat oleh Ryder, perusahaan rental truk asal Amerika Serikat, karena hanya mengirim 25 kendaraan listrik dari 1.000 unit yang dijanjikan. Ian Gardner meninggalkan Chanje sebelum kasusnya diangkat dan perusahaan itu kini telah bangkrut.

Gardner dan Krause juga bertalian di GoFor Industries, perusahaan logistik asal Kanada. Sejak awal 2020, GoFor menggandeng Royale EV untuk memasok kendaraan listrik. Krause menjabat direktur GoFor sejak Juni 2021.

Sama seperti Gardner, Krause mendapat ponten kuning dalam dokumen proposal IBC lantaran sedang dalam penyelidikan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat atas dugaan penggelembungan angka dan proyeksi bisnis Canoo. Dia juga digugat oleh investor Faraday Future karena mengambil rahasia dagang dan membajak karyawan perusahaan untuk digondol ke Canoo.

Melihat risiko-risiko reputasi ini, konsultan manajemen risiko yang membantu IBC melacak latar belakang calon mitranya merekomendasikan sejumlah langkah mitigasi. IBC, misalnya, harus punya kuasa pada dewan direksi StreetScooter kelak setelah akuisisi terealisasi.

Seorang pejabat di IBC menjelaskan, duet Gardner dan Krause inilah yang mulanya maju ke Deutsche Post DHL untuk menjual StreetScooter. Dua orang ini sedang menyusun model bisnis StreetScooter dan merayu IBC agar mau menjadi investor strategis yang bisa menggelontorkan modal buat bisnis rintisan mereka. “Selalu akan ada orang-orang yang jadi ‘the brain’, Elon Musk-nya electric vehicle. Dia ini nanti otaknya,” kata pejabat itu.

Dany Amrul Ichdan mengaku bertemu dengan Stefan Krause ketika berkunjung ke Jerman, awal Oktober lalu. Menurut Dany, IBC dan Kementerian BUMN terus menguji proposal bisnis Krause dan Gardner untuk memastikan IBC punya kontrol penuh dalam perusahaan. “Direksi IBC sudah menyusun klausulnya,” ujar Dany.

Beberapa pejabat di lingkaran BUMN yang mengetahui proses rencana transaksi ini mengungkapkan, bukan Krause dan Gardner langsung yang menawarkan Proyek Odin kepada Menteri Erick, melainkan Djamal Attamimi. Djamal sudah lama menjadi bahan kasak-kusuk sebagai bankir yang dekat dengan Erick. Bekas anak buah Djamal di Lynx Capital, Mufti Utama, saat ini menjabat anggota staf khusus Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury. Mufti pun pernah menjadi kepala bagian keuangan di TBS Energi Utama. 

Erick Thohir menjawab permohonan klarifikasi Tempo yang diajukan pada Kamis, 18 November lalu, secara tertulis. Namun dia meminta atribusi keterangannya disematkan kepada Dany Amrul Ichdan. “Yang saya ketahui, Bapak Menteri mencari banyak penghubung untuk menghubungkan BUMN dengan berbagai perusahaan. Salah satu perusahaan tersebut adalah pihak yang hendak mengakuisisi StreetScooter,” ucap Dany dalam jawaban tertulis pada Sabtu, 20 November lalu.

Dany mengklaim akuisisi ini sebagai kesempatan baik bagi Indonesia untuk meloncat menjadi pemain dalam ekosistem kendaraan listrik. “Tentang Djamal, kami hanya berfokus pada eksplorasi peluang bisnisnya dan bagaimana memitigasi segala risiko yang ada.”

Adapun anggota staf khusus dan juru bicara Menteri Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi, mengatakan bosnya tidak tahu-menahu soal keterlibatan orang-orang Toba Bara dalam Proyek Odin. Menurut Jodi, saham Luhut tinggal sedikit di perusahaan itu dan Luhut hanya menjadi pemegang saham pasif. “Pak Luhut tinggal sebagai founder dan hanya punya saham kurang dari 10 persen sehingga tidak punya perwakilan di dewan komisaris,” kata Jodi ketika dihubungi pada Jumat, 19 November lalu.

Jodi juga menampik kabar bahwa Djamal dan Mufti adalah “orangnya” Luhut. “Mereka, kan, masuk ke TBS setelah Pak Luhut menjual sahamnya ke Highland,” Jodi menambahkan. “Jangan dong semua dikait-kaitkan begitu. Harus fair dong, Tempo.”

Djamal tidak menjawab ketika dihubungi pada Rabu, 17 November lalu. Namun tangkapan layar yang memuat pertanyaan Tempo kepada Djamal menyebar di lingkup internal Kementerian BUMN.

Dalam proposal investasi IBC untuk Proyek Odin, nantinya Gardner, Krause, Djamal, dan Richards mendapat saham gratisan alias sweat equity karena telah “berkeringat” mengatur transaksi dan mengembangkan bisnis StreetScooter. “Di pasar, sweat equity itu hal yang biasa,” tutur Direktur Utama IBC Toto Nugroho ketika ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta, pada Kamis, 18 November lalu.  

Toto mengklaim klausul “saham keringat” itu sudah diuji oleh konsultan legal IBC, Shearman dan Melli Darsa & Co, yang juga membantu uji tuntas. Dalam catatan tim legal, Toto menambahkan, saham gratisan itu wajar asalkan baru diberikan ketika perusahaan berhasil melantai di bursa efek, yang rencananya dilakukan di Amerika Serikat. “Kami enggak mau dia masuk tiba-tiba sudah dapat saham saja,” ujar Toto. Besar saham keringat itu direncanakan sampai 12,5 persen.

•••

TEPAT pada hari peringatan proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus lalu, Indonesia Battery Corporation melaporkan perkembangan uji tuntas Proyek Odin kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara. IBC melakukan uji tuntas sejak 30 Juni lalu, dibantu delapan konsultan dengan BNP Paribas sebagai koordinator. Sehari berikutnya, giliran Menteri BUMN Erick Thohir yang mengundang para pemegang saham IBC untuk mendiskusikan hal yang sama.

Seorang peserta rapat menyebutkan Orias Petrus Moedak, yang saat itu menjabat Direktur Utama Mind Id, menjadi bulan-bulanan Erick. Sedangkan Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, mengirim perwakilan karena sedang mengikuti rapat dengan parlemen. “Erick marah besar, sampai menggebrak meja kepada dua orang ini,” kata sumber tersebut. Penyebabnya, Mind Id dan PLN kompak belum menyetujui Proyek Odin.

Erick lalu menunjukkan dua surat minat bergabung ke Proyek Odin dari Lembaga Pengelola Investasi—yang beken dengan sebutan Indonesia Investment Authority (INA)—dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Isi surat PPA cukup berani, menyatakan minat berpartisipasi secara langsung ataupun tak langsung dalam Proyek Odin. Sedangkan isi surat INA lebih diplomatis: “Sesuai dengan arahan Bapak Menteri BUMN, jika sekiranya dibutuhkan, kami akan berpartisipasi dalam pembicaraan topik IBC.”

Dua surat itu kemudian digunakan Erick untuk memarahi Mind Id dan PLN. Erick tidak mau menjawab ketika ditanyai tentang amarahnya kepada manajemen Mind Id dan PLN.

Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) melakukan konferensi pers pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, 3 Maret 2021. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Seorang pejabat yang mengetahui rencana transaksi ini menuturkan, pangkal penolakan manajemen lama Mind Id dan PLN adalah adanya keganjilan dalam aspek teknis Proyek Odin. Uji tuntas yang dilakukan Ricardo, konsultan IBC untuk aspek teknis, menemukan adanya penghentian pasokan steering gear ke StreetScooter sehingga perlu dicari pemasok baru yang harus dites, divalidasi, dan disertifikasi ulang. Problem ini memicu risiko penghentian produksi StreetScooter di Eropa—pada April 2021 Deutsche Post DHL mengumumkan telah membeli 100 E-Ducato, van elektrik, dari Fiat.

Ricardo juga menemukan StreetScooter hanya memiliki empat hak intelektual properti dalam satu mobil utuh. Itu pun mudah ditiru. Sistem manajemen kualitas perusahaan tersebut juga belum memenuhi standar industri. Sementara itu, pada aspek komersial, pejabat itu menambahkan, manajemen lama Mind Id dan direksi PLN masih sangsi terhadap potensi produk StreetScooter di pasar terbuka. Di Jerman, satu unit Work L dihargai US$ 30 ribu atau sekitar Rp 425 juta.

Menurut Dany Amrul Ichdan, semua risiko dan mitigasi yang ditemukan konsultan telah dituangkan sebagai faktor korting dalam penghitungan uji tuntas dan menjadi dasar keputusan akuisisi. “Semua hasil due diligence yang dilakukan konsultan, termasuk aspek teknis dan risikonya, telah terefleksikan dalam skenario bisnis dan valuasi dari Proyek Odin, yang disusun oleh konsultan McKinsey. Selanjutnya juga telah dilakukan valuasi oleh konsultan BNP Paribas,” ucap Dany.

Erick selanjutnya menyodorkan Proyek Odin kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat internal, dan mengulanginya dalam rapat terbatas pada 22 September lalu. Seorang pejabat mengungkapkan, dalam rapat tersebut Erick menyebutkan BUMN akan bekerja sama dengan pemain mobil listrik milik Deutsche Post DHL melalui Proyek Odin untuk mengembangkan ekosistem baterai mobil listrik. Mobil listrik itu, menurut Erick, akan bersaing di kelas menengah ke bawah agar tidak berkelahi langsung dengan Wuling dan Tesla.

Presiden setuju mobil listrik BUMN diproduksi untuk pasar menengah ke bawah agar tidak bersaing dengan Wuling dan Tesla. Dalam distribusinya kelak, BUMN diarahkan untuk bermitra dengan pihak swasta.

Persetujuan umum presiden itulah, ujar seorang pejabat yang mengetahui transaksi ini, oleh Erick diartikan sebagai lampu hijau untuk mengeksekusi Proyek Odin. Dan orang-orang yang belum setuju, seperti Orias Petrus Moedak dan Zulkifli Zaini, terantuk garis “melawan perintah presiden”.

Tak perlu waktu lama, sebulan kemudian, Orias digantikan oleh Hendi Prio Santoso, mantan Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang juga lama memimpin PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Adapun untuk menyiasati sikap PLN yang gamang, dua pejabat BUMN mengungkapkan, PT Pertamina (Persero) sudah menyodorkan surat untuk mengakuisisi saham perusahaan setrum milik negara itu di IBC. Dengan begitu, IBC tidak perlu lagi meminta persetujuan PLN untuk mengambil Odin.

Menteri Erick tidak menjawab permintaan klarifikasi Tempo lewat surat tentang pencopotan Orias dan rencana mengeluarkan PLN dari IBC. Begitu pula Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, yang tak menjawab ketika dihubungi pada Sabtu, 20 November lalu.

Sedangkan Dany Amrul Ichdan menyatakan tidak mengetahui pasti alasan mantan bosnya, Orias, terlempar dari Mind Id. Namun, menurut Dany, semua direksi BUMN wajib menjalankan arahan menteri dengan tetap mengujinya secara transparan dan profesional. “Jangan apa-apa sudah menolak dulu,” ujar Dany. “Dan sekarang transaksi ini masih dalam negosiasi. Bisa jadi, bisa enggak.”

RETNO SULISTYOWATI, LUKY SETYARINI (AACHEN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus