Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah memutuskan memperpanjang kelonggaran fiskal untuk dunia usaha.
Perpanjangan insentif dilakukan untuk membantu likuiditas dan keberlangsungan bisnis dunia usaha.
Namun tidak semua sektor akan memperoleh perpanjangan insentif.
JAKARTA – Pemerintah terus berupaya menopang keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menuturkan, di tengah kebijakan pengetatan pembatasan aktivitas sosial masyarakat dan lonjakan jumlah kasus Covid-19, pemerintah memutuskan memperpanjang kelonggaran fiskal untuk dunia usaha. Hal itu diharapkan dapat meringankan beban pelaku usaha yang aktivitas bisnisnya terkena dampak pandemi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami berupaya agar pemulihan tetap on the track, di antaranya dengan memberikan perpanjangan masa berlaku insentif fiskal hingga akhir tahun,” ujar Iskandar kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Coronavirus Disease 2019, insentif perpajakan itu seharusnya berakhir pada bulan ini. Adapun insentif yang diperpanjang meliputi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk karyawan dengan penghasilan hingga Rp 16 juta per bulan dan diskon pajak korporasi sebesar 50 persen untuk angsuran PPh Pasal 25, perpanjangan masa berlaku atas PPh final UMKM, pembebasan PPh 22 impor, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan keputusan perpanjangan periode insentif telah memperhatikan kebutuhan dunia usaha, sehingga dapat membantu likuiditas dan keberlangsungan bisnis yang dijalankan. Namun pemberian insentif ini, kata dia, bakal diprioritaskan untuk sektor-sektor tertentu. “Tidak seluruh sektor seperti selama ini. Kami hanya memberikan kepada sektor-sektor yang memang masih memberikan dukungan,” ucapnya.
Sejumlah warga antre membayar pajak kendaraan bermotor di kantor Samsat Batam Centre,Batam, Kepulauan Riau, 22 Juni 2021. ANTARA/Teguh Prihatna
Tak hanya bagi dunia usaha, pemerintah juga memperpanjang insentif perpajakan yang berkaitan dengan konsumsi masyarakat. Insentif yang dilanjutkan adalah PPN DTP 100 persen atas penyerahan rumah tapak atau rusun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar serta 50 persen untuk penyerahan rumah tapak dan rusun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar. Sebelumnya, kebijakan tanggungan PPN properti hanya berlaku hingga Agustus 2021.
Berikutnya adalah diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) khusus untuk kendaraan 1.500 cc ke bawah. Diskon PPnBM 100 persen akan diperpanjang hingga Agustus 2021. Sementara itu, pada September-Desember 2021, diskon PPnBM berlaku 50 persen. “Perpanjangan insentif ini diberikan agar sektor ekonomi bangkit, masyarakat mulai menggunakan sumber dayanya untuk konsumsi, terutama kelompok menengah-atas,” ujar Sri Mulyani.
Adapun perpanjangan masa pemberian insentif memang telah dinantikan pelaku usaha. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menuturkan pelaku usaha sejak awal berharap insentif dan stimulus perpajakan program PEN dapat terus dilanjutkan hingga akhir tahun ini. “Hal ini untuk memastikan proses pemulihan ekonomi yang masih berlangsung akan terus on the track dan berada pada tren yang stabil, tidak kemudian berbalik arah atau kembali ke krisis di tengah jalan,” ucapnya.
Shinta mencontohkan sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, tetap melanjutkan penggelontoran stimulus sepanjang tahun untuk memastikan permintaan dalam negeri tetap terjaga. “Bahkan untuk Eropa akan berlangsung hingga 2022 dan Amerika Serikat hingga 2023.” Namun usul perpanjangan insentif itu disadari memiliki dampak pada tekanan daya tahan fiskal pemerintah. Sebab, pada 2023, pemerintah harus dapat mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, berdasarkan perkembangan pemulihan terbaru, terdapat sejumlah sektor ekonomi yang telah menunjukkan kinerja positif sehingga berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara. “Misalnya industri manufaktur, makanan dan minuman masih bisa menahan laju pertumbuhan, kemudian sektor pertanian dan perkebunan,” ucapnya.
Namun, dia menambahkan, tingkat kekuatan sektor-sektor tersebut dalam menopang perekonomian akan tetap bergantung pada efektivitas pengendalian pandemi Covid-19 yang dilakukan. “Kinerja dunia usaha akan bergantung pada seberapa lama gelombang kedua pandemi terjadi.”
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo