Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
RI dan Malaysia akan menyampaikan keberatan soal UU Anti-Deforestasi ke Komisi Uni Eropa.
Indonesia berkali-kali ajukan keberatan.
Penerapan UU Anti-Deforestasi berpeluang perbaiki tata kelola perkebunan sawit Indonesia.
JAKARTA – Indonesia gencar melayangkan protes kepada Komisi Uni Eropa serta negara-negara di kawasan tersebut soal pemberlakuan Undang-Undang Anti-Deforestasi atau European Union Free Products Deforestation Regulation (EUDR). Aturan yang disahkan sejak 6 Desember 2022 ini resmi berlaku mulai 16 Mei lalu.
Presiden Joko Widodo kembali menyampaikan keberatan kepada Presiden Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen, dalam pertemuan bilateral di Jepang, 21 Mei kemarin. Menurut dia, Regulasi Anti-Deforestasi dapat menghambat perdagangan dan merugikan petani kecil di Indonesia. Dia juga khawatir ada diskriminasi dalam penerapannya. "Proses benchmarking dengan cut of date mulai 2020 harus betul-betul terbuka dan obyektif," katanya.
Uni Eropa memutuskan melarang produk yang dihasilkan dari merusak hutan masuk ke pasar mereka dengan harapan melindungi hutan global. Mereka bakal melacak mundur jejak deforestasi masing-masing produsen, khususnya kelapa sawit, kopi, cokelat, kedelai, kayu, dan ternak sapi. Artinya, pelaku usaha perlu membuktikan tak ada deforestasi dalam konsesi mereka, setidaknya setelah 31 Desember 2020, untuk bisa mengirim produk mereka ke Uni Eropa. Perusahaan yang gagal mematuhi ketentuan itu akan dikenai denda setidaknya 4 persen dari omzet mereka di negara anggota Uni Eropa.
Untuk memastikan tak ada kerugian yang dialami Indonesia, Jokowi mengutus perwakilan untuk langsung menemui Komisi Uni Eropa di Brussel, Belgia, akhir bulan nanti. Bersama Malaysia, pemerintah akan menyampaikan kembali keberatan atas kebijakan Uni Eropa yang merugikan Indonesia. Dalam forum tersebut juga akan disampaikan data-data konkret yang diharapkan jadi masukan untuk Uni Eropa dalam pembuatan kebijakan yang obyektif.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Andi Nur Alamsyah, menuturkan Indonesia dan Malaysia akan bertemu dengan para pemain utama industri kelapa sawit serta organisasi masyarakat sipil di Uni Eropa dalam forum di Brussel itu. "Harapannya adalah kebijakan EUDR tidak memberikan dampak negatif terhadap industri kelapa sawit dan petani kecil yang menggantungkan hidupnya dari berkebun sawit," ujar dia, kemarin, 23 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekerja menunjukkan kelapa sawit di Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, 29 April 2023. ANTARA/Budi Candra Setya
Bukan Protes Regulasi Anti-Deforestasi yang Pertama
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuturkan keberatan pemerintah Indonesia bukan baru kali ini dilontarkan. "Sepanjang proses penyusunan regulasi tersebut, pemerintah telah menyampaikan pernyataan keberatan resmi ke Uni Eropa," kata dia. Kementerian Perdagangan juga telah menyurati 27 menteri perdagangan di Uni Eropa.
Isu tersebut juga ikut diangkat dalam pertemuan-pertemuan dengan negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Indonesia menandatangani surat bersama 14 negara anggota WTO yang menyuarakan keberatan atas UU Anti-Deforestasi tersebut. Indonesia juga membawa isu ini ke Council of Palm Oil Producing Countries dan beragam pertemuan bilateral, dari level teknis sampai presiden.
Ditanya ihwal antisipasi Indonesia terhadap dampak implementasi kebijakan tersebut, Zulkifli tak menjawab banyak. "Saat ini kita sedang melakukan konsultasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait untuk mempertimbangkan opsi langkah sebagai respons kebijakan Uni Eropa."
Adapun Deputi Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit, Maselinus Andri, mengatakan penerapan UU Anti-Deforestasi ini bisa jadi ajang untuk membenahi tata kelola perkebunan sawit di Indonesia. Dia berharap ada bantuan dari Uni Eropa untuk memastikan tak ada praktik deforestasi dalam kegiatan produksi, apa pun komoditasnya. Salah satunya bisa berupa pembiayaan sertifikasi perkebunan berkelanjutan, seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). "Biayanya yang tinggi membuat petani kecil kesulitan ikut sertifikasi," ujarnya.
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo, khawatir komunikasi pemerintah dengan Uni Eropa ihwal UU Anti-Deforestasi ini tak konstruktif. Dia melihat tendensi kedua belah pihak tidak berupaya mencari titik temu untuk mewujudkan bisnis ramah lingkungan, melainkan saling bersikeras dengan pendapat sendiri. "Artinya, yang akan terjadi, kelompok rentan yang akan menderita," tuturnya. Salah satu yang menurut dia penting untuk dicarikan solusi adalah status perkebunan di hutan-hutan adat yang penyelesaiannya sulit.
VINDRY FLORENTIN | FAJAR PEBRIANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo