Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Analis Apindo Ungkap Tiga Tantangan Mendasar Ekonomi Prabowo, Apa Saja?

Analis kebijakan ekonomi Apindo mengatakan utang, pengangguran dan kemiskinan jadi masalah ekonomi terbesar ekonomi Presiden Prabowo.

21 Oktober 2024 | 20.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akan memimpin Indonesia selama lima tahun setelah resmi dilantik di Gedung DPR/MPR kemarin. Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, mengatakan utang hingga pengangguran jadi tantangan mendasar bidang ekonomi yang harus diuraikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paling tidak, menurut Ajib, ada tiga tantangan mendasar secara ekonomi yang harus diurai oleh pemerintah ke depan. Pertama tentang tantangan fiskal yang mengalami tekanan. Belanja negara ditargetkan lebih tinggi dari penerimaan. “Artinya potensi defisit lebih dari Rp 600 triliun akan menjadi penambah utang negara. Termasuk juga problem fiskal dengan jatuh tempo utang sekitar Rp 800 triliun,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang dikirimkan Ajib, dikutip Senin, 21 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti diketahui, belanja APBN 2025 ditagerkan sebesar Rp 3.613,1 triliun. Diproyeksikan ditopang oleh penerimaan negara yang prediksinya mencapai Rp 3.005,1 triliun. Ajib mengatakan, dengan kompleksitas fiskal yang ada, jajaran Kementerian Keuangan diharapkan mempunyai terobosan yang solutif.

Permasalahan mendasar kedua, menurut Ajib, adalah masih tingginya angka pengangguran. Data tahun 2024 ini menunjukkan angka pengangguran sebesar 5,2 persen. “Pencapaian investasi yang selalu over target selama lima tahun terakhir tidak bisa menjadi solusi utama untuk lebih banyak menyerap tenaga kerja,” ujarnya.

Bahkan terjadi paradoks, karena semakin banyak fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, angka rasio Incremental Output Ratio (ICOR) Indonesia terus mengalami peningkatan. Artinya investasi mengalami penurunan dalam kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Masalah ketiga adalah kemiskinan. Pemerintah, menurut Ajib, harus betul-betul mendorong kebijakan yang pro dengan pemerataan dan mendorong pengurangan angka kemiskinan. Dengan lebih dari 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi akan bertahan kalau kemiskinan bisa terus dikurangi dan daya beli masyarakat ditingkatkan.

Data statistik 2024 menunjukkan angka kemiskinan sebesar 9,03 persen atau sekitar 25 juta orang. Terjadi penurunan, namun ada fakta yang harus menjadi perhatian pemerintah, yakni golongan masyarakat miskin yang menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pusat BPJS lebih dari 96 juta orang. 

Artinya, pemerintah masih harus memperhatikan dengan data awal sebagai pondasi kebijakan ke depannya, karena ada perbedaan data. “Masih banyak yang menjadi beban dengan ukuran masyarakat miskin ini, apakah 25 juta atau 96 juta orang,” ujarnya.

Presiden Prabowo juga mempunyai target pertumbuhan ekonomi yang agresif mencapai 8 persen. Menurut Ajib, hal ini bisa tercapai ketika jajaran kabinetnya mau dan mampu menerjemahkan program presiden dalam kerangka reformasi struktural mereka.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus