Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Analis Prediksi Besok Rupiah Menguat di Kisaran Rp16.320 hingga Rp16.410 per Dolar AS

Rupiah menguat karena dolar sedikit terpengaruh data terbaru yang menunjukkan adanya penurunan pada perekonomian Amerika Serikat.

30 Juni 2024 | 19.48 WIB

Ilustrasi uang rupiah. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi uang rupiah. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Analis pasar sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memprediksi rupiah menguat dalam perdagangan Senin, 1 Juli 2024. Sebelumnya, dalam penutupan perdagangan Jumat, 28 Juni 2024, rupiah menguat 30 poin ke level Rp16.375 per dolar AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Untuk perdagangan Senin depan, rupiah fluktuatif tapi ditutup menguat di rentang  Rp16.320 - Rp16.410 per dolar AS," kata Ibrahim melalui keterangan tertulis, dikutip Minggu, 30 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ibrahim, rupiah menguat karena dolar sedikit terpengaruh data terbaru yang menunjukkan adanya penurunan pada perekonomian Amerika Serikat, khususnya pasar tenaga kerja.

Akan tetapi, meski rupiah menguat, nilai tukarnya sudah melampaui asumsi makro angggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024. Adapun dalam asumsi makro APBN 2024, rupiah diproyeksikan senilai Rp15.000 per dolar AS.

Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didin S. Damanhuri pun menilai situasi ini sebagai depresiasi rupiah yang tidak terkendali. "Walaupun sempat diusahakan dengan operasi pasar oleh BI (Bank Indonesia) turun, tapi kemudian naik lagi, bahkan hampir menyentuh Rp16.500," katanya kepada Tempo pada Sabtu, 29 Juni 2024.

Adapun sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa pada awal tahun hingga Juni ini, rupiah telah terdepresiasi 6,25 persen ketimbang akhir 2024. 

Didin menilai, ada sejumlah faktor, baik internal maupun eksternal, yang mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Faktor eksternal, sudah tentu situasi geopolitik maupun geoekonomi yang terus bergejolak sehingga membuat The Fed mempertahankan suku bunga acuan di level 5,5 persen.

Sedangkan faktor internal, menurut Didin, ialah buruknya fundamental ekonomi Indonesia. Hal ini menyoal defisit APBN yang direncanakan 2,45 sampai 2,82 persen. Menurut dia, rencana tersebut adalah refleksi pengeluaran APBN yang sebelumnya secara umum digelontorkan secara besar-besaran untuk proyek-proyek infrastruktur. "Ini yang akan membuat time lag terhadap pertumbuhan ekonomi," tutur Didin.

Artinya, kata Didin, dampak terhadap pertumbuhan ekonominya tidak terlalu kuat, begitu juga terhadap kesempatan kerja. Situasi tersebut, menurut dia, diperparah dengan gelontoran anggaran bantuan sosial (bansos) besar-besaran yang politis terhadap Pemilu 2024, bahkan Pilkada serentak. "Sehingga, menjadi kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja," ujarnya.

ANNISA FEBIOLA | ILONA ESTHERINA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus