Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan menguat hari ini Jumat, 9 Agustus 2024. "Mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp 15.820 hingga Rp 15.920," kata dia dalam analisis rutinnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya pada perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah ditutup menguat 141,5 poin ke level Rp 15.893,5 per dolar AS. Pada penutupan perdagangan kemarin, kurs rupiah ditutup menguat di level Rp 16.035 per dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ibrahim mengatakan, saat ini investor gundah melirik prospek perekonomian AS. Mulai dari tingkat pengangguran yang masih tinggi, inflasi yang belum mereda, hingga kekhawatiran resesi ekonomi AS. "Investor pun mengharapkan Federal Reserve atau The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuan," kata dia dalam analisis rutinnya pada Kamis.
Ibrahim menjelaskan, investor meningkatkan peluang penurunan suku bunga oleh The Fed setelah pertemuan mendadak pada Rabu pekan lalu. Pada pertemuan tersebut, Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan penurunan suku bunga pada September 2024.
Pernyataan tersebut diikuti rilis data pasar tenaga kerja yang lemah pada hari Jumat di pekan yang sama. "Pasar swap memperkirakan penurunan suku bunga The Fed hampir 50 basis poin pada September 2024."
Menrut Ibrahim, peran tradisional dolar AS sebagai aset safe haven akan selalu dapat kembali muncul jika pasar terus goyah atau saat ancaman geopolitik di Timur Tengah meningkat. Begitu pula dengan kembalinya fenomena Trump trade, yaitu menaruh dana pada aset seperti dolar AS atau Bitcoin yang dipandang mendapat manfaat dari kebijakan Donald Trump jika kembali terpilih sebagai Presiden AS.
Selanjutnya: Dari dalam negeri, laju inflasi terus mencatatkan tren yang melandai....
Dari dalam negeri, laju inflasi terus mencatatkan tren yang melandai hingga Juli 2024. Pada Juli 2024, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat inflasi Indonesia sebesar 2,13 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Inflasi Juli lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 2,51 persen yoy. Meski laju inflasi melandai, pemerintah menyebut akan tetap mewaspadai berbagai risiko yang akan memberikan tekanan pada laju inflasi.
Salah satunya risikonya adalah gejolak harga pangan dan pasokan ke depan. Terutama karena masih adanya tantangan cuaca ekstrem seperti musim kemarau yang dapat memengaruhi stok pangan global dan produksi domestik.
"Penurunan inflasi secara tahunan pada Juli 2024 terjadi terutama akibat penurunan sebagian besar harga pangan seiring panen yang berlimpah dan kebijakan stabilisasi pasokan, serta turunnya inflasi harga diatur pemerintah," kata Ibrahim.
Jika dirincikan, komponen inflasi harga bergejolak atau volatile food menurun dari 5,96 persen yoy pada Juni menjadi 3,63 persen yoy pada Juli 2024. Hal ini sejalan dengan panen sayuran, buah, produk unggas, serta stok ikan yang melimpah di musim kemarau.
Komponen volatile food yang menahan penurunan inflasi lebih lanjut adalah komoditas cabai yang belum masuk masa panen. Kemudian, harga beras juga mulai naik akibat stok yang mulai berkurang. Sementara itu, inflasi inti mencatatkan kenaikan tipis dari 1,9 persen yoy pada Juni menjadi 1,95 persen yoy pada Juli 2024.