Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ancaman Resesi Global 2023, Ini 6 Sektor yang Menjanjikan di Pasar Modal

Setidaknya ada enam sektor di pasar modal memiliki potensi yang menjanjikan karena ekonomi Indonesia dinilai lebih tangguh menghadapi ancaman resesi.

7 November 2022 | 12.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Vice President sekaligus Analis Teknikal Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih memperkirakan pada tahun 2023 kondisi perekonomian bakal sangat menantang karena ada ancaman resesi. Namun, setidaknya ada enam sektor di pasar modal memiliki potensi yang menjanjikan karena ekonomi Indonesia dinilai lebih tangguh menghadapi kemungkinan krisis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Enam sektor yang memiliki tren positif dan menguat yaitu cyclical, non-cyclical, basic, energy, financial dan health," ujar dia lewat keterangan tertulis pada Senin, 7 November 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di cyclical sector, saham emiten bersandi CARS, MAPI, SMSM, LPPF, dan SCMA berprospek positif. Adapun di non-cyclical sector pihaknya menilai saham AMRT, MYOR, ICBP, HMSP, AALI, GGRM, dan INDF akan bersinar. Untuk basic sector, investor bisa melirik saham dari TKIM, SMGR, TPIA, INTP, INCO, dan ANTM. 

Menurut Alfatih, tantangan ekonomi hadir karena tingkat inflasi global yang sangat tinggi dan direspon oleh berbagai bank sentral di banyak negara dengan cara neningkatkan suku bunga. Selain itu, tantangan dari krisis geopolitik antara Ukraina dan Rusia yang berimbas pada krisis pangan dan energi.

Berkaca dari sejarah ketika ekonomi Indonesia dihadapkan pada kondisi yang menantang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selalu memiliki peluang bertumbuh lebih baik 2 hingga 3 kali lipat. "Indeks kita itu (dalam menghadapi tantangan ekonomi) nggak sampai lama dalam 1-2 tahun itu sudah balik. Bahkan bisa 2-3 kali lipat," ucap Alfatih.

Alfatih mengaku tidak mendoakan ada terjadinya krisis, tapi di setiap krisis selalu ada peluang. Dia mengaku cukup optimis bahwa ada suatu pergerakan yang besar di market Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Kemudian di energy sector ada sejumlah saham seperti MEDC, AKRA, INDY, ADRO, PGAS, TCPI, DOID, ADMR, ENRG, dan ITMG yang menjadi sorotan pihaknya. Sementara itu, untuk financial sector ada saham PNLF, BMRI, BBCA, BBNI, BBRI, SMMA, dan MEGA. Untuk health sector investor bisa memilih saham KLBF, CARE, hingga SIDO. 

Bahkan Alfatih menyebut target harga dari beberapa emiten tersebut. Saham KLBF dengan target teoritis di level 2.330, CARS dengan target hingga level 120, MAPI di level 1.570-1.830, LPPF bisa hingga level 10.000, SCMA di level 310, AMRT target fibonaci 3.000-3.050.

Kemudian saham MYOR dengan target di level 2.570-2.800, ICBP target 10.500-11.250, AALI dengan target 9.450-10.000, INDF target 6.600, TKIM target di level 9.200-9.675, SMGR  target 9.850-10,550, INTP target 11.625, INCO di level 8.150-8.750. 

Selanjutnya: ANTM dengan target di level 2.580-2.775, MEDC target...



Lalu saham ANTM dengan target di level 2.580-2.775, MEDC target 1.290-1.530, AKRA target 2.000, PGAS target 2.190-2.350, ENRG 405, ITMG target sekitar 54.250. Selanjutnya adalah BBCA dengan target 10.200, BMRI dengan resistance 11.700, BBRI 5.000-5.500.

“Jadi logikanya adalah saham-saham yang out perform ada tren dan momentum itu tentu didorong dengan dana yang masuk. Jadi yang perform tentu itu dipilih oleh big fund sedangkan yang underperform cenderung ditinggalkan oleh big fund,” tutur Alfatih.

Financial planner dari Finansialku, Gembong Suwito menuturkan dengan tantangan ekonomi yang ada, isu resesi itu menjadi yang menonjol. Namun, kata dia, berbicara data pertumbuhan ekonomi Indonesia masih robust di kisaran 5 persen, sehingga secara fundamental ekonomi Indonesia tidak akan mengalami resesi. 

Saat ini, menurut Gembong, sektor yang sangat popular karena memiliki tren positif  adalah komoditas, energi, logistik, transportasi juga industri. Hal itu menjadi daya tarik bagi investor asing di pasar modal. Dia menilai ini menjadi kabar baik, di saat investor global sedang mencari mana yang baik, aman, dan nyaman di tempat investasinya, Indonesia salah satunya.

"Saat 2021 inflow-nya luar biasa dan tahun ini color full, year to date sampai mencapai Rp 80,52 triliun dana dari investor asing masuk. Makanya strong banget, terutama banking,” kata Gembong.

Adapun untuk berinvestasi, pihaknya menggunakan konsep 4 pilar. Pertama adalah likuiditas. Investasi tersebut menurutnya untuk dana darurat, penempatan di deposito dan pasar uang dengan rerata return 3-5 persen. Kedua adalah stabilitas di mana instrumen investasi bisa memberikan cash flow. 

Seperti obligasi negara, ORI, SBR, SR, RD Proteksi, dan P2P. Ketiga adalah hedging atau lindung nilai seperti US Dolar dan emas. Keempat, pertumbuhan melalui saham, RD Saham, ETF, RD Indeks, ECF, dan Derivatif.

“Konsep ini yang kami bangun dan kami aplikasikan secara investasinya bertahap kepada client. Jadi masuk dulu di Likuiditas, berjenjang setelah itu Stabilitas, sudah ngerti, Hedging dan Growth,” ucap Gembong.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Moh. Khory Alfarizi

Moh. Khory Alfarizi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2018 dan meliput isu teknologi, sains, olahraga hingga kriminalitas. Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, program studi akuntansi. Mengikuti program Kelas Khusus Jurnalisme Data Non-degree yang digelar AJI Indonesia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus