Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PT Pelindo (Persero) menargetkan keuntungan Rp 3,1 triliun pada tahun ini.
Setelah merger, nilai total aset yang dikelola Pelindo mencapai Rp 112 triliun.
Pelindo didorong untuk mampu berekspansi hingga ke luar negeri.
JAKARTA - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo tengah menggenjot kinerja keuangan setelah dilebur menjadi entitas holding pada Oktober lalu. Direktur Keuangan PT Pelindo, Mega Satria, menargetkan keuntungan bersih perusahaan mencapai Rp 3,1 triliun pada akhir tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan ini, kami menjadi 10 badan usaha milik negara terbesar dari sisi laba bersih,” ucap Mega saat menyambangi kantor Tempo, kemarin. Setelah penyatuan empat entitas, PT Pelindo mengelola aset bernilai total Rp 112 triliun dengan gabungan pendapatan yang mencapai Rp 28,6 triliun. Nilai asetnya ditargetkan menyundul Rp 120 triliun pada akhir 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Mega, utang perseroan pun bisa ditekan menjadi Rp 45 triliun, dari posisi Rp 50 triliun saat ini. Entitas merger bisa meredakan sisa utang PT Pelindo I dan dan PT Pelindo IV yang cukup besar untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa. Arus kas PT Pelindo II yang menjadi wadah holding pun dimanfaatkan untuk menambal beban keuangan. "Setelah digabung, pinjaman kami tidak terlalu over dari kekuatan finansial.”
Bisnis Pelindo kini disokong empat subholding yang lini bisnisnya berbeda. Direktur Utama PT Pelindo, Arif Suhartono, menyebutkan kontribusi pendapatan terbesar datang dari subholding peti kemas. Dengan target pengelolaan total 16,7 juta twenty-foot equivalent unit (TEUs) kontainer, anak usaha bernama PT Pelindo Terminal Petikemas bakal menjadi operator pelabuhan kontainer terbesar ke-8 di dunia. “Sekitar 50 persen pendapatan kami dari bisnis ini,” tutur dia.
PT Pelindo Jasa Maritim, cabang usaha Pelindo yang melayani servis perairan untuk persinggahan kapal, memegang 20 persen porsi pendapatan. Adapun PT Pelindo Multi Terminal menjadi subholding untuk keperluan barang selain kontainer, seperti kargo curah cair, logistik umum. Subholding keempat, PT Pelindo Solusi Logistik, dijadikan operator interland (pesisir) yang mengelola integrasi jasa logistik serta angkutan multimoda.
Dengan pertukaran data di antara 116 pelabuhan komersial yang kini dikelola PT Pelindo, Arif berencana memangkas durasi tambat kapal dan masa tinggal peti kemas. “Itu bantuan kami untuk mengurangi biaya logistik nasional.”
Arif mengklaim porsi pelabuhan dalam struktur biaya logistik sangat kecil. Dari penelitian Bank Dunia, porsi biaya logistik Indonesia tercatat menembus 23 persen domestik bruto, jauh di atas kondisi negara tetangga yang hanya belasan persen. Sebanyak 2,8 persen dari komposisi itu merupakan beban di laut. Angka itu pun masih harus dibagi dua karena separuh ongkosnya berasal dari aktivitas pelayaran.
“Berbagi dengan shipping line, porsi dari pelabuhan hanya 1,4 persen, tapi selalu disalahkan soal kenaikan ongkos logistik,” ujar Arif.
Group Head Manajemen Integrasi PT Pelindo, Budi Pratomo, memastikan periode dua tahun perdana pasca-merger akan dipakai untuk penguatan aset internal. “Kami perkuat dulu konsolidasinya. Harapannya, pada 2025, kami bisa menuntaskan ekosistem sebagai operator peti kemas global.”
Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI), Aulia Febri, menyarankan agar holding Pelindo segera berekspansi ke luar negeri. Ekspansi itu tak sebatas bermitra, tapi juga sebagai manajemen operator dermaga di luar negeri.
Strategi ini sudah dilakukan sejumlah perusahaan pelabuhan jumbo, seperti Port of Rotterdam dan Port of Singapore. “Bisa lewat joint venture dan cara lainnya,” ujar Aulia. “Penyatuan empat raksasa akan percuma jika hanya bermain di kandang.”
Peneliti BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, memperkirakan ekspektasi pengguna jasa Pelindo, baik domestik maupun asing, kepada perseroan akan semakin tinggi. Tak hanya kecepatan layanan bongkar-muat, konsumen pun akan menuntut pengurangan tarif. “Hanya bisa dikabulkan jika entitas baru ini bisa menghasilkan nilai tambah.”
HENDARTYO HANGGI | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo