Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Na-sional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, berharap persentase kemiskinan di Indonesia terus turun dan menyentuh angka 9 persen pada akhir 2019. "Target tahun ini, kemiskinan itu 8,5-9,5 persen. Jadi, kalau kami lihat angka terakhir di 9,66 persen, mudah-mudahan pada 2019 akhir kemiskinan sudah di angka 9 persen," ujarnya kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mencapai target tersebut, Bambang melanjutkan, pemerintah akan berfokus pada penguatan bantuan sosial tepat sa-saran. Bantuan tersebut, seperti bantuan pangan non-tunai (BPNT), program keluarga harapan (PKH), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta Kartu Indonesia Sehat (KIS), untuk kelompok penduduk yang masuk kategori kemiskinan ekstrem. "Sedangkan untuk yang rentan miskin, supaya tidak jatuh miskin lagi, kami perkuat akses permodalan mikro, kemudian juga penciptaan lapangan kerja," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin pada September 2018 terus turun menjadi 9,66 persen dibanding Maret 2018 yang mencapai 9,82 persen. Ada penurunan kemiskinan sebesar 0,16 poin pada September dari Maret lalu dan 0,46 poin dibanding September 2017.
Jumlah penduduk miskin pada September lalu mencapai 25,67 juta orang, menurun 0,28 juta orang terhadap Maret 2018 dan menurun 0,91 juta orang terhadap September 2017.
Bambang menekankan ada dua hal penting yang mempengaruhi besarnya tingkat ketimpangan, yaitu akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar serta penyaluran bantuan sosial tepat sasaran. "Disparitas itu dua hal. Pertama, masalah akses. Akses harus diperbaiki. Oleh karena itu, infra-struktur tetap perlu diba-ngun, terutama infrastruktur dasar dan pelayanan dasar," tuturnya.
Kedua, bantuan sosial harus disalurkan kepada masyarakat miskin. "Karena problemnya, sebagian kelompok yang seharusnya menerima, belum menerima, karena belum terjangkau bantuan," kata Bambang.
Pada September 2018, BPS mencatat tingkat ke-timpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh rasio gini turun tipis menjadi 0,384. Angka tersebut menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan rasio gini Maret lalu yang sebesar 0,389.
Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika, mengatakan, sejak 2015 hingga 2018, pertumbuhan ekonomi diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Menurut dia, pencapaian itu diperoleh lewat kombinasi kerja ideologis dan teknokratis. "Secara ideologis, pemerintah menjalankan penuh mandat konstitusi agar hajat publik dimuliakan," ujarnya.
Menurut dia, tingkat kemiskinan menurun di bawah 10 persen untuk pertama kali pada Maret 2018 menjadi 9,82 persen. Inflasi, kata Erani, juga selalu bisa ditekan di bawah 3,6 persen selama empat tahun berturut-turut. "Penurunan ketimpangan tidak kalah dramatis."
Lebih lanjut, Erani me-ngatakan, sejarah mencatat Indonesia bukanlah negara yang terampil membagi kue ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi cuma singgah pada lapis golongan atas masyarakat," kata Erani.
Dia mengatakan, sejak awal 2015, pemerintah berjuang agar model pembangunan semacam itu diakhiri. Pertumbuhan ekonomi layak diikhtiarkan, tapi di atas segalanya mutu atas pertumbuhan ekonomi mesti diperjuangkan.
Upaya pemerintah menekan kemiskinan juga dilakukan melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 140 triliun pada 2019. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, lebih dari separuh kredit akan diprioritaskan untuk membantu nelayan, peternak, dan petani. "Kami ingin KUR ini lebih banyak untuk mereka yang berproduksi. Selama ini perbankan lebih suka menyalurkan kredit ke sektor perdagangan," ujarnya, akhir tahun lalu. HENDARTYO HANGGI | ALI NUR YASIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo