Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Daging ayam Indonesia dan produk olahannya mulai memasuki Singapura. Momentum ini diharapkan menjadi awal perluasan pasar ekspor Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekspor daging ayam dari Indonesia ke Singapura datang setelah Malaysia tidak lagi menjual ayam hidup ke Singapura. Langkah itu dilakukan Malaysia untuk menstabilkan produksi dan harga di dalam negeri. Kebijakan yang mulai berlaku 1 Juni tersebut membuat Singapura waswas kekurangan pasokan. Langkah Malaysia pun membuat harga ayam beku melonjak di Singapura dan berdampak pada bisnis makanan di sana. Selama ini Singapura mengimpor 34 persen ayam dari Malaysia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, Singapura membuka pintu ekspor dari negara lain. Ceruk pasar yang kini ditinggal Malaysia, dimanfaatkan pelaku industri perunggasan Indonesia. Salah satu pelopornya adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).
Menteri pertanian RI Syahrul Yasin Limpo (kanan) bersama Presiden Komisaris PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) Hadi Gunawan melepas ekspor perdana produk unggas daging ayam di Kantor Pusat CPI Ancol, Jakarta, 13 Juli 2022. TV Tani Indonesia/Kementerian Pertanian RI
Charoen Pokphand Ekspor 1 Juta Kg Daging Ayam
Perusahaan ini berhasil mendapatkan sertifikat untuk melakukan ekspor dari Singapore Food Agency (SFA) pada 30 Juni lalu. Presiden Direktur CPIN, Tjiu Thomas Effendy, menyatakan perusahaan menandatangani kesepakatan kerja sama dengan importir Singapura sebanyak 1 juta kilogram daging ayam. Nilainya mencapai Rp 40 miliar.
"Ini akan dikirim secara bertahap hingga akhir 2022 dan akan terus bertambah menyesuaikan dengan kondisi di Singapura," tuturnya dalam keterangan tertulis, akhir pekan lalu. Untuk tahap pertama, CPIN mengirim 50 ribu kilogram produknya pada Rabu lalu.
Perusahaan lain yang juga telah mengantongi perjanjian ekspor adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) melalui anak usahanya, PT Ciomas Adisatwa. Kepada Tempo, Senior Vice President Head of Broiler Division Ciomas Adisatwa, Achmad Dawami, menuturkan perusahaan baru akan mengekspor karkas dan daging ayam beku. "Kalau mereka sudah terima dan puas, otomatis pasti akan ada repeat order. Lalu, nanti kita mulai mengembangkan produk lain, seperti makanan olahan," ujarnya. Pengiriman perdana ke Singapura dilakukan pada akhir pekan lalu.
Surplus Daging Ayam
Menyusul kedua perusahaan ini, sejumlah perusahaan antre menanti sertifikat dari SFA untuk ekspor. PT Malindo Feedmill Tbk merupakan satu di antaranya. "Kami masih dalam proses pengajuan dokumen kepada Singapore Food Agency," kata Direktur Malindo Feedmill, Rewin Hanrahan, kepada Tempo, akhir pekan lalu. Emiten berkode MAIN di Bursa Efek Indonesia ini berencana mengekspor makanan olahan, karkas ayam, telur, hingga anak ayam yang baru menetas atau day old chicken (DOC).
Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nasrullah, terdapat 12 aplikasi pengajuan ekspor ke Singapura dengan komoditas bervariasi hingga saat ini. Singapura membuka diri untuk daging ayam serta produk olahan unggas lainnya. Dia menyatakan belum semua aplikasi lolos audit dari SFA. "Ada beberapa yang sudah lolos audit pertama di pertengahan Juni kemarin. Selain itu, akan dilakukan audit kembali untuk dua aplikasi pada 18 Juli nanti," ujarnya.
Singapura Sulit Ditembus
Nasrullah mengatakan pasar di Singapura sudah diincar pemerintah sejak 2018. Negara ini terkenal sulit ditembus lantaran standar dan syarat yang diterapkan terutama dalam hal penjaminan keamanan pangan sangat ketat. Pemerintah bersama perusahaan menyesuaikan diri dengan aturan yang diterapkan Singapura dalam beberapa tahun belakangan ini. Dia menuturkan upaya ini bertepatan dengan kondisi Singapura yang sedang kekurangan pasokan ayam setelah penghentian ekspor dari Malaysia.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan masuknya produk Indonesia ke Singapura membuktikan kualitas pangan domestik. Dia berharap kegiatan ekspor kali ini bisa membuka pintu ke negara lain. Terlebih, saat ini produksi di dalam negeri melebihi kebutuhan konsumsi. "Perintah Bapak Presiden, komoditas yang produksinya berlebih harus kita dorong agar mampu menangkap peluang seperti ekspor ini," katanya. Berdasarkan prognosis Badan Pangan Nasional, pada tahun ini daging ayam bakal mengalami surplus sebanyak 900 ribu ton dan telur ayam sebanyak 600 ribu ton.
Saat ini Indonesia sudah mengirim daging ayam dan produk olahannya ke beberapa negara. CPIN misalnya, sudah menerima pemesanan ulang produk olahan unggas ke Jepang sebanyak 12 ribu kilogram dan ekspor karkas ayam ke Timor Leste sebanyak 12 ribu kilogram. JPFA saat ini juga aktif mengekspor ke Timor Leste dan Papua Nugini. Perusahaan itu juga sedang kembali menjajaki ekspor dengan Jepang.
Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Bidang Peternakan dan Perikanan, Ki Musbar Mesdi, menuturkan keberhasilan menembus pasar Singapura merupakan momentum yang baik untuk membuktikan kualitas Indonesia kepada negara tujuan ekspor lainnya. "Singapura seperti cerminan dunia karena sistem screening mereka sangat ketat. Kalau bisa masuk, berarti produk apik," katanya.
Menurut dia, kesempatan ini perlu dimanfaatkan pemerintah dan pengusaha untuk mengembangkan ekspor produk olahan unggas ke Singapura ataupun negara lain. Tidak cuma daging ayam. Dengan pasar baru, Presiden Peternak Layer Indonesia ini menyatakan industri pangan berbasis unggas di dalam negeri bakal lebih bergairah.
Kepala Bidang Broiler Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia, Muchlis Wahyudi, mengungkapkan tantangan mengenai harga produk. Menurut dia, biaya produksi yang tinggi mengurangi daya saing Indonesia dibanding negara lain. Jika harga pakan berhasil diturunkan, dia menyatakan bukan hanya perusahaan besar yang bisa ikut andil dalam kegiatan ekspor, tapi juga pengusaha skala kecil. "Kita mampu asal pemerintah turun tangan untuk membantu, misalnya permodalannya," tuturnya.
VINDRY FLORENTIN | HAMDAN CHOLIFUDIN ISMAIL
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo