Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah bersiap menjadikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sebagai bank BUMN. Rencana pemerintah menjadi pemegang saham mayoritas BSI pun sedang dikaji.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, mengatakan, jika terealisasi, hal itu akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. “Dari sisi pemerintah atau BUMN, akan semakin memantapkan posisi perbankan pelat merah dalam industri perbankan nasional, karena market-nya menjadi semakin dominan,” ujarnya, kemarin.
Berikutnya, pemerintah juga dapat mendiversifikasi produk perbankan dengan adanya BUMN bank syariah. Sedangkan bagi BSI, terdapat sejumlah keuntungan yang diperoleh, antara lain adanya sokongan permodalan yang besar dari pemerintah, kepercayaan publik yang semakin meningkat, hingga peluang untuk mengembangkan bisnis dan layanan perbankan syariah ke berbagai jaringan milik negara. “Ini bisa jadi modal yang cukup untuk menembus top 10 perbankan dalam negeri,” kata Huda.
Setelah dilakukan merger dan akuisisi bergabungnya tiga bank syariah anak usaha Bank Mandiri, BNI, dan BRI pada 1 Februari 2021, saham pengendali dan mayoritas BSI masih dipegang oleh tiga bank tersebut. Dengan demikian, BSI belum sah dikatakan sebagai bank pelat merah, karena belum ada suntikan dana langsung dari negara di tubuh perusahaan dengan kode emiten BRIS tersebut.
-
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keinginan menjadikan BSI sebagai bank BUMN pun mencuat. Hal itu ditujukan untuk memperkuat posisi BSI di industri dan mengembangkannya untuk dapat menjadi salah satu bank syariah terbesar di dunia. “Untuk mendukung cita-cita tersebut, pemerintah harus secara resmi masuk di dalam BSI,” kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada Selasa lalu.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara, menuturkan jika BSI resmi menjadi bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), proses pengambilan keputusan akan berjalan lebih cepat dibanding saat ini ketika saham pengendali masih terpisah-pisah. Dari sisi bisnis, BSI memiliki peluang untuk menggarap ceruk pasar konsumen retail dan usaha yang berbasis syariah.
“Misal menggarap potensi penyaluran pembiayaan untuk KPR syariah, keunggulan bank syariah kan ada kejelasan fee untuk pengajuan KPR jangka panjang, beda dengan konvensional dengan suku bunga mengambang. Ini bisa jadi keunggulan,” ucapnya.
Berikutnya, BSI juga dapat menyasar segmen UMKM yang masih belum cukup terlayani oleh bank konvensional. Namun BSI, kata Bhima, harus memastikan dapat memberikan penawaran yang kompetitif dari skema bagi hasil pinjaman, syarat kemudahan meminjam, dan agunan. Profitabilitas dari segmen ini cukup menjanjikan. Terakhir, BSI dapat menggarap produk-produk investasi syariah bekerja sama dengan platform investasi digital, seperti reksa dana syariah, tabungan emas, saham syariah, hingga sukuk. “Kerja sama ini sekaligus dapat meningkatkan fee-based income (pendapatan berbasis komisi) perusahaan.”
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Hery Gunardi, menyampaikan paparan kinerja BSI kuartal II/2022 di Jakarta, 25 Agustus 2022. ANTARA/Sigid Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) BSI pun telah menyetujui negara Republik Indonesia memiliki saham Seri A Dwiwarna di perseroan. Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, mengungkapkan para pemegang saham telah menyetujui perubahan anggaran dasar perseroan untuk memasukkan saham Seri A Dwiwarna ke BSI. Saham Seri A Dwiwarna merupakan saham khusus negara Republik Indonesia yang memberikan hak istimewa kepada para pemegang saham, di antaranya menyetujui persetujuan RUPS dan menyetujui perubahan permodalan perusahaan. “Hal ini akan semakin memperkuat BSI untuk menjadi motor bagi kemajuan industri keuangan syariah nasional.”
Kinerja Mengkilap BSI
Sementara itu, BSI berhasil menorehkan kinerja yang mengkilap pada paruh pertama tahun ini, di mana laba bersih perusahaan mencapai Rp 2,13 triliun atau tumbuh lebih dari 40 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kinerja positif itu didukung oleh pertumbuhan simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) sebesar 13,07 persen, dengan dominasi proporsi berupa tabungan wadiah, giro, dan deposito. Nilai DPK BSI tersebut membuat tabungan BSI masuk ke dalam lima besar DPK industri perbankan nasional.
Sedangkan pembiayaan BSI tumbuh 18,55 persen, di mana pembiayaan mikro menjadi kontributor terbesar dengan pertumbuhan sebesar 31,13 persen. Berikutnya, disusul dengan pembiayaan konsumer yang tumbuh 21,66 persen, korporasi 20,34 persen, pembiayaan kartu 22,87 persen, dan gadai emas 20,07 persen.
Pertumbuhan kinerja BSI juga ditopang oleh pertumbuhan aset sebesar 12,46 persen secara tahunan menjadi Rp 277,34 triliun. Efektivitas dan efisiensi biaya yang dikeluarkan BSI juga membaik, sebagaimana tampak dari perbaikan rasio biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) sebesar 74,50 persen.
ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo