Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perjanjian Dagang Indonesia-Korea Selatan Segera Diratifikasi

Sebanyak 11 ribu pos tarif ekspor dan bea masuk dibebaskan dalam perjanjian dagang Indonesia-Korea (IK-CEPA). Apa saja manfaatnya bagi pengusaha Indonesia?

22 Juni 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Indonesia dan Korea Selatan sepakat menghapus tarif bea masuk sebesar 92 persen.

  • Penghapusan bea masuk produk dari Indonesia yang dilakukan Korea Selatan mencapai 95,5 persen.

  • Produk Indonesia yang mendapat tarif nol persen antara lain sepeda motor, produk olahan ikan, dan buah-buahan.

JAKARTAPerjanjian dagang Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) bakal diimplementasikan pada semester kedua tahun ini. Saat ini, perjanjian tersebut masih dalam proses ratifikasi dan rencananya diresmikan lewat sidang paripurna DPR pada Juli mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Ari Satria, menjelaskan, dalam perjanjian perdagangan ini, Indonesia dan Korea Selatan sepakat menghapus pos tarif bea masuk sebesar 92 persen. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pada perjanjian dagang ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA), yang sebesar 87 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Contoh produk Korea Selatan yang mendapat tarif nol persen berdasarkan IK-CEPA antara lain sayur dan buah kaleng, produk olahan susu, kayu lapis (plywood), dan kain wol," kata Ari dalam program sosialisasi IK-CEPA di Semarang, yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Ditjen PPI Kemendag, kemarin.

Sementara itu, penghapusan tarif bea masuk produk dari Indonesia yang dilakukan oleh Korea Selatan mencapai 95,5 persen, lebih tinggi daripada AKFTA yang sebesar 90 persen. Beberapa contoh produk Indonesia yang mendapat tarif nol persen dalam IK-CEPA meliputi sepeda, sepeda motor, aksesori sepeda motor, produk olahan ikan, kaus kaki, rumput laut, durian, dan salak.

"Salah satu tantangan (dalam perdagangan Indonesia-Korea Selatan) adalah memasukkan buah-buahan tropis asal Indonesia ke pasar Korea. Hal itu agak susah dilakukan karena FDA atau Badan POM-nya di Korea agak berbelit-belit. Tapi mungkin dengan IK-CEPA ini bisa lebih (mudah) karena peminat buah-buahan tropis (di sana) banyak," ujar Ari.

Warga mengamati tumpukan durian di gudang penampungan buah durian "Fresh Durian Nusantara (FDN)" di Palu, Sulawesi Tengah, 6 Juni 2022. ANTARA/Mohamad Hamzah

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengajak pengusaha dalam negeri memanfaatkan perjanjian perdagangan IK-CEPA, yang membebaskan 11 ribu pos tarif. "Ini banyak sekali. Manfaatkan dengan baik, manfaatkan dengan optimal," kata Jerry. Pembebasan pos tarif itu, dia menambahkan, akan membuat perdagangan produk RI ke Korea menjadi lebih efisien.

Perjanjian ini pun, menurut Jerry, akan memberikan kemudahan bisnis bagi pengusaha dan eksportir di Indonesia. "Mari kita berbisnis dan berdagang lewat IK-CEPA sehingga bisa mendapat manfaat itu secara konkret."

Jerry menjelaskan, hingga saat ini Indonesia telah menjalin 25 perjanjian dagang dengan berbagai negara, dari wilayah Asia, Australia, Eropa, hingga Amerika. Aneka perjanjian ini, kata dia, merupakan amanat Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan perdagangan guna menjaga surplus neraca perdagangan.

"Per Desember 2021, rekor neraca perdagangan kita surplus US$ 35,34 miliar, tertinggi sejak 15 tahun terakhir dengan nilai ekspor US$ 235 miliar," ujar Jerry. Dia juga menyatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menggenjot perdagangan internasional RI serta mempromosikan produk-produk Indonesia yang berkualitas dan sesuai dengan pasar ekspor.

Komite Tetap Perdagangan Internasional dan Ekspor-Impor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Tengah, Ade Siti Muksodah, menyampaikan wilayah Jawa sangat potensial untuk melakukan aktivitas ekspor ke Korea Selatan, dari bahan baku, sumber daya manusia, logistik, hingga telekomunikasi. "Potensi Jawa Tengah sangat besar di industri mikro dan kecil. Cakupan dari seluruh Jawa yang paling dominan adalah Jawa Tengah," tutur Ade. 

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Muhammad Arif Sambodo, turut memaparkan bahwa sejumlah produk dari Jawa Tengah yang potensial untuk diekspor ke Korea Selatan meningkat selama lima tahun terakhir.

Selain meliputi perdagangan barang dan jasa, kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Korea berdasarkan IK-CEPA mencakup kerja sama perihal investasi. Khususnya dalam sektor otomotif, logam, kimia, dan energi terbarukan.  

Terkait dengan kerja sama investasi tersebut, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, menyarankan agar aturan ihwal investasi tidak dikenai kriteria atau persyaratan yang kompleks. "Masuknya investasi harus dipermudah. Kalau mau mengenakan persyaratan, menurut saya, lebih ke mendorong bagaimana investor menginvestasikan kembali sebagian keuntungan. Hal ini akan menguntungkan neraca transaksi Indonesia nantinya," kata Piter. 

Secara keseluruhan, menurut dia, hasil dari perjanjian IK-CEPA ini berpotensi membawa banyak keuntungan bagi Indonesia. Sebab, Indonesia diperkirakan memperoleh peningkatan kesejahteraan sebesar US$ 10,6 miliar, pertumbuhan PDB 4,37 persen, serta infrastruktur industri dan bantuan jasa konsultasi untuk penyelenggaraan kegiatan usaha. 

Karena itu, Piter berpendapat, kementerian-kementerian terkaitlah yang harus menindaklanjuti IK-CEPA, bukan kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, UMKM tidak mungkin dibiarkan berjalan sendiri dalam mencari manfaat IK-CEPA. "Kementerian-kementerian terkait harus mensosialisasi dan membuat perencanaan agar UMKM dapat mempersiapkan diri, memanfaatkan semua peluang yang tercipta di IK-CEPA."

Adapun Yusuf Rendy Manilet, juga ekonom dari CORE Indonesia, menilai kebijakan tarif dalam aneka perjanjian dagang internasional justru menjadi salah satu hambatan perdagangan. Sebab, hal tersebut berdampak signifikan pada hubungan dagang antara satu negara dan negara-negara lain. "Momentum perjanjian ini seharusnya juga dimanfaatkan untuk mendiskusikan pengurangan kebijakan atau pengenaan non-tarif untuk produk barang serta jasa yang diekspor dari dan menuju ke dua negara ini."

JELITA MURNI | ANT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus