Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pasokan daging ayam di dalam negeri masih berlimpah. Kebijakan ekspor dinilai tepat untuk menyerap stok saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional, Sugeng Wahyudi, menuturkan surplus pasokan bisa terlihat dari regulasi yang berlaku saat ini. "Mulai 30 Maret sudah boleh menetaskan kembali hatching egg. Artinya, produksi cukup atau bahkan berlebih," kata Sugeng kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenaikan produksi itu tidak diimbangi dengan serapan yang kuat. Sugeng mengatakan produksi ayam bisa mencapai 60 juta ekor per minggu, sedangkan kebutuhannya hanya 50 juta ekor per minggu.
Pada 16 Februari lalu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian sempat mengeluarkan surat edaran yang melarang peternak menetaskan telur atau cutting hatching egg. Saat itu, pemerintah memperkirakan terjadi surplus sebesar 883 ribu ton. Produksi daging ayam diestimasi mencapai 4,07 juta ton, sedangkan kebutuhannya hanya 3,19 juta ton. Kebijakan ini sekaligus untuk menjaga harga ayam hidup atau live bird di tingkat peternak.
Pedagang ayam melayani pembeli di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
Surplus Daging Ayam Versi BPS dan Kementan
Angka tersebut lebih tinggi dari estimasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian dalam laporan bertajuk "Peternakan dalam Angka 2022". Kedua lembaga tersebut memperkirakan ada surplus daging ayam sebesar 689 ribu ton. Tahun ini produksi diperkirakan mencapai 3,8 juta ton, sedangkan kebutuhannya hanya 3,1 juta ton.
Menurut Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas, Achmad Dawami, angka surplus berada di kisaran 400 ribu ton tahun ini. Prediksi tersebut lebih rendah, antara lain, karena ada kegiatan ekspor ke Singapura bulan ini. Selain itu, konsumsi daging ayam terdongkrak setelah penyakit mulut dan kuku sapi merebak.
Salah satu indikasi bahwa serapan daging bertambah terlihat dari harga jualnya. "Kemarin kami rugi terus, sekarang harga sudah mulai match dengan harga pokok penjualannya," kata dia kepada Tempo, akhir pekan lalu. Harga jual daging ayam mulai disesuaikan dengan tingginya harga pakan yang berkontribusi pada biaya produksi.
Achmad menuturkan kelebihan pasokan daging ayam di dalam negeri disebabkan oleh masih rendahnya konsumsi daging ayam di masyarakat. Dia menyatakan konsumsi per kapita per tahun tertinggi hanya 12-14 kilogram. Dibandingkan dengan tingkat konsumsi di negara lain, angka itu masih rendah. Konsumsi per kapita per tahun di Malaysia, misalnya, sudah hampir 50 kilogram. Selama masa pandemi, jumlah konsumsi daging ayam di dalam negeri hanya 7-8 kilogram per kapita.
Ekspor Daging Ayam Didorong
Untuk mengimbangi kelebihan pasokan yang ada saat ini, Kepala Bidang Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia, Muchlis Wahyudi, menyatakan kebijakan ekspor daging ayam dan produk olahannya perlu didorong. "Supaya ada kestabilan harga dalam negeri dengan dicabutnya cutting hatching egg," kata Muchlis. Ia memperkirakan ada kelebihan 30 persen ayam hidup dari kebutuhan tahun ini.
Muchlis menuturkan saat ini harga ayam di dalam negeri masih tinggi, salah satunya karena mahalnya pakan. Dia mencatat harga jagung sudah mulai turun, tapi harga pakan jadi tidak berubah. Karena biaya produksi semakin meningkat, tak sedikit pengusaha yang terpaksa menurunkan kualitas pakan. Namun hal itu berimplikasi lambatnya pertumbuhan ayam. Selain itu, biaya produksi yang mahal membuat harga daging ayam dan produk olahannya sulit bersaing dengan negara lain.
Soal persaingan harga ini diakui sebagai salah satu tantangan ekspor oleh Achmad Dawami, yang juga Senior Vice President Head of Broiler Division PT Ciomas Adisatwa. Menurut dia, produk buatan Indonesia secara kualitas bisa bersaing dengan negara lain. Namun tidak dari sisi harga.
Direktur PT Malindo Feedmill Tbk, Rewin Hanrahan, pun menyatakan tantangan mengembangkan pasar ekspor daging ayam terletak pada harga jual produk. "Bersaing untuk harga yang lebih kompetitif dengan negara lain," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo