Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan ada dua penyebab produktivitas sawit menurun saat ini. Dua faktor itu adalah kenaikan harga pupuk dan rendahnya replanting atau peremajaan tanaman sawit. "Produktivitas menurun itu benar, karena kami enggak memupuk tahun lalu. Harga pupuk naik 300 persen," kata dia saat ditemui di Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Senin, 27 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian, produktivitas semakin menurun karena rendahnya replanting atau peremajaan tanaman. Ia mengatakan proses peremajaan tanaman dengan mengganti tanaman tua menjadi tanaman produktif membutuh waktu selama 3 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah peremajaan tanaman sawit ini berkaitan dengan rendahnya realisasi subsidi program peremajaan sawit rakyat (PSR). Berdasarkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sejak 2016 sampai 2022, luas lahan petani rakyat yang mendapatkan subsidi baru 273 ribu hektare. Sedangkan targetnya adalah 180 ribu hektare per tahun.
Padahal, menurut Gulat, dana BPDPKS yang tersedia untuk subsidi program PSR ini mencapai Rp 5,4 triliun per tahun. Tetapi yang terpakai hanya Rp 500 miliar per tahun. Dia menilai realisasi subsidi rendah dikarenakan banyaknya persyaratan administrasi yang menyulitkan petani.
Aturan tersebut, kata dia, dibuat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ATR/BPN. Misalnya, kedua Kementerian itu meminta petani untuk melengkapi sejumlah kelengkapan surat hingga mendaftar secara daring atau online.
Rumitnya proses tersebut membuat banyak petani yang kesulitan, sehingga proses pengajuan subsidi PSR ini menjadi sangat lama. Bahkan Gulat mengatakan pengajuan petani untuk subsidi program PSR bisa memakan waktu hingga 2 tahun.
Adapun berdasarkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki, produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) produksi turun 0,34 persen menjadi 46,7 juta ton. Sementara produksi crude palm kernel oil (CPKO) atau minyak inti sawit kasar sebesar 4,5 juta ton sehingga total produk sawit sebesar 51,2 juta ton. Gapki juga mencatat telah terjadi stagnasi produksi dalam empat tahun terakhir.
Menurut Gapki, ada beberapa tantangan yang dihadapi produsen sawit yang menyebabkan produktivitas turun. Antara lain, meningkatnya pemenuhan kebutuhan domestik, Implementasi kan Undang-undang Cipta Kerja (UU CK). Selain itu, musababnya adalah hambatan Perdagangan di pasar global sebagai dampak dikeluarkannya Undang-undang Deforestasi di Uni Eropa dan perlambatan perekonomian global.
Pilihan Editor: Begini Sri Mulyani Marah, Minta Dirjen Pajak Suryo Utomo Jelaskan Kekayaannya dan Bubarkan Klub Moge Pajak
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini