Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia periode 2016-2019, Arcandra Tahar, menerangkan sektor pertanian dan peternakan juga menjadi salah satu kontributor emisi gas rumah kaca. Di sektor peternakan, kotoran hewan ternak seperti sapi, kerbau, dan kuda merupakan penyumbang gas methane yang cukup signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun gas methane atau CH4 merupakan salah satu jenis gas yang menjadi penyebab utama pemanasan global. “Gas CH4 dihasilkan dari sektor pertanian dan peternakan, juga dari gas alam yang dibuang ke udara atau gas venting di sektor minyak dan gas bumi,” ujar Arcandra Tahar dalam Instagramnya, Rabu, 10 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sementara itu di sektor pertanian, tanaman padi menjadi penyumbang gas methane terbesar. Kontributor lainnya berasal dari gas nitrous oxide (N2O) yang dihasilkan dari pengolahan tanah yang diberi pupuk.
Jenis gas lain yang dihasilkan manusia dan menjadi penyumbang pemanasan global terbesar adalah gas karbondioksida alias CO2. Gas ini berasal dari pembakaran batu bara, minyak dan gas bumi, transportasi, pertambangan utamanya smelter, industri semen, dan industri baja.
Arcandra berujar, sekitar 65 persen emisi gas itu berasal dari proses pembakaran energi fosil. Salah satu contoh pabrik penyumbang terbesar dari emisi gas rumah kaca adalah Coal to Liquid (CTL). CTL adalah pabrik yang beroperasi di Afrika Selatan, yang mengubah batubara menjadi minyak sintetis.
Emisi gas menyebabkan suhu bumi rata-rata naik di atas 1,5 derajat Celcius. Kondisi ini menyebabkan permukaan air laut naik sekitar 2 meter sehingga dikhawatirkan banyak kota di dunia akan tenggelam.
Dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia G20 di Glasgow, Skotlandia, isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas menjadi perhatian global. Isu ini juga menjadi salah satu sorotan Indonesia.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam pidatonya menegaskan Indonesia berkomitmen ikut dalam penanganan perubahan iklim. Salah satunya menekan laju deforestasi. Dalam penjelasannya, ia mengatakan, laju deforestasi Indonesia turun signifikan dan terendah dalam 20 tahun terakhir.
Bahkan, kebakaran hutan juga diklaim turun 82 persen di tahun 2020. "Dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim," kata Jokowi.
Tak berhenti di situ, Jokowi meyakinkan dunia bahwa Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove dan ditargetkan mencapai seluas 600 ribu hektar pada 2024 atau terluas di dunia. Tiga juta hektar4 lahan kritis antara tahun 2010 sampai 2019 juga disebut Jokowi telah direhabilitasi.
"Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai carbon net sink, selambatnya tahun 2030," kata Jokowi.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.