Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo angkat bicara soal negosiasi kenaikan debt ceiling atau plafon utang Amerika Serikat (utang AS). Berkaca pada rekam jejak yang sudah terjadi, Perry optimistis pembahasan debt ceiling ini akan berujung pada kesepakatan antara pemerintah dan kongres AS.
"Yang kami perkirakan, awal Juni atau pertengahan Juni (ada kesepakatan)," tutur Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada Kamis, 25 Mei 2023.
Meski yakin akan terjadi kesepakatan, Perry mengatakan BI tetap mewaspadai respons pasar yang akan terjadi. Pasalnya, penafsiran ihwal plafon utang tersebut bisa sangat beragam. Walhasil, hal tersebut bisa mengakibatkan ketidakpastian pasar keuangan global.
"Nilai tukar dolar bisa menguat terhadap semua mata uang," kata Perry.
Oleh karena itu, kata dia, bank sentral bakal merespons situasi ini dengan berfokus pada upaya memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengantisipasi imported inflation. "Kami juga akan memitigasi dampak rambatan."
Seperti diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat berpotensi mengalami gagal bayar utang. Pasalnya, saat ini utang AS sudah melebihi ambang batas US$ 31,4 triliun, yakni mencapai US$ 31,45 triliun.
Tapi Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Abdul Manap Pulungan, menilai hal tersebut tidak terlalu banyak berimbas pada ekonomi global.
Selanjutnya: Dari pandangannya, sedikitnya ada tiga hal ...
Dari pandangannya, sedikitnya ada tiga hal yang mempengaruhi perekonomian global. Pertama, kata dia, faktor geopolitik.
“Masalah Ukraina dan Rusia, dan memanasnya Amerika Serikat (AS)-Taiwan dan Cina,” ujar dia dalam konferensi pers virtual bertajuk Ekonomi Indonesia di Tengah Pusaran Risiko Gagal Bayar Utang Amerika pada Senin, 8 Mei 2023.
Faktor kedua adalah perkembangan ekonomi Amerika baik dari kebijakan moneternya yang terus menaikkan suku bunga acuan meski sudah ada permasalahan di sektor perbankan. Serta adanya potensi Amerika gagal bayar utang. Menurut Abdul, sebetulnya fenomena risiko gagal bayar utang AS bukan saat ini saja terjadi, tapi juga pernah terjadi pada beberapa tahun lalu.
“Dampak potensi gagal bayar ini sebetulnya relatif lebih minor (kecil) dibandingkan gejolak Rusia-Ukraina ataupun dampak dari Covid-19, saya melihat seperti itu,” ucap Abdul.
Selanjutnya, faktor ketiga adalah masalah ekonomi Cina dan Uni Eropa. Dengan Cina mengalami pelambatan ekonomi, sementara di Uni Eropa banyak demonstrasi di berbagai negara karena semakin mahalnya biaya hidup, hal-hal ini turut berimbas pada perekonomian global. “Sejalan dengan inflasi yang terus meningkat,” tuturnya.
RIRI RAHAYU | MOH. KHORY ALFARIZI
Pilihan Editor: Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan Mei 2023 Tetap 5,75 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini