Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan Bersama kementerian dan lembaga terkait sedang melakukan harmonisasi regulasi soal pelarangan penjualan barang impor di bawah US$ 100 di marketplace. Hal ini dimuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memastikan pedagang lokal tetap bisa berjualan barang impor. "(Pedagang lokal menjual barang impor) enggak masalah karena barangnya sudah masuk dalam mekanisme impor biasa. Jadi syaratnya harus masuk dulu barangnya ke Indonesia baru mereka jual online," kata Teten saat ditemui Tempo di kawasan Jakarta Pusat pada Rabu, 9 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Teten menjelaskan barang yang sudah melalui mekanisme impor boleh dijual karena telah melalui berbagai perizinan. Misalnya izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Standar Nasional Indonesia (SNI), dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
APLE: melumpuhkan UMKM hingga PHK massal
Menanggapi hal itu, Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) menilai rencana pemerintah tersebut akan melumpuhkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ketua APLE Sonny Harsono mengatakan ada ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga efek resiprokal atau perlakuan serupa dari negara lain.
“Jadi kalau barang ini katakanlah dari China, atau Taiwan, atau Amerika, di-banned, bagaimana kalau diambil tindakan serupa terhadap barang kita yang diekspor," kata Sonny dalam keterangannya, Kamis, 24 Agustus 2023.
Banyak barang belum tersedia di Indonesia
Sonny menjelaskan banyak barang produksi atau kebutuhan yang diperlukan tak bisa diperoleh karena belum tersedia di Indonesia. Sementara saat ini ada 50 juta UMKM ditargetkan untuk masuk ke platform marketplace.
APLE mencatat, per bulannya ada 500 ton lebih barang UMKM yang dijual secara lintas negara atau cross border. Total transaksi ekspor dari sektor UMKM ini, kata dia, mencapai Rp 2 triliun dalam satu tahun.
Mendegradasi kemampuan marketplace untuk kompetitif
Dia menjelaskan kegiatan importasi marketplace termasuk yang paling kompleks. Sehingga larangan jual barang impor akan mendegradasi kemampuan marketplace untuk lebih kompetitif.
"Jadi harusnya dibatalkan segera larangan impor di bawah US$ 100,” kata dia.
Efek domino terhadap perekonomian Indonesia
Sonny pun menilai efek domino dari kebijakan tersebut juga akan membuat perekonomian Indonesia yang saat ini tengah bangkit kembali terpuruk. Sektor logistik menurutnya akan sangat terdampak sehingga membuat aktivitas lebih dibebankan ke kegiatan ekspor.
Imbasnya, menurut dia, pelaku usaha logistik akan membuat penyesuaian untuk membuat perusahaannya tetap sehat dengan cara pengurangan tenaga kerja. Ia memperkirakan ancaman PHK massal akan terjadi setidaknya dua bulan setelah larangan diberlakukan.
Dia juga menggarisbawahi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama dan kedua 2023 sebesar 5,9 persen, yang disumbang oleh sektor logistik sekitar 19 persen. Apabila larangan jual barang impor diterapkan, menurut Sonny, hal itu akan berdampak langsung ke sektor logistik dan akan mendegradasi ekonomi nasional.
"Kami berharap pemerintah dalam mengatasi persoalan predator pricing dapat membuat kebijakan yang tak mendegradasi UMKM dan perekonomian Indonesia," ujarnya.
APLE ancam gugat pemerintah ke PTUN
APLE pun mengancam akan menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bila tetap memberlakukan aturan itu sebagai bagian dari revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Ironisnya, menurut Sonny, wacana kebijakan larangan impor barang ini diusulkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM. Kebijakan ini juga mendapat dukungan dari berbagai pejabat dengan alasan untuk melindungi UMKM.
Padahal, dia menilai imbasnya justru akan sebaliknya karena bakal membahayakan UMKM. Sebab akan timbul masalah akses yang ia yakini jauh lebih besar. Termasuk importasi ilegal yang membuat kerugian negara, serta peningkatan perilaku koruptif.
"Alih-alih melindungi UMKM, kebijakan larangan impor di bawah US$ 100 justru akan memberikan multiplier effect (efek berganda)," kata Sonny.
Berpotensi buka ruang importasi ilegal
Selain tak memiliki yurisprudensi di dunia internasional, menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi membuka ruang importasi ilegal. Dengan demikian, kualitas barang yang masuk beresiko tidak sesuai aturan dan berbahaya bagi masyarakat.
Ia mengaku sudah mengirim surat keberatan ihwal aturan ini. Menurutnya, hal ini juga akan mencederai nama Indonesia juga karena pasti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pun akan turut menggugat RI.
"Jadi pemerintah Indonesia di dalam negeri digugat, di luar negeri juga akan digugat oleh pihak lain,” kata Sonny.
RIANI SANUSI PUTRI