Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Asosiasi Ungkap Alasan Fintech Ilegal Menagih dengan Kasar

Saat ini acap kali perusahaan fintech, khususnya fintech ilegal masih ada yang menagih dengan cara tidak etis.

13 Agustus 2019 | 19.06 WIB

Penyerahan laporan penandatanganan Code of Conduct for Responsible Lending dari anggota AFTECH diwakili Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan AFTECH Adrian Gunadi  kepada Bapak Rahmat Waluyanto (Dewan Penasihat AFTECH).
Perbesar
Penyerahan laporan penandatanganan Code of Conduct for Responsible Lending dari anggota AFTECH diwakili Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan AFTECH Adrian Gunadi kepada Bapak Rahmat Waluyanto (Dewan Penasihat AFTECH).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia atau Aftech Ajisatria Suleiman mengatakan acap kali fintech ilegal menagih dengan cara tidak etis. Cara itu, kata dia, yang dianggap sebagai bully seperti mengancam, menggunakan kata-kata kasar, dan hal-hal lainnya.

"Saya sempat ngobrol dengan fintech-fintech ilegal ini. Saya tanya ke mereka, kenapa harus agresif itu?," kata Ajisatria di Gedung Satria Tower, Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2019.

Dia mengatakan salah satu hal karena para peminjam di fintech ilegal itu nilainya kecil. Nilai pinjaman konsumen fintech ilegal kecil kisaran Rp 500 ribu, hingga paling besar Rp 2 juta.

Berbeda dengan bank atau di lembaga pinjaman keuangan lainnya yang nilai pinjaman peminjamnya besar. Jika jumlah utang besar, kata dia, lembaga pinjaman ada justifikasi untuk mengirim orang menagih.

Ajisatria juga mengatakan biaya untuk mengirim orang mengetok rumah peminjam dan menagih sudah habis sekitar Rp 200 ribu per orang. Dan, kata dia, itu juga belum tentu dapat duit yang ditagih.

"Jadi satu-satunya cara mereka adalah dengan telefon. Mereka all out mati-matian nelfon dengan segala macam bahasa kekerasan yang kemudian disampaikan," ujarnya.

Hingga 7 Agustus 2019, Otoritas Jasa Keuangan mencatat total jumlah penyelenggara fintech terdaftar dan berizin adalah sebanyak 127 perusahaan.

"OJK mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa penyelenggaran fintech peer to peer lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK," tulis dalam situs resmi OJK, Selasa, 13 Agustus 2019.

Adapun dari jumlah tersebut, terdapat penambahan 15 penyelenggara fintech terdaftar. 15 fintech tersebut, yaitu, qazwa.id, bsalam, onehope, LadangModal, Dhanapala, Restock, Solusiku, pinjamdisini, AdaPundi, Tree+, Assetkita, Edufund, Finanku, Tunasaku, dan Uatas.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus