Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mewajibkan eksportir sumber daya alam (SDA) dengan nilai ekspor minimal US$ 250 ribu per dokumen menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di sistem keuangan dalam negeri minimal tiga bulan. Namun demikian, menurut ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, angka US$ 250 ribu itu belum ideal.
"Sebaiknya, batasnya jadi minimum US$ 100 ribu atau setara Rp 1,5 miliar per transaksi," ujar Bhima kepada Tempo, Minggu, 30 Juli 2023.
Selain itu, dia menilai batas waktu minimal tiga bulan penyimpanan DHE kurang tepat. "Terlalu cepat," ujarnya. Dia berkaca pada Thailand yang menetapkan wajib tahan DHE selama 6 hingga 9 bulan.
"Kalau dalam tataran uji coba mungkin masih dibenarkan, ya. Tapi semoga ada perubahan lagi soal batas waktu ini sehingga lebih lama devisa valas (valuta asing) yang disimpan di Indonesia," tutur Bhima.
Sebab semakin lama DHE ditahan di sistem keuangan dalam negeri, dampaknya semakin positif. Terutama terhadap penguatan kurs dan tamabahan likuiditas valas perbankan domestik.
Manfaat wajib DHE ini, kata Bhima, akan terasa langsung ke fundamental ekonomi nasional. Apalagi dalam semester II-2023 ada banyak tantangan yang bakal dihadapi Indonesia.
Aturan DHE ini berlaku untuk empat sektor SDA
Mulai dari naiknya suku bunga negara maju, inflasi global yang masih tinggi, ancaman perlambatan di negara mitra dagang utama, hingga berlanjutnya perang dagang Amerika-Cina.
Adapun aturan wajib tahan DHE di sistem keuangan dalam negeri selama minimal tiga bulan diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2023. Kebijakan ini berlaku efektif mulai 1 Agustus 2023.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan aturan DHE ini berlaku untuk empat sektor SDA, yakni dari sektor perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan perikanan. Namun Airlangga memastikan kebijakan ini tidak berdampak level usaha mikro,kecil, menengah (UKM).
"Aturan ini berlaku untuk yang nilai ekspor minimal US$ 250 ribu per dokumen. Di bawah itu, tidak diwajibkan," tutur Airlangga.
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan terbitnya PP 36 Tahun 2023 mendorong agar sumber pembiayaan dan pembangunan ekonomi bisa ada di dalam negeri. Selain itu untuk meningkatkan investasi sekaligus kualitas SDA. "Termasuk untuk menjaga stabilitas makro dan pasar keuangan domestik," ujarnya.
Pilihan editor: Terkini: Empat UU Andalan Sri Mulyani, Keunggulan dan Kelemahan LRT Jabodebek
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini