Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau perusahaan memberikan THR kepada pengemudi online serta kurir logistik.
Perusahaan aplikator berkeras hubungannya dengan pengemudi sebatas kemitraan.
Layanan on-demand memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi GoTo.
Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau perusahaan aplikator memberikan tunjangan hari raya (THR) keagamaan kepada pengemudi taksi dan ojek online alias ojol serta kurir logistik. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan pengemudi serta kurir daring tetap berhak mendapat THR.
Pemberian THR kepada pengemudi jasa angkutan berbasis aplikasi tersebut mengacu pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Indah menuturkan Kementerian sudah menjalin komunikasi dengan direksi perusahaan aplikasi untuk memberikan pemahaman bahwa pekerja yang bekerja sama dengan platform digital berhak mendapat THR. “Sebagaimana tercakup dalam Surat Edaran THR Keagamaan,” katanya pada 19 Maret lalu.
Meski hubungan kerja di antara kedua pihak berbentuk kemitraan, Indah mengimbuhkan, pengemudi tetap masuk kategori pekerja dengan kontrak kerja waktu tertentu (PKWT). Dalam Surat Edaran THR Keagamaan yang dikeluarkan pada 15 Maret lalu disebutkan THR diberikan kepada pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih serta kepada buruh dengan kontrak pekerja PKWT dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Lama Dinanti Pengemudi dan Kurir
Pengemudi ojek daring menunggu penumpang di dekat Stasiun Sudirman, Jakarta, 19 Maret 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketentuan mengenai THR telah lama dinanti pengemudi ojek online dan kurir logistik. “Tapi selama ini belum pernah kami mendapatkannya,” ujar Ketua Umum Asosiasi Driver Online Taha Syafaril kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan setiap tahun selalu ada imbauan mengenai pembayaran THR. Namun imbauan itu tidak pernah menyebutkan secara spesifik ihwal THR bagi pengemudi ojek online seperti yang disampaikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. “Belum ada keadilan dalam pemberian THR. Padahal kami juga pekerja,” katanya.
Lantaran bersifat imbauan, ucap dia, surat edaran Menteri Ketenagakerjaan tak memiliki ketentuan hukum tetap sehingga bisa tidak dilaksanakan oleh perusahaan. Syafaril mengaku saat ini para pengemudi masih berharap ada kesetaraan dalam pemberian tunjangan.
Baca Juga Infografiknya:
Berkutat pada Status Kemitraan
Pengemudi ojek daring saat menjemput penumpang di Stasiun Cawang, Jakarta, Agustus 2023. TEMPO/Subekti
Senior Vice President Corporate Affairs Gojek Rubi W. Purnomo mengatakan hubungan antara perusahaan aplikasi dan pengemudi adalah kemitraan sehingga tidak termasuk bentuk hubungan kerja seperti PKWT, PKWTT, dan hubungan kerja lainnya.
Ia berujar, kemitraan masuk kategori pekerja di luar hubungan kerja. Hal itu didasarkan pada ketentuan hubungan kerja dalam Pasal 31 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 dan Pasal 15 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019. Karena itu, Rubi menegaskan, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan THR kepada para mitra.
Meski demikian, ia menimpali, perusahaan memiliki program Gojek Swadaya untuk meringankan biaya operasional mitra pengemudi. “Gojek Swadaya memiliki program khusus pada momen-momen tertentu, termasuk pada Ramadan dan Lebaran,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R. Munusamy. Menurut dia, Grab Indonesia sudah menyediakan insentif khusus Hari Raya Idul Fitri bagi mitra pengemudi. Dia menyebutkan pemberian insentif khusus tersebut sesuai dengan imbauan dari Kementerian Ketenagakerjaan.
“Grab Indonesia akan memberikan THR kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja konvensional dalam bentuk PKWT dan PKWTT,” kata Tirza.
Perlu Regulasi Status Pengemudi Online
Taha Syafaril menilai pengemudi daring dan kurir tak pernah mendapat THR karena tidak adanya regulasi yang mengatur status mereka. Dalam skema kontrak kerja, pengemudi bukan pekerja, melainkan mitra.
Selama ini, kata dia, pola kemitraan membuat status pengemudi menjadi tidak jelas. “Hampir satu dekade, status kami masih belum jelas. Kedudukan kami di depan hukum tidak ada,” ujarnya. Syafaril mendesak pemerintah membuat regulasi khusus untuk mengakomodasi status pekerja pengemudi daring dan kurir agar mendapat hak seperti buruh lain.
Artikel dalam jurnal ketenagakerjaan berjudul “Kondisi Kerja dalam Relasi Kemitraan: Studi Kasus pada Mitra Perusahaan Transportasi Online” yang dipublikasikan pada 29 Desember 2023 menyebutkan konsep bisnis yang dijalankan perusahaan transportasi daring secara tidak langsung menempatkan pengemudi bukan sebagai pekerja, melainkan self-employed atau mitra.
Akibatnya, menurut artikel yang ditulis oleh Nur Siti Annazah, Henriko Tobing, Faizal Amir P. Nasution, dan Muhyiddin itu, hubungan antara pengemudi dan perusahaan aplikasi bukanlah hubungan kerja, melainkan hubungan kemitraan. Hubungan kemitraan inilah yang menimbulkan konsekuensi pengemudi tidak dapat memperoleh hak-hak sebagai pekerja pada umumnya.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban berujar, model kontrak kemitraan menempatkan pengemudi dan kurir dalam posisi rentan. Sebab, tidak ada kejelasan mengenai penghasilan, tunjangan, ataupun jaminan sosial seperti buruh lain. “Seluruh aturan dikembalikan kepada perusahaan.”
Elly mengungkapkan, pihaknya telah menyuarakan hal ini dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Indonesia menjadi Presidensi G20 pada 2022. “Saat itu saya sebagai Ketua L20 (Labour 20) membuat rekomendasi atas beberapa permasalahan terkait dengan kemitraan ojek online,” katanya.
Memicu Banyak Konflik
Elly menyatakan pola kemitraan melahirkan banyak konflik kerja, kemitraan palsu, serta tidak adanya kesetaraan hak dan kewajiban. Ia merekomendasikan pemerintah menetapkan pengemudi daring sebagai pekerja bebas dengan hak-hak khusus yang diatur dalam regulasi khusus ketimbang model kemitraan.
Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan hal senada. “Perlu ada satu payung hukum yang membuat pengemudi dan kurir punya kepastian terkait dengan hubungan kerja,” katanya.
Ia menambahkan, meski perusahaan aplikasi menyumbang pendapatan bagi negara, pemerintah tetap perlu memperhatikan hak-hak pekerjanya. Apalagi aplikator juga mendapatkan keuntungan yang besar dari para pengemudi.
Laporan keterbukaan informasi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk pada 2023 menyebutkan layanan on-demand memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi perusahaan. Layanan on-demand itu terdiri atas kelompok mobilitas (GoRide, GoCar, dan GoBluebird), pesan-antar makanan (GoFood), serta logistik (GoSend dan GoKilat).
Sepanjang 2023, layanan on-demand GoTo menghasilkan gross transaction value (GTV) senilai Rp 54,33 triliun, turun dibanding pada 2022 yang senilai Rp 59,65 triliun. Sementara itu, pendapatan bruto yang dihasilkan sebesar Rp 12,1 triliun, naik dari 2022 yang sebesar Rp 11,68 triliun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Novali Panji Nugroho dan Savero Wienanto berkontribusi dalam penulisan artikel ini.