Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Awas, Cadangan Devisa Merosot

Di bidang perdagangan luar negeri cadangan devisa Indonesia selama semester I 1978 merosot. Sementara itu jumlah uang yang beredar naik sekitar 12% akibat kenaikan pertambahan kredit bank. (eb)

9 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN kebijksanaan moneter yang diperlonggar awal tahun ini, maka pertambahan jumlah uang beredar nampak lebih ekspansif. Jumlah uang beredar akhir Juni tercatat Rp 2.269 milyar, bertambah sekitar 5% selama kwartal kedua. Dengan demikian dalam semester I jumlahnya naik sekitar 12% dibanding dengan kenaikan hanya 2,5% semester sebelumnya. Sekalipun demikian inflasi selama setengah tahun pertama tersebut hanya 7,6%. Sebab utama dari kenaikan yang cukup besar tersebut adalah pertambahan kredit bank yang cukup melonjak teruama pada kwartal kedua. Sampai akhir Juni, jumlah kredit perbankan tercatat Rp 4.294 milyar, naik 5,5% selama kwartal kedua, suatu kenaikan kwartalan yang paling besar sejak dua tahun terakhir ini. Efek inflatoir pertambahan kredit bank ini akan lebih terasa seandainya tidak diimbangi oleh penyedotan uang di beberapa sektor lain. Di bidang perdagangan luar negeri, terjadi penyedotan uang sebesar Rp 61 milyar, menandakan bahwa selama semester I tersebut Indonesia lebih banyak mengeluarkan devisa dari pada menerimanya. Situasi ini juga tercermin dari merosotnya cadangan devisa Indonesia selama periode tersebut, yang akhir Juni tercatat US$ 2142 juta. Awal tahun ini cadangan devisa Indonesia masih berjumlah sekitar US$ 2500 juta. Memang cadangan devisa yang ada sekarang ini belum perlu mengkhawatirkan, tapi dengan prospek perdagangan luar negeri yang makin tidak cerah, bukan tak mungkin cadangan devisa Indonesia akan terus merosot dengan cepat di bulan-bulan mendatang ini. Beberapa suara mulai mengusulkan agar pemerintah kini melakukan tindakan konkrit untuk menghemat devisa. Bekas Menteri Pertambangan Dr. Sadli pernah dalam suatu wawancara pers bahkan mengusulkan agar pemerintah membatasi jumlah valuta asing yang boleh dibawa oleh turis Indonesia ke luar negeri, di samping juga membatasi impor barang mewah. Sistim devisa Indonesia memang termasuk golongan paling liberal di dunia. Dengan makin banyaknya jumlah turis Indonesia ke luar negeri, jelas ini merupakan salah satu unsur pemborosan dalam pemakaian devisa. Bulog Dan Pertamina Faktor lain yang ikut mengurangi efek inflatoir adalah anggaran pemerintah yang mengalami surplus selama periode tersebut. Pada kwartal pertama anggaran pemerintah masih mengalami defisit sebesar Rp 40 milyar, tapi pada kwartal kedua terjadi surplus sebesar Rp 138 milyar. Defisit itu pada kwartal pertama nampaknya merupakan pola permanen. Karena mendekati Maret sebagai akhir tahun anggaran, departemen dan instansi pemerintah biasanya berlomba menghabiskan sisa anggaran yang belum sempat terpakai. Sedangkan surplus yang terjadi pada kwartal kedua karena memang belum terjadi banyak kegiatan di awal tahun anggaran baru, sedang pajak perseroan final untuk 1977 memang biasanya diselesaikan dan dibayar pada bulan April. Yang cukup menyolok dari pertambahan kredit bank selama semester I tersebut adalah berasal dari Bank Indonesia. Selama kwartal kedua saja kredit langsung BI naik Rp 90 milyar, tingkat kenaikannya yang paling besar sejak 1975, ketika BI terpaksa membantu Pertamina mengatasi krisis keuangannya. Untuk seluruh 1977 saja pertambahan kredit langsung BI ini hanva Rp 15 milyar. Kenaikan kredit langsung BI ini bahkan melebihi kenaikan kredit yang diberikan oleh bank-bank komersiil pemerintah lainnya, yaitu Rp 75 milyar pada periode yang sama. Faktor utama di belakang pertambahan kredit langsung BI yang besar ini adalah kredit di sektor pertambangan yang naik Rp 55 milyar. Kemungkinan besar ini adalah kredit untuk Pertamina guna pembayaran hutang luar negeri jangka pendeknya yang jatuh waktu. Kenaikan besar lainnya terjadi di sektor kredit perdagangan, yang tercatat Rp 34 milyar. Mungkin sebagian besar di antaranya adalah kredit untuk Bulog mtuk pembelian padi di dalam negeri. Maka selayaknya pula Bulog pagi-pagi sudah mencapai sasaran pembelian berasnya dari dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus