Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah negara mengantisipasi kelangkaan batu bara setelah Indonesia menghentikan ekspor.
Penghentian ekspor batu bara bertepatan dengan musim dingin, saat permintaan komoditas itu tinggi.
Pemerintah akan menyampaikan rencana perubahan aturan DMO batu bara.
JAKARTA — Sejumlah negara pengimpor batu bara bereaksi setelah pemerintah menyetop ekspor komoditas energi tersebut. Kedutaan Besar Jepang di Indonesia mengirim surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang isinya meminta Indonesia mencabut larangan ekspor batu bara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Jepang menyatakan mereka selama ini mengimpor batu bara berkalori tinggi atau high calorific value (HCV) dari Indonesia. Jenis ini disebut berbeda dengan batu bara berkalori rendah (low calorific value) yang diperuntukkan khusus untuk pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Dengan argumen itu, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji, menyatakan ekspor batu bara HCV ke negara mereka tidak memiliki dampak signifikan terhadap PLN. "Karena itu, saya berharap larangan ekspor batu bara ke Jepang bisa segera dihapus," kata Kenji dalam surat tertanggal 4 Januari 2022, yang salinannya diperoleh Tempo.
Aktivitas bongkar-muat batu bara di dermaga KCN Marunda, Jakarta, 5 Januari 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Kenji mengatakan, industri di Jepang secara rutin mengimpor 2 juta ton batu bara per bulan dari Indonesia untuk pembangkit listrik dan industri manufaktur. Larangan ekspor secara mendadak ini, kata dia, memiliki dampak yang serius terhadap kegiatan ekonomi di Jepang. Kenji memahami bahwa larangan ekspor ini terbit karena kekurangan pasokan batu bara untuk PLN. Tapi dia menyebutkan kebutuhan batu bara Jepang sedang tinggi di tengah musim dingin, sekalipun ada beberapa alternatif energi, seperti gas alam cair.
Selain Jepang, reaksi muncul di Korea Selatan dan Cina. Menurut kabar yang dilansir Korea Herald, pemerintah Korea Selatan membentuk gugus tugas untuk menanggulangi dampak hilangnya pasokan batu bara dari Indonesia. Sebab, 20 persen batu bara Korea Selatan berasal dari Indonesia.
Wakil Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan, Park Ki-young, menggelar pertemuan dengan pejabat dari Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia dan perwakilan perusahaan energi negara tersebut. Pemerintah Korea menyatakan dampak dari larangan ekspor ini bersifat jangka pendek dan terbatas. Namun tindakan pencegahan diperlukan karena permintaan energi meningkat pada musim dingin. Korea pun berupaya mengamankan pasokan batu bara dari Australia dan negara lain.
Adapun dampak penghentian ekspor batu bara pada Cina kemungkinan akan besar. Berdasarkan kabar yang dilansir Reuters, Cina memperoleh 178 juta ton batu bara dari Indonesia, sebagian besar batu bara termal, pada Januari-November 2021. Angka ini mencapai 60 persen dari total impor batu bara Cina. “Batu bara Indonesia sebagian besar dikirim ke wilayah pesisir di Cina timur dan selatan dan menyumbang sekitar 20 persen pasokan di wilayah tersebut,” kata Analis Guotai Junan Futures, Zhai Kun.
Harga kontrak berjangka batu bara termal di Zhengzhou Commodity Exchange naik 7,3 persen atau di level 708 yuan per ton. Angka ini menjadi yang terbesar sejak 25 November 2021. Sedangkan kontrak untuk pengiriman periode Mei naik 5,5 persen menjadi 707,6 yuan per ton.
Pemerintah melarang ekspor batu bara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Larangan ini tercantum dalam surat Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara untuk Kelistrikan Umum dan surat Nomor B-1611/MB.05/DJB.B/2021 tentang Pelarangan Penjualan Batu Bara ke Luar Negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, mengatakan larangan ini berlaku karena kurangnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PLN.
-
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan 75 persen ekspor batu bara Indonesia dikirim ke Jepang, Cina, Korea Selatan, dan India. “Ketika ekspor mendadak dihentikan, negara-negara ini panik karena belum sempat mengantisipasi. Apalagi di sana sedang musim dingin,” kata dia, 5 Januari 2022. Fabby menyebutkan hal ini menjadi peringatan bagi negara-negara yang masih bergantung pada energi fosil untuk mempercepat transisi energi guna mengurangi risiko di kemudian hari.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Indonesia memiliki kontrak besar dalam batu bara, nikel, timah, dan gas alam cair. Karena itu, kata dia, penghentian ekspor membutuhkan komunikasi dengan negara mitra dagang utama. “Jangan sampai negara lain melihat Indonesia tidak profesional. Tapi negara lain insya Allah mendukung selama tidak disetop setahun. Kalau cuma ditunda 20 hari, mereka kan juga bisa penuhi,” ucapnya.
Pemerintah juga menyampaikan rencana perubahan aturan wajib pasok batu bara untuk pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). “Dalam rapat bersama disepakati bahwa Menteri Energi akan mengeluarkan perubahan DMO yang bisa di-review per bulan, dan yang tidak menepati sesuai dengan kontrak akan dikenakan penalti tinggi, bahkan dicabut izinnya,” kata Erick.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, berujar bahwa pemerintah harus memberikan penjelasan ihwal urgensi penghentian ekspor sementara batu bara kepada negara mitra dagang. “Pemerintah perlu memberikan semacam perkiraan kapan ekspor ini bisa dibuka lagi, bagaimana arah kebijakan DMO ke depan, itu yang dibutuhkan negara-negara mitra untuk bisa melakukan antisipasi dan perencanaan lanjutan,” ucapnya.
Kepentingan negara-negara importir batu bara perlu menjadi perhatian, menurut Abra, tapi kepentingan nasional untuk memastikan kedaulatan energi tetap harus menjadi prioritas. “Ini juga menunjukkan bargaining position Indonesia di pasar global batu bara, sehingga dapat menjadi trade off untuk kepentingan perdagangan lainnya.”
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo