Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Saling Silang soal Data Beras

Akibat data yang tak akurat, lembaga pemerintah kembali berseteru soal beras. Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional berupaya menambah stok beras yang terus menipis, tapi janji Kementerian Pertanian menyediakan beras lokal tak kunjung terealisasi.

25 November 2022 | 00.00 WIB

Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 23 November 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 23 November 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA — Polemik stok beras Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) belum mencapai ujungnya. Perusahaan pelat merah di bidang pangan tersebut kesulitan menambah stok hingga mencapai target 1,2 juta ton pada akhir tahun ini. Kendati telah diperbolehkan untuk membeli beras di harga komersial Rp 10.200 per kilogram, perseroan tetap mengaku sulit melakukan pengadaan karena pasokan beras di dalam negeri terbatas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Sampai hari ini, target penyerapan dalam negeri 500 ribu ton tidak terealisasi. Ini sudah tidak ada panen. Beberapa daerah sudah selesai panen dan ada daerah yang gagal panen," ujar Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi Pangan Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pangan Nasional, dan Kementerian Pertanian, Rabu, 24 November 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Berdasarkan data yang dipaparkan Buwas—sapaan akrab Budi—sejak 18 Oktober hingga 22 November 2022, realisasi pengadaan gabah setelah Bulog diperbolehkan menyerap dengan harga komersial mencapai 129.321 ton. Angka tersebut hanya mencapai 25,86 persen dari target setengah juta ton.

"Sekarang, kami masih serap gabah dalam negeri di harga Rp 10.200 per kilogram karena, prediksi kami, Januari belum ada panen. Dengan adanya anomali cuaca, ini harus dipersiapkan. Hal ini jangan dianggap enteng, rawan," ujar Buwas.

Bulog Ditugaskan Mengimpor Beras

Sejatinya, kata Buwas, Bulog telah mendapat penugasan untuk mengimpor beras dengan kuota 500 ribu ton. Hanya, perseroan masih memprioritaskan penyerapan di dalam negeri. Dalam rapat koordinasi terbatas yang dipimpin Kementerian Koordinator Perekonomian dan dihadiri oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, hingga Badan Pangan Nasional pada awal November lalu, Bulog dijanjikan dapat menyerap beras sedikitnya 500 ribu ton dari dalam negeri.

"Saat itu ada yang berjanji di depan Pak Menko bahwa, dalam kurun waktu tidak sampai satu minggu, akan setor beras 500 ribu ton untuk Bulog. Yang berjanji Pak Wandi (Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi). Jadi, sudah disepakati dan kami siap beli. Kami siapkan anggarannya walaupun utang," tutur Buwas.

Namun, hingga kemarin, 24 November 2022, pasokan yang dijanjikan tersebut tak kunjung terealisasi. Walhasil, wacana impor beras pun menguat kembali. Kisah mengenai rapat koordinasi terbatas tersebut dikonfirmasi oleh Suwandi dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dalam rapat bersama DPR.

Pekerja melakukan bongkar-muat beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, 7 November 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Menurut Buwas, saat ini mayoritas pasokan beras di Tanah Air berada di tingkat penggilingan. Karena itu, ia pun berupaya mendekati para pengusaha beras. Namun, berdasarkan penuturan Buwas, para pengusaha tidak mau melepas stok berasnya meskipun dibanderol dengan harga komersial karena ingin menjaga suplai produk ke pasar.

Bulog pun mengklaim telah mengecek penggilingan-penggilingan dengan berpedoman pada data Kementerian Pertanian. Namun volume pasokan beras yang tersedia di penggilingan-penggilingan tersebut ternyata jauh lebih sedikit ketimbang informasi Kementan.

Berdasarkan dokumen paparan yang diperoleh Tempo, ada beberapa penggilingan yang disebut memiliki kesiapan stok mencapai 100 ribu ton, tapi fakta yang ditemukan di lapangan jauh lebih sedikit. Misalnya PT Abadi Langgeng Gemilang di Jember yang hanya memiliki stok 7.000 ton, CV Alam Putra Mandiri di Tegal yang hanya memiliki stok 3.900 ton, dan PB Tuan Muda di Indramayu yang hanya memiliki stok 20 ton.

Buwas mengatakan Bulog telah memeriksa lokasi penggilingan dengan didampingi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan kepolisian. "Ini sudah ada polisi dan TNI ikut menyaksikan. Kalau ada dirjen asal ngomong, mengerikan sekali. Ini pertaruhan negara," ujar dia. Atas tudingan tersebut, Suwandi mengatakan bahwa data yang disampaikan Kementerian Pertanian kepada Bulog adalah data komitmen awal yang belum dikonfirmasi ulang.

Perkara data sempat membuat rapat dengar pendapat di Senayan menghangat. Dalam beberapa kali kesempatan, anggota DPR yang memimpin rapat tersebut, Sudin, bahkan mempertanyakan perihal lokasi beras di Tanah Air yang beberapa kali disebut oleh Suwandi. Dirjen Kementan tersebut berulang kali menyebutkan beras yang dimaksudkan tersedia di tingkat penggilingan, pedagang, dan rumah tangga.

Beda Hitungan Neraca Beras

Bukan hanya soal perbedaan data dan fakta soal beras di penggilingan. Suwandi juga berselisih data dengan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi. Ia mempersoalkan asumsi kebutuhan beras dalam negeri hingga akhir tahun yang digunakan Badan Pangan Nasional. Musababnya, data tersebut menyebabkan perhitungan neraca beras yang berbeda. Sebagai catatan, Badan Pangan mengasumsikan konsumsi beras 2022 sebesar 30,9 juta ton, sementara Kementerian Pertanian menggunakan angka 30,2 juta ton, alias ada selisih 700 ribu ton.

"Saya mempermasalahkan data konsumsinya (di paparan Badan Pangan Nasional)," ujar Suwandi. Berdasarkan penelusuran Tempo, asumsi konsumsi yang digunakan Badan Pangan berasal dari gabungan data konsumsi rumah tangga tiap provinsi berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS triwulan I 2022, plus data konsumsi luar rumah tangga per provinsi berdasarkan survei bahan pokok BPS 2017. Sedangkan Kementerian Pertanian berpedoman pada rilis terbaru BPS.

Arief Prasetyo Adi menjelaskan, data konsumsi beras yang digunakan oleh lembaganya hanya proyeksi. "Selisih 700 ribu ton memang besar. Tapi lebih besar lagi kalau ke gudang penggilingan dan tidak ada barangnya," tutur Arief. "Mungkin saya salah untuk proyeksi itu, tapi terlalu berisiko kalau ada kondisi luar biasa, dan stok Bulog hanya 300 ribu ton."

Arief menegaskan, persoalan yang lebih penting dibahas saat ini adalah upaya memenuhi stok cadangan beras Bulog. Pasalnya, sudah tiga pekan berlalu sejak rapat bersama Kemenko Perekonomian, tapi stok Bulog tak kunjung bertambah secara signifikan.

Di tengah saling silang soal data tersebut, pemimpin rapat di DPR, Rabu lalu, langsung memutuskan menyimpulkan hasil rapat. Dalam kesimpulan rapat tersebut, Komisi Pangan DPR meminta pemerintah memenuhi kebutuhan beras nasional. Kali ini, Kementerian Pertanian menyanggupi memenuhi kebutuhan cadangan beras dalam negeri sebesar 600 ribu ton. “Jika dalam enam hari sejak rapat dengar pendapat tidak terpenuhi, data dari Kementerian Pertanian tidak valid,” ujar Sudin, yang juga Ketua Komisi Pangan DPR.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Said Abdullah, membenarkan bahwa cadangan beras saat ini hampir sekitar 25 persen dikuasai pengusaha atau penggilingan. Karena itu, sebagai solusi jangka pendek, pemerintah perlu mengupayakan menggeser penguasaan pasokan tersebut kepada Bulog. "Tentu dengan mekanisme komersial, walaupun tidak mudah untuk membeli beras dari pengusaha," tutur dia.

Ia mengatakan solusi tersebut perlu didorong ketimbang impor. Musababnya, impor akan berimplikasi besar dan berimbas serius kepada petani. Impor, kata Said, akan menekan harga gabah petani dan dalam jangka panjang bisa mempercepat laju penurunan jumlah petani padi ke depannya. "Ini berbahaya. Kalau harga di petani rendah, keuntungan berkurang, maka bisa jadi laju konversi meningkat, petani akan memilih melepas sawah daripada rugi terus."

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus