Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – PT Aerofood Indonesia (ACS) hanya salah satu bagian dari ekosistem usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang ikut terguncang akibat pandemi Covid-19. Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, membenarkan bahwa produktivitas perusahaan katering itu terganggu saat pemerintah membatasi mobilitas penumpang pesawat. Pengurangan jumlah karyawan pun menjadi salah satu dampak bawaan kondisi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami dilarang menyediakan makanan untuk waktu yang lama. Paling hanya boleh memberi snack box,” ucapnya kepada Tempo, kemarin, 29 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para karyawan cucu usaha Garuda Indonesia itu sebelumnya menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dianggap sepihak tanpa proses negosiasi. Para pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Sejahtera ACS pun menuntut manajemen agar membatalkan keputusan yang berdampak pada 138 karyawan tetap perusahaan tersebut.
Di tengah pandemi, kata Irfan, Aerofood harus bertahan dengan berbagai inovasi bisnis. Lini bisnis PT Aero Wisata—anak usaha Garuda Indonesia—tersebut mulai melebarkan pangsa pasar hingga ke luar ranah penerbangan. “Ada diversifikasi usaha, misalnya menawarkan katering ke kantor-kantor,” ia mengungkapkan.
Pesawat Garuda Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Tempo/Tony Hartawan
Merugi Besar
Bila merujuk pada Laporan Tahunan 2021 Garuda Indonesia, pendapatan usaha PT Aero Wisata dan entitas anaknya merosot 25,8 persen, dari Rp 1,37 triliun pada 2020 menjadi Rp 1,01 pada tahun lalu. Saat itu, bisnis katering, perhotelan, dan jasa wisata perusahaan terganggu oleh penurunan frekuensi penerbangan domestik. Apalagi penerbangan internasional pun ditutup total, kecuali untuk kebutuhan khusus. Di sepanjang 2021, PT Aero Wisata membukukan rugi usaha Rp 694,33 miliar.
Dalam laporan yang sama, jumlah meal uplift atau layanan jasa boga di pesawat Garuda pun turun 44,1 persen, dari 6,42 juta unit pada 2020 menjadi 3,58 juta unit pada 2021. Jumlah kemasan makanan saat penerbangan pun turun karena pembatasan okupansi pesawat. Artinya, porsi makanan berkurang karena tak semua kursi boleh diisi penumpang.
Irfan pun mengungkit soal perjuangan anak usaha Garuda Indonesia lainnya. PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), misalnya, harus bergeliat mencari konsumen baru di tengah pandemi. Sebagai penyedia jasa perawatan pesawat, GMF sepi pelanggan karena banyaknya maskapai penerbangan yang memangkas jumlah pesawat. Perusahaan itu pun mulai penetrasi ke segmen kargo, jet pribadi, serta jenis armada lainnya.
“GMF sekarang menangani banyak pesawat militer,” kata Irfan. Pada Agustus 2021, GMF bahkan sempat menutup kegiatan operasional PT Garuda Energi Logistik Komersial, anak usahanya, untuk menyokong efisiensi keuangan Grup Garuda.
Lewat keterangan tertulis, Direktur Utama Aerofood ACS, I Wayan Susena, mengatakan perusahaan sedang memulihkan kinerja setelah rampungnya homologasi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Garuda Indonesia. "Tata kelola sumber daya manusia menjadi bagian yang tidak terhindarkan dalam upaya kami untuk terus bertahan dan menyehatkan kinerja usaha."
Pengamat penerbangan dari CommunicAvia, Gerry Soejatman, mengatakan ancaman PHK masih menghantui pekerja Garuda Indonesia dan anak usahanya, terutama jika pendapatan maskapai pelat merah itu belum pulih. “Dengan pendapatan Garuda yang turun 70 persen dari biasanya, masih untung PHK itu tidak kena mayoritas isi perusahaan,” kata dia. “Pada masa pemulihan, banyak dilema dan keputusan berat yang harus diambil oleh manajemen.”
YOHANES PASKALIS | JONIANSYAH HARDJONO (TANGERANG) | RIANI SANUSI PUTRI | JELITA MURNI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo