Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana mengoperasikan Pusat Data Nasional pada 2024. Selain menyiapkan infrastruktur fisik, anggota Tim Pakar Universitas Indonesia untuk Presidensi G20 Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menyatakan persiapan lain yang juga vital adalah sumber daya manusianya, terutama untuk menjaga informasi yang ditampung fasilitas tersebut.
"Ketika data sudah terintegrasi secara digital, potensi gangguan keamanan menjadi pertanyaan berikutnya," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu tantangan mengelola pusat data adalah serangan siber. Indonesia termasuk negara yang banyak disasar peretas. Merujuk pada data Badan Siber dan Sandi Negara, terdapat 714 juta serangan siber di Indonesia selama paruh pertama tahun ini. Jika melihat laporan teranyar National Cyber Security Index, peringkat keamanan siber Indonesia berada di urutan ke-83 dari 160 negara.
Masalah serangan siber ini juga sempat diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Serangan peretas ke berbagai situs web pemerintah sangat sering terjadi. Keamanan siber menjadi sangat penting," tuturnya dalam forum Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia pada Senin, 11 Juli lalu.
Menurut Fithra, pemerintah membutuhkan tenaga kerja yang mampu menghadapi ancaman tersebut ketika Pusat Data Nasional sudah beroperasi. Pemerintah Cina, misalnya, telah membentuk "great firewall" untuk melindungi data terpusat mereka. Namun, di dalam negeri, dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini memperkirakan persiapannya tak akan mudah.
Proyeksi itu tecermin dari IMD World Digital Competitiveness Ranking. Indonesia berada di peringkat ke-53 dari 64 negara. Fithra menuturkan lemahnya talenta digital yang ada di dalam negeri serta rendahnya pelatihan dan pendidikan digital antara lain menjadi pemicu Indonesia tertinggal.
Menangkal Serangan Siber
Selain untuk menangkal serangan siber, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menyatakan pencarian talenta pengelola pusat data juga tak mudah dilakukan di dalam negeri. "Yang tersertifikasi belum banyak. Apalagi beda tier pusat data, beda juga ahli yang dibutuhkan," ujarnya. Dia berharap pemerintah memperhatikan keterbatasan ini dan mencegah kesempatan kerja yang terlalu banyak dimanfaatkan tenaga asing.
Sekretaris Jenderal Indonesia Data Center Provider Organization (Idpro), Teddy Sukardi, masih optimistis sumber daya manusia di dalam negeri mencukupi kebutuhan Pusat Data Nasional. Pasalnya, saat ini pelatihan untuk mengelola fasilitas tersebut sudah tersedia. Ilmunya bisa diajarkan dalam waktu setengah tahun. "Dan pusat data tidak membutuhkan terlalu banyak tenaga kerja karena sudah ada automasi," tuturnya.
Pusat Data Nasional rencananya dikelola oleh aparatur sipil negara yang dilatih khusus. Sejak tahun lalu, pemerintah menggandeng konsultan untuk mengidentifikasi kemampuan-kemampuan yang harus dibekalkan kepada para tenaga kerja nantinya. Mereka akan bekerja di bawah naungan lembaga khusus. Adapun untuk keamanan data, Kementerian Komunikasi dan Informatika bakal berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara.
Lokasi Pusat Data
Kawasan Nongsa Digital Park di Batam, Kepulauan Riau. TEMPO/Ijar Karim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pusat Data Nasional Indonesia rencananya didirikan di empat lokasi. Fasilitas pertama akan beroperasi di GIIC Kota Deltamas, Jawa Barat, dengan standar tier IV berkapasitas 72 petabita dan 25 ribu core. Lokasi lain yang dipilih adalah Batam, Kepulauan Riau; ibu kota negara Nusantara di Kalimantan Timur; serta Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Menteri Komunikasi Johnny G. Plate menyatakan pusat data ini penting untuk mengkonsolidasikan data di dalam negeri. Pemerintah telah menargetkan program Satu Data Indonesia untuk menyediakan data yang mutakhir dan akurat bagi publik serta pemerintah sendiri. "Mendukung pengambilan keputusan berbasis data," tuturnya.
VINDRY FLORENTIN | HENDARTYO HANGGI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo